LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Bersukaria Menyusuri Kawasan Kota Lama Semarang

| 93 Comments

Bersukaria Menyusuri Kawasan Kota Lama Semarang

Lalang Ungu. Bersuka ria menyusuri kawasan Kota Lama Semarang, itulah yang kami lakukan beberapa waktu yang lalu, tepatnya hari Sabtu 15 September 2018. Sore itu, aku dan rekan-rekan blogger Semarang mendapat undangan untuk jalan-jalan di Kawasan Kota Lama Semarang. Mau tahu keseruan jalan-jalan kami? Yuk mariii…

Waktu menunjukkan pukul 4 sore ketika aku sampai di Taman Srigunting yang menjadi meeting point acara sore itu. Rupanya ruas Jl. Letjend Suprapto masih ada perbaikan jalan yang belum selesai, sehingga sebagian jalan ditutup, alat-alat berat masih bekerja, seng-seng mengganggu pemandangan dan debu beterbangan di sekitar sana. Duuuh…asli bikin mood ndlesep deh! Apalagi saat mengamati seputar taman, belum kutemukan sosok-sosok wajah yang familiar, membuatku berprasangka buruk : jangan-jangan kegiatan sore ini nggak seasyik yang kuharapkan.. 😔

Tapi segera saja pikiran buruk itu kutepis jauh-jauh. Nggak adil banget ya berprasangka buruk hanya karena menemui kondisi awal yang kurang menyenangkan. Lagi pula, aku kan sudah niat banget ikut acara ini karena akan mendapatkan pengalaman baru mengenal sebagian Kota Semarang sambil mengetahui sejarahnya, bukan hanya sekedar sight seeing seperti yang beberapa kali ini telah kulakukan di kawasan Kota Lama ini. Maka, semangatku timbul kembali, melangkah mantab memasuki Taman Srigunting dan mengambil tempat duduk di salah satu bangku yang masih kosong. Sambil menunggu kehadiran teman-teman lainnya aku pun mengambil gambar beberapa sudut taman untuk mengisi waktu.

Alhamdulillah penantian itu  segera berakhir. Satu demi satu teman-teman blogger datang, demikian juga orang-orang lain, yang kuperkirakan peserta acara ini juga karena mereka berkumpul bersama di sekitar kami, di bawah salah satu pohon rindang yang ada di taman itu. Lalu datang seorang mas-mas membawa semacam tanda dengan logo Bersukaria Walk. Nah, ini dia salah satu panitia acara ini, pikirku.

Dan dugaanku tidak salah. Mas-mas itu kemudian memperkenalkan diri -Dimas Suryo namanya- sebagai storyteller dari Bersukaria Walk yang akan menemani kami jalan-jalan sore itu. Sebelum jalan-jalan dimulai, dia mengabsen peserta satu persatu..wah banyak juga lho..lebih dari 30-an kalau tidak salah. Peserta tidak hanya dari blogger namun juga volunteer kegiatan Festival Kota Lama. Selanjutnya Dimas menjelaskan bahwa acara ini adalah pre event Festival Kota Lama, sebuah acara yang akan diselenggarakan pada 20-23 September 2018 ini, dengan taglineBeda Masa Satu Rasa“. Dalam rangkaian Festival Kota Lama ini akan dibuka jadwal walking tour yang spesial yaitu menggambarkan multi cultural di Semarang.

Dimas dari Bersukariawalk menyapa para peserta tour sore itu

Dan inilah rangkuman jalan-jalan kami sore itu di Kota Lama Semarang :

Kawasan Eropa.

Rute walking tour sore itu dimulai dari kawasan di sekitar Taman Srigunting, di mana gedung-gedungnya berarsitektur Eropa. Bersebrangan dengan Gereja Blendhuk (GPIB  Immanuel) yang memiliki kubah khas berwarna merah dan berbentuk mblendhuk, terdapat gedung kantor asuransi Jiwasraya yang menjadi persinggahan pertama kami.

Gedung Jiwasraya ex NILLMIJ yg dibangun the 1916an

Gedung ini dibangun sekitar tahun 1916 oleh Thomas Karsten dan merupakan bekas kantor Nederlandsc Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij (NILLMIJ) sebuah perusahaan asuransi terbesar di Hindia Belanda. Perusahaan ini kemudian mengalami peleburan dengan beberapa perusahaan kolonial Belanda dan 1 perusahaan Nasional, kemudian pada 1973 beralih menjadi BUMN.

Bersama teman2 blogger Di depan Gedung Jiwasraya eks NILLMIJ (Foto by Milzam)

Berdekatan dengan gedung ini adalah gedung tua yang saat ini menjadi sebuah rumah makan. Sebelumnya gedung ini pernah menjadi bangunan pastori dari Gereja Blendhuk, lalu sempat pula menjadi gedung Pengadilan. Oya, beberapa waktu lalu aku pernah memasuki rumah makan ini, terlihat masih terawat dengan struktur khas arsitektur eropanya. Aku suka jendela-jendela besarnya, yang membuat pengunjung di dalam dapat menikmati lalu lalang orang & kendaraan di luar ☺

Kami pun melanjutkan perjalanan, menyusuri trotoar dengan pemandangan gedung-gedung tua di kanan-kiri jalan. Sebagian masih terawat baik, namun ada pula yang tampak kusam tak terawat seperti bangunan-bangunan yang ditinggalkan di kota mati 😔  Oya, kami sempat berhenti sejenak, menikmati alunan musik dari biola yang dimainkan oleh seorang seniman jalanan. Waaah..asyik juga!! 👍

Singgah sebentar, menikmati alunan musik seniman jalanan

Setelah melewati jalan kecil di mana ada sebuah jendela tua dikelilingi akar pohon tua –pasti teman-teman sudah sering lihat di IG ya..karena memang tampaknya telah menjadi foto vintage sejuta umat..hihi.. -maka kami pun sampai di ruas jalan lain, yang kanan-kirinya adalah bangunan-bangunan tua (yang sayangnya tampak tak terawat) yang konon pernah menjadi salah satu daerah perdagangan di Semarang.

Jelang senja di Kota Lama

Kami terus melanjutkan langkah menuju pemberhentian berikut yaitu bekas kantor Oie Tiong Ham Sang Raja Gula dari Semarang. Rupanya saat ini bangunan ini juga difungsikan sebagai cafe / rumah makan.

Di depan eks Kantor Sang Raja Gula Semarang (Foto by Milzam)

Masjid Pekojan

Perjalanan terus berlanjut, menuju ke daerah Pekojan. Kami melewati Masjid Jami’ Pekojan, masjid tertua kedua di Kota Semarang. Nama Pekojan berasal dari kata Koja -daerah perbatasan India-Pakistan- tempat asal para pendatang yang melakukan syiar Islam juga para pedagang yang singgah dan kemudian menetap di kampung ini, sejak sekitar 1,5 abad lalu.

Masjid ini menjadi simbol pemersatu umat muslim di daerah ini, yang saat ini penduduknya merupakan asimilasi beberapa etnis yang ada di Semarang, a.l etnis Tionghoa, Arab, Eropa dan Jawa. Di masjid ini juga masih dilestarikan budaya-budaya unik dan khas, antara lain pemberian makanan gratis berupa Bubur India yang dilakukan setiap bulan Ramadhan. Oya, ada sebatang Pohon Bidara tua di lingkungan masjid Pekojan, unik karena pohon ini merupakan pohon khas Timur Tengah.

Pohon Bidara di Masjid Pekojan Semarang

Kampung Bustaman

Dari Masjid Pekojan, perjalanan berlanjut ke Kampung Bustaman. Ternyata salah satu kampung bersejarah di Kota Semarang ini merupakan pemukiman yang padat dengan gang-gang sempit yang berkelak-kelok. Gang-gang itu rupanya juga menjadi tempat warga bersosialisasi. Sekedar ngobrol atau jagongan, maupun berdagang makanan/minuman dilakukan warga di sana.

Bekas tiang listrik, salah satu tetenger Kp Bustaman

Oya kami sempat melihat ‘peninggalan sejarah’ berupa sepotong kayu yang dulu merupakan tiang listrik. Konon di kampung ini juga ada sebuah sumur tua yang tak pernah surut airnya dan tetap bagus meskipun daerah ini termasuk daerah rob. Namun kami tidak sempat melihat langsung sumur itu. Mungkin lain kali ya..

Beberapa tulisan & gambar dinding di Kp Bustaman

Terdapat graffiti-graffiti di beberapa dinding kampung ini, antara lain bergambar seekor kambing. Oh, ternyata kampung ini dikenal pula sebagai Kampung Kambing, pusat penjualan kambing kurban dan salah satu kekayaan kulinernya adalah Gule Bustaman yang merupakan warisan dari Ki Bustam, pendiri kampung sejak th 1814 lalu. Salah satu tulisan di dinding yang cukup mencolok adalah “Tengok Bustaman”. Apa itu?

Ternyata, Tengok Bustaman adalah sebuah kegiatan yang digagas warga untuk melestarikan budaya yang ada, digelar 2 tahun sekali sejak 2013. Di acara ini pengunjung dapat mengenal tradisi-tradisi Bustaman misalnya ‘gabyuran Bustaman’ juga menikmati pertunjukan seni dan kuliner Bustaman tentunya! Duuh..jadi ingin ikut Tengok Bustaman juga nih kapan-kapan..

Klenteng Tay Kak Sie

Persinggahan terakhir walking tour sore itu adalah di Klenteng Tay Kak Sie. Klenteng tua yang berada di daerah Gang Lombok Semarang yang merupakan kawasan pecinan terbesar di Kota Semarang.

Klenteng Tay Kak Sie ini awalnya didirikan tahun 1746 untuk memuja Dewi Kwan Sie Im Po Sat -Sang Dewi Welas Asih- lalu kemudian berkembang untuk memuja Dewa-Dewi Tao lainnya.

Menurut Wikipedia, nama Tay Kak Sie ini berarti ‘Kuil Kesadaran Agung’ , tertera pada papan nama di pintu masuk klenteng, dengan catatan tahun 1821-1850 yang merupakan tahun pemerintahan Kaisar Dao Guang dari Dinasti Qing.

Atap Klenteng Tay Kak Sie berhiaskan sepasang naga

Mentari sudah turun ke peraduannya ketika kami sampai di klenteng tua ini. Tak banyak waktu untuk menikmati keindahannya…namun tak luput dari mata kami, indahnya hiasan atap klenteng berupa dua naga itu. Konon, sepasang naga di atap tersebut merupakan simbol penjaga klenteng dari pengaruh jahat. Sebelum meninggalkan klenteng kami pun berfoto bersama, kenang-kenangan serunya walking tour Kota Lama di sore itu.

Foto bersama peserta Walking Tour bersama Bersukariawalk (Foto by Milzam)

Nah teman, itulah sekilas cerita keseruan kami bersukaria menyusuri kawasan Kota Lama Semarang pada Sabtu 15 September lalu. Yang penasaran dengan detil tempat-tempat yang kami kunjungi silakan kepoin akun IG Bersukariawalk dan mendaftar pada rute-rute walking tour pilihan yang mereka selenggarakan secara rutin. Eh, akupun ingin ikut juga rute-rute lainnya lho..hehe .

Teman-teman pernah jalan-jalan di Kota Lama juga? Yuuk bagi pengalamannya di kolom komen ya… Terima kasih…

93 Comments

  1. Pingback: Serunya Ultah ke-4 Gandjel Rel di Resto Pringsewu Kota Lama Semarang |

  2. Pingback: Bangunan Cagar Budaya Indonesia, tak kenal maka tak sayang… |

  3. Pingback: Kangen Piknik? Ikut Virtual Tour Saja! |

Leave a Reply to mechtadeera Cancel reply

Required fields are marked *.