LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Kisah Uang Nyasar

| 9 Comments

Lepas maghrib itu, Pak Harun melipat sajadah yang baru saja dipakainya, sambil mengamati Andi -putra bungsunya- yang kali itu terlihat khusu’ berdoa sedangkan biasanya paling cepat ngabur segera setelah mereka selesai berjamaah sholat maghrib.

“Hm, doa apa saja, Dek?” tanyanya kemudian kepada Andi, setelah anak itu menyelesaikan doanya.

“Aku minta pada Allah, agar rejeki Ayah banyaaaak…”

“Aamiin… Untuk apa, Nak?” tanya Bu Harun yang ikutan penasaran dengan doa panjang bungsunya itu.

“Yaa… agar aku segera dapat sepeda baru yang kuinginkan, Bunda..” jawab Andi polos.

Maka tawa Pak Harun, Bu Harun dan Tuti -kakak Andi- pun berderai,  “Aamiin….” sahut mereka kompak.

“Ohya Ayah, siang tadi ada tamu yang mencari Ayah. Kelihatannya penting sekali,” kata Bu Harun.

“Hm… siapa, Bu? Kenalan kita?”

“Tampaknya wajah baru, Yah… Katanya, malam ini dia akan datang kembali.”

“Oh baiklah, kita tunggu saja nanti.”

***

Suara bel pintu terdengar nyaring, beberapa waktu setelah makan malam berakhir.  Tuti bergegas membukakan pintu.

“Ayah, ada tamu,” demikian katanya kepada Pak Harun setelah mempersilahkan tamu itu duduk.

“Assalamualaikum… Kenalkan, Pak… Nama saya Arman.  Benar anda Pak Haji Harun Mustofa?” demikian kata tamu itu ketika Pak Harun menemuinya.

“Waalaikumsalam… Betul, Pak Arman.  Ada yang bisa saya bantu?”

“Begini pak, sebelumnya saya ingin tahu apakah benar ini nomor rekening Bapak di Bank X ?” jawab Pak Arman sambil menyodorkan sebuah kertas bertuliskan sederetan nomor.

Pak Harun mengamati nomor itu, ada tanya yang menggelayuti hatinya. Hm, ada apa ini?

“Maaf pak, kalau memang itu benar nomor Bapak, saya mau minta tolong karena kemarin siang saya telah salah transfer ke nomor tersebut, ” jelas Pak Arman.

“Salah transfer? Berapa?”

“Sepuluh juta, Pak.  Kemarin siang saya ditugasi Boss saya untuk menyetorkan dana ke rekening relasi kami melalui ATM, namun entah bagaimana, saya salah memasukkan nomer rekening.  Setelah saya mencari tahu di Bank tersebut, saya mendapat identitas dan alamat Bapak…”

“Waah, banyak juga, Pak? Apakah bapak yakin dana itu sudah masuk rekening saya?” tegas Pak Harun.

“Ya Pak…, Bank telah memberikan konfirmasi. Untuk itu, saya memohon kesediaan Bapak untuk bersama-sama ke Bank dan menyelesaikan masalah ini. Saya mohon tolong, Pak Harun… ” suara Pak Arman terdengar memelas. Ya, tentu saja… Sepuluh juta bukan uang yang sedikit, bukan?

“Baiklah Pak Arman, besok pagi kita ketemu di kantor Cabang saja ya.  Insya Allah, saya akan bantu menyelesaikan masalah Bapak.”

“Alhamdulillaaah…. Terima kasiiiih, Pak Harun…, ” kali ini suara Pak Arman terdengar sumringah, bergegas ia berdiri dan menyalami Pak Harun dengan suka cita, “Sampai jumpa besok pagi, Pak. Saya pamit dulu… Assalamualaikum..”

“Waalaikumsalam…” Pak Harun pun mengantarkan tamunya hingga teras rumah.  Ketika kembali masuk rumah, didapatinya keluarga kecilnya telah berkumpul di ruang tamu itu.

“Pak, kita dapat rejeki nomplok ya ?” cetus Tuti sambil tersentum lebar.

“Astaghfirullahaladzim.., ada-ada saja kau Tuti. Itu bukan rejeki kita, bukan hak kita. Mungkin ini justru sebuah ujian bagi kita…” Bu Harun segera memperingatkan anak sulungnya.

“Tapi Bunda, bapak itu yang teledor sehingga salah memasukkan nomer rekening, dan karena itu rekening kita, otomatis itu rejeki kita, bukan?” Tuti masih tak mau kalah.

“Bundamu benar, Nak… Memang dana itu tiba tanpa disangka-sangka, namun tidak berarti itu otomatis menjadi hak kita. Coba bayangkan bila Tuti yang melakukan kesalahan itu. Apa yang Tuti harapkan?”

Tuti mengerutkan keningnya.

“Yaa… kalau aku di posisi Pak Harun, pasti aku akan sangat menyesali kecerobohanku dan sangat berharap pemilik rekening itu mau bekerja-sama menyelesaikan masalah itu,” jawab Tuti sejurus kemudian.

“Naah… pintar anak Ayah..” kata Pak Harun sambil mengelus rambut Tuti.

“Sudaah… ayo semua belajar dulu, terus tidur… Masalah uang nyasar itu biar Ayah saja yang mengurusnya, ” kata Bu Harun sambil menggamit lengan Tuti dan Andi.

“Yaaah…. gagal dapat sepeda baru deeh…” kata Andi sambil mengikuti ajakan Bundanya.  Mereka semua tertawa mendengar nada kecewa dalam perkataan Andi itu.

“Tenang, Nak… Rejeki tak akan tertukar…!” balas Pak Harun ceria.

Demikianlah, keesokan harinya Pak Harun dan Pak Arman akhirnya dapat menyelesaikan masalah uang nyasar itu.  Pak Harun benar-benar ikhlas membantu Pak Arman mendapatkan kembali uangnya, bahkan ia tak mau menerima ‘uang terima kasih’ yang disodorkan Pak Arman kemudian. Adalah kewajiban sesama muslim untuk saling membantu, demikian prinsipnya.

Seminggu setelah kejadian itu, kembali Pak Arman bertandang ke rumah Pak Harun, kali ini bersama seorang pria paruh baya yang diperkenalkannya sebagai Pak Rusdi, Boss-nya.

“Pak Harun, saya sengaja ingin berkenalan langsung dengan Bapak, karena saya sangat terkesan dengan sikap Bapak dalam permasalahan kami,” demikian kata Pak Rusdi membuka percakapan.

“Ah, biasa saja, Pak Rusdi. Uang itu bukan hak kami, tentu saja kami wajib mengembalikan kepada pihak panjenengan yang lebih berhak.”

“Itulah, Pak… Rasanya sudah jarang orang yang memegang prinsip dengan teguh seperti Pak Harun ini. Oleh karena itu, saya khusus datang malam ini, untuk membicarakan kelanjutan hubungan kita..”

“Maksud Pak Rusdi?”

“Saya sangat ingin berbisnis dengan orang yang jujur & berprinsip seperti Bapak,” jawab Pak Rusdi sambil tersenyum lebar.  Kemudian iapun menjelaskan panjang-lebar rencana hubungan bisnis yang ingin dijalinnya dengan Pak Harun.

Pembicaraan itu cukup lama dan berjalan dengan serius.  Sementara itu, di ruang tengah, Bu Harun beserta kedua putra-putrinya menyimak dengan serius pula.

“Bunda, Ayah benar.  Rejeki tak akan pernah tertukar.  Allah Maha Perencana,” bisik Tuti  di telinga ibunya.

Bu Harun tersenyum lebar. Ya, Allah SWT adalah  sebaik-baiknya Perencana  🙂

“Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah s.w.t akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (Hadis Riwayat Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas r.a.)

***

Catatan : CerMin ini terinspirasi dari kisah nyata seorang teman.  Selamat mendulang berkat di hari Jumat, kawan…

9 Comments

  1. bener2 ujian untuk mendapatkan uang halal ya, mba. kalo rezeki insha Allah ga kemana.

    Iya Ila… Gusti Allah mboten sare… Orang yang benar2 ikhlas akan mendapatkan ganjarannya sendiri.. 🙂

  2. Saya juga pernah mengalami uang misterius sejumlah dua juta rupiah, Mbak. Rekening istri saya sih. Kami dua kali ke bank pemerintah, namun dua kali itu kami ditolak untuk mengembalikan uang itu. Kata mereka itu uang kami sementara kami tidak merasa punya uang sebanyak itu saat itu.

    Saya khawatir dana nasabah nayasar gitu. Mereka keukeuh itu hak kami. Yasudah, kami terima sebagai rezeki tak disangka dari allah 🙂

    Kejujuran memang langka sekarang ini. Kadang yang jujur di parlemen aja malah dimusuhin. Parah deh

    Yang penting sudah usaha ya Mas… Kalau begitu mungkin memang benar itu rezeki keluarga njenengan melalui jalan tak disangka-sangka… Betul.., kejujuran saat ini seperti emas yang makin langka.. Mudah2an kita semua masih bisa menjaganya. Aamiin…

  3. Kalau sekarang, mesti hati-hati kalau ada uang nyasar, apalagi jumlahnya besar…salah-salah kita terkena APU/TPPU ….tempat pencucian uang.

    Pernah sekalinya ke ATM kaget ada uang masuk…cepat2 ke customer service Bank….ternyata memang benar uang tersebut hak saya, honor mengajar, yang providernya lupa kasih tahu….

    Betul Bu Enny, teman saya agak curiga juga. Tapi setelah cerita panjang lebar akgirnya dia percaya bahwa tamu nya itu benar2 tak sengaja / salah kirim. Dia bahkan membuat catatan khusus tentang kejadian itu yang diketahui pihak Bank juga.. Takut ada apa-apa setelahnya.. Alhamdulillah malah berakhir bahagia…

  4. Jaman sekarang memang susah ya Mba mendapatkan orang yang jujur.

    Jarang, tapi bukan berarti tak ada, bukan? hehe…

  5. tercermin dari kisah nyata, ah .. alhamdulillah masih ada orang seperti pak Harun Mustofa ya.,
    tapi bisa ya kita sbg nasabah yg meminta sendiri data pemilik rekening…? bukannya sulit ya?

    Si bapak yg kehilangan itu bilang langsung mengurus di Bank itu begitu sadar ia telah salah kirim setelah membaca struk ATM… Kalau biasanya sulit, berarti memang uang itu masih rejeki si Bapak ya Mbak Monda..buktinya ia dipermudah saat mengurus hal itu…

  6. kisah yang super sekali! awalnya nyasar kemudian jadi anugrah yang besar.

    nuwun, Bu! 🙂

    Trims… mengingatkan kita utk terus percaya bahwa rejeki tak akan tertukar.. 🙂

  7. alhamdulillah masih ada sosok pak harun ditengah carut marut negeri para koruptor…….

    Alhamdulillah… mulai dari diri sendiri dan dari sekarang… begitu bukan ? 🙂

  8. uang mesterius pernah saya dapat dulu bun, ternyata itu uang sisa gaji terakhir 🙂

    alhamdulillah, setelah tak misterius jadi lega memanfaatkannya ya mbak… 🙂

  9. Pencerahan inspiratif khas Jeng Mechta, rezeki takkan tertukar. Matur nuwun ya Jeng pengingat manisnya, untuk tidak menghaki yang bukan hak kita.

    sami2, Ibu.. kebetulan seorang teman menuturkan kejadian ini dan saya menuliskannya terutama utk mengingatkan & menyemangati diri.. 🙂

Leave a Reply to belalang cerewet Cancel reply

Required fields are marked *.