LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Berkunjung ke DEWI SAMBI (2) : Pasar Tiban Duit Batok

| 30 Comments

Lalang Ungu. Hai..haii… Apa kabar, teman? Tetap sehat dan bahagia, bukan?Tak terasa sudah pertengahan minggu, sebentar lagi weekend..horeee… 😄

Oya, kali ini aku akan meneruskan cerita tentang jalan-jalan kami beberapa waktu lalu ke Dewi Sambi alias Desa Wisata Samiran Boyolali. Jam tubuhku mengisyaratkan waktu sarapan telah lewat ketika kami pulang dari Gancik Hills Top pagi itu, perut keroncongan adalah salah satu tandanya, hehe..

Syukurlah, ternyata mobil ‘pajero’ yang kami tumpangi kembali menuju Sekretariat Dewi Sambi melaju dengan mantab menuruni jalan berliku itu dan tak lama kemudian berhenti di salah satu pertigaan di Desa Samiran. Lho, kenapa kami tidak berhenti di Sekretariat? Dan, ada keramaian apa di depan sana??

Keramaian di Desa Samiran di akhir pekan itu…

Ternyata, kami telah sampai di lokasi Pasar Tiban Duit Batok, yang akan menjadi tempat sarapan peserta pertemuan ke-14 FK Deswita Jawa Tengah di pagi itu. Hm, tak terlihat tatanan meja prasmanan ataupun meja dan kursi untuk makan di sekitar sana, sebaliknya terlihat suasana khas pasar yaitu adanya beberapa pedagang yang dikerumuni para pembeli, dan beberapa peserta  sudah lesehan sambil menikmati sarapannya. Wah, tampaknya asyik… makan apa saja sih, mereka itu??

Seorang panitia menyambut kami yang baru turun dari mobil bak terbuka itu, lalu mengarahkan kami ke pos penukaran koin yang akan digunakan membeli makanan/minuman yang kami inginkan sebagai sarapan. Ohya, koin atau alat tukar yang digunakan unik lho..

Money changer ala Dewi Sambi

Sesuai dengan namanya Pasar Tiban Duit Batok, alat tukar / koin yang digunakan itu terbuat dari ‘bathok’ / tempurung kelapa, yang dibentuk lingkaran dengan lobang di tengah. Tiap koin dihargai Rp. 2.000,- Adapun harga jajanan yang dijual di sana bervariasi, ada yang hanya berharga 1 duit, 2 duit, dst.

Alat tukar di Pasar Tiban Duit Batok

Pagi itu aku memilih sarapan Gendar Pecel (1 duit), Dawet ketan (2 duit), arem-arem (1 duit) dan Cengklung (1 duit). Teman-teman lain ada yang memilih Soto ayam (2 duit), Bubur Pati ganyong (1 duit), bakso (4 duit), susu sapi segar (2 duit), Apem (1 duit), Bubur Lemu (2 duit), dll… Wis tah, murah meriah dan nikmaaat… 😃

Ini dia Dawet Ketan & Gendar Pecel sarapanku pagi itu

Waah, senang rasanya menikmati kembali pecel dengan Gendar, bukan nasi / lontong seperti yang mudah kutemui di kotaku. Oya, bagi yang belum tahu, Gendar adalah olahan nasi setengah matang yang diberi ‘bleng’ lalu ditanak lagi hingga matang, selanjutnya dihaluskan dan dipadatkan, baru setelah dingin diiris-iris seukuran satu suapan. Gendar Pecel atau Gendar Jangan adalah makanan kesukaanku di masa kecil di Salatiga -yang ada di kaki Merbabu- jadi, pagi itu aku sarapan sambil bernostalgia..haha…

Semangkuk Dawet Ketan yang hangat dan manis menyusul sepincuk Gendar Pecel itu, meredakan alunan keroncong di perutku. Oya, pagi itu aku juga mencicipi Cengklung yg rupanya minuman khas di Samiran. Apa itu Cengklung?

Menuang Cengklung

Cengklung adalah nama yang disematkan pada wedang berwarna coklat kemerahan, yang dibuat dari jahe, kapulaga dan rempah-rempah lainnya, dengan pemanis gula Jawa. Disajikan dalam mangkuk kecil, cocok diseruput hangat-hangat di suasana pagi menjelang siang yang masih terasa agak dingin.. Kata mas-mas penjualnya, dinamakan Cengklung karena tiap kali minuman ini diambil dari gerabah yang mewadahi wedang ini, alat -semacam siwur kecil- yang digunakan untuk mengambil / nyiduk (bahasa Jawa) berbunyi ‘blung-blung’.. Lhah, kenapa bukan ‘ceblung’ / ‘cemplung’ namanya mas? hihi.. *abaikan

Penampilan Cengklung memang sederhana, tapi rasanya…istimewa!

Begitulah, sarapan di pasar jajanan Dewi Sambi yang mereka sebut Pasar Tiban Duit Batok ini cukup berkesan bagi kami. Terlihat para peserta wira-wiri memilih jajanan kesukaan masing-masing, sementara para penjual juga berwajah sumringah dan menawarkan dagangannya dengan ramah.

Jajanan pasar rata-rata 1 duit batok harganya

Menurut hasil wawancara salah seorang rekan kami, para pedagang itu adalah warga desa setempat, yang hanya berdagang makanan di lokasi itu pada akhir pekan saja. Ada yang sehari-harinya membantu suaminya di pasar, ada yang berjualan di kantin sekolah, dll.

Ngiras Dawet Ketan hangat seharga 2 duit batok

Puas makan pagi -diselingi sesi pepotoan sana-sini sambil hahahihi- kami pun beranjak meninggalkan lokasi, menuju homestay untuk bersiap mengikuti acara selanjutnya yaitu jalan-jalan ke Alam Sutera. Apa pula itu, dan bagaimana keseruan kami di sana? Tunggu di post selanjutnya tentang Alam Sutra yaa…

Tentang Pasar Tiban Duit Batok ini, teman-teman bisa baca juga tulisan teman-teman Blogger Deswita berikut ini :

http://www.doyanjalanjajan.com/2018/03/ada-pasar-tiban-duit-batok-di-dewi-sambi.html

http://www.hidayah-art.com/2018/03/beli-sarapan-pakai-duit-bathok-di-pasar-tiban-desa-samiran-selo-boyolali.html

30 Comments

  1. Pingback: Berkunjung ke DEWI SAMBI (1) : Gancik Hills Top |

  2. Pingback: Wonderful Indonesia : Menikmati Keelokan Dewi Sambi |

Leave a Reply to mechtadeera Cancel reply

Required fields are marked *.