LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Kawasan Budaya Jetayu

Bangunan Cagar Budaya Indonesia, tak kenal maka tak sayang…

| 84 Comments

Bangunan tua di sudut Stasiun Pekalongan

Bagunan Cagar Budaya Indonesia, tak kenal maka tak sayang… Pagi itu, dari balik jendela kereta, aku kembali melihat bangunan tua tak terawat itu. Itu memang bukan kali pertama mataku tertambat ke bangunan tua di salah satu sudut Stasiun Pekalongan. Hampir setiap kali kereta meninggalkan stasiun ke arah barat, mataku tertambat pada bangunan itu. Entah kenapa…

Dan kemarin terlintas di benakku, berapa usia bangunan itu? Apakah seumur Stasiun Pekalongan? Apakah fungsi bangunan itu semula dan mengapa kondisinya tak terawat namun masih tetap dipertahankan? Apakah bangunan itu juga termasuk bangunan cagar budaya sebagaimana bangunan inti Stasiun Pekalongan, sehingga tak boleh diubah seenaknya apalagi dirobohkan?

Sampai saat ini, pertanyaan itu belum terjawab. Beberapa kali mencari referensi tentang daftar bangunan cagar budaya di Kota Pekalongan secara online belum berhasil dan aku belum berkesempatan mencari langsung ke Dinas Pariwisata setempat. Padahal aku penasaran sekali, bangunan apa saja sebenarnya yang masuk kategori cagar budaya dan harus terus dilestarikan itu?

Bagaimana dengan teman-teman, apakah kalian mudah menemukan daftar bangunan cagar budaya di kota / daerah kalian?

Beruntung sekali kalau begitu.. Dengan demikian, kalian mempunyai dasar yang jelas untuk turut membantu pelestariannya, minimal dengan mensosialisasikannya kepada masyarakat tentang keberadaan bangunan itu dan pentingnya untuk tetap dijaga kelestariannya.

Nah, kalau tidak tahu mana-mana saja bangunan yang harus dilestarikan dan apa sebab-sebab pelestariannya itu penting, rasanya agak sulit bagi kita untuk ikut melestarikannya atau minimal mensosialisasikannya, bukan?

Apa itu Bangunan Cagar Budaya?

Sebelum kita bahas lebih jauh, teman-teman sudah tahu kan apa yang disebut Bangunan Cagar Budaya?

Menurut UU RI No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dimaksud dengan Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau  di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Adapun yang dimaksud dengan Bangunan Cagar Budaya adalah  susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap, yang memenuhi kriteria : (1) berusia 50 tahun atau lebih; (2) mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun; (3) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama  dan/atau kebudayaan; (4) memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Nah…jika keluarga kalian memiliki rumah atau gedung yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut, boleh tuh didaftarkan menjadi Bangunan Cagar Budaya..hehe..

Perda Cagar Budaya di Kota Pekalongan

Di Kota Pekalongan sendiri memang telah ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Cagar Budaya, yaitu Perda Kota Pekalongan No 14 Tahun 2015, di mana dalam lampiran penjelasannya disebutkan bahwa peraturan daerah tentang Cagar Budaya ini sangat diperlukan karena di Kota Pekalongan terdapat karakter Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya yang tidak sedikit jumlahnya, antara lain :

  • Kawasan Cagar Budaya Jetayu, terkait sejarah Kota Pekalongan dan gaya arsitektur Kolonial;
    Kawasan Budaya Jetayu

    Bangunan Cagar Budaya di Kawasan Jetayu Pekalongan (searah jarum jam) : Museum Batik, Gedung Ex Karesidenan Pekalongan, Gedung TV Batik dan Gedung Kantor Pos Pekalongan

    Di kawasan budaya Jetayu ini kita dapat menjumpai bangunan-bangunan cagar budaya Kota Pekalongan, al : Museum Batik Pekalongan, menempati gedung yang dibangun sekitar tahun 1900 dan pernah menjadi pusat administrasi 17 pabrik gula se-eks Karesidenan Pekalongan; Gedung Eks Karesidenan Pekalongan merupakan sebuah gedung yang dibangun sejak tahun 1850 oleh Residen J van der Eb, namun tercatat pertama kali digunakan oleh Residen George Johan Peter van de Poel;  Gedung TV Batik yang berlokasi di sebelah kanan Museum Batik merupakan gedung Djawatan Pendidikan yang awalnya digunakan sebagai kantor yayasan pendidikan MULO di masa penjajahan; dan Gedung Kantor Pos Pekalongan yang menampakkan kekhasannya berwarna merah oranye ini didirikan sekitar tahun 1920.  Masih ada beberapa cagar budaya lainnya di Kawasan jetayu ini, a.l : Tugu Mylpall, Jembatan Loji, dll.

  • Kawasan Kampung Arab, kawasan Cagar Budaya dalam konteks permukiman etnis Arab dan budaya islam;
    Bangunan Cagar Budaya Kampung Arab

    Rumah Batik Madubronto, salah satu bangunan cagar budaya di Kampung Arab Pekalongan

    Di Kampung Arab di Kelurahan Sugihwaras Kota Pekalongan ini kita dapat menelusuri jejak sejarahnya sebagai pusat perdagangan batik. Konon, di daerah inilah ditentukan harga akain mori di seluruh Indonesia, lho…

  • Kawasan Kota Lama Pecinan sebagai  kawasan perkotaan Pekalongan pada jaman dahulu dan seni budaya etnis Tionghoa.
    Bangunan cagar budaya Kawasan Pecinan

    Rumah Jaksa, bangunan cagar budaya di Kawasan Kota Lama Pecinan Pekalongan

    Di kawasan pecinan Kota Pekalongan ini kita banya menemui beberapa rumah bersejarah lainnya, antara lain rumah Kapiten dan juga Rumah Beskal / Jaksa di waktu itu.  Di kawasan ini juga dapat kita jumpai Klenteng Po An Thian yang dibangun sejak tahun 1882 dan sampai saat ini masih kokoh berdiri dan berfungsi sebagai rumah ibadah Tri Dharma.

Bangunan Cagar Budaya di Kota Pekalongan

Sedangkan mengenai Bangunan Cagar Budaya di Kota Pekalongan, menurut Kabid Kebudayaan Dinparbudpora Kota Pekalongan dalam berita Radar Pekalongan tanggal 30 Nopember 2018, saat ini telah terdapat 25 Bangunan Cagar Budaya di Kota Pekalongan yang telah tercatat secara Nasional, antara lain : Museum Batik, Gedung Batik TV, Kantor PT Pertani, Kantor Pos, Kantor Kejaksaan, Lapas Pekalongan, Gedung SMA 1, Gedung SMP 13, Masjid Jami’ Kauman dan Masjid Sapuro.

Alhamdulillah aku sudah pernah mengunjungi sebagian besar bangunan cagar budaya yang disebutkan itu. Kondisi saat ini memang cukup bagus dan terawat, meskipun saat berjalan-jalan ke Kawasan Pecinan dan Kampung Arab, ada banyak juga terlihat bangunan tua yang kurang terawat sehingga tampak menyedihkan dan bahkan berkesan seram / menakutkan. Mungkin bangunan-bangunan tak terawat itu tidak termasuk kriteria cagar budaya…

Ingin tahu asyiknya mengunjungi bangunan cagar budaya di Pekalongan? Baca juga : Menelusuri jejak sejarah ARJATI di Kota Pekalongan

Pemugaran, salah satu upaya pelestarian Bangunan Cagar Budaya

Menurutku, salah satu upaya pelestarian bangunan-bangunan cagar budaya itu adalah dengan melakukan pemugaran terbatas (dengan tidak merubah bentuk / struktur asli) dan memfungsikan gedung tersebut meskipun dengan fungsi yang berbeda dari sebelumnya. Tentu saja ini membutuhkan modal yang cukup besar, oleh karena itu tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah namun juga swasta atau kerja sama keduanya.

Sudah pernah jalan-jalan ke Kota Lama Semarang akhir-akhir ini? Nah, kalian akan melihat kawasan ini semakin hidup dan indah dengan adanya pemugaran gedung-gedung tua dan difungsikan lagi dalam keseharian.

Gedung Spiegel Semarang

Gedung tua SPIEGEL di Kota Lama Semarang yang kembali tampil cantik setelah pemugaran

Sebagaimana kita ketahui, bangunan cagar budaya yang terletak di Jl. Letjend Suprapto 34 Semarang ini dulunya adalah sebuah toko yang menyediakan berbagai macam keperluan barang rumah tangga ataupun peralatan kantor, milik perusahaan Winkel Maatschappij “H Spiegel” yang berusaha sejak tahun 1895 dan renovasi baru dilaksanakan pada tahun 2015 yang kemudian sebagian gedung ini difungsikan sebagai tempat makan.

Baca juga : Bersukaria menyusuri Kawasan Kota Lama Semarang

Selain itu, beberapa waktu lalu aku juga pernah mengunjungi De Tjolomadoe, bangunan pabrik gula yang sempat mangkrak alias terbengkalai namun sekarang kembali tampil cantik dan difungsikan sebagai tempat wisata.

Baca Juga : De Tjolomadoe : Warisan manisnya industri gula di masa lalu

Bagaimana bila kita tak punya dana ataupun sarana untuk pemugaran, tak dapatkah kita berpartisipasi untuk pelestariannya?

Tentu saja dapat!

Cari tahu tentang bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di sekitar kita, kunjungi, buat foto-foto menarik dan tuliskan kunjunganmu serta pengetahuanmu tentang bangunan-bangunan itu di blog ataupun akun-akun sosial media yang kau miliki. Ajak pembaca atau followermu untuk mengenal lebih jauh bangunan-bangunan itu dan arti penting pelestariannya. Dengan makin banyak dikenal akan makin banyak yang aware terhadap keberadaannya. Jangan sampai tiba-tiba suatu bangunan bersejarah ‘dihilangkan’ karena dianggap tak lagi berguna akibat tak mendatangkan keuntungan ekonomi maupun sosial…

Begitulah, teman… Menurutku, penting bagi kita untuk mengenal bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di sekitar kita. Mengenal sejarahnya dan mengetahui arti penting pelestariannya. Selanjutnya kita dapat membantu melestarikannya dengan cara kita, misalnya dengan memanfaatkan media sosial yang kita punya untuk kampanye pelestarian bangunan-bangunan cagar budaya itu, antara lain dengan memposting foto atau tulisan tentang Bangunan Cagar Budaya Indonesia yang ada di sekitar kita, sejarahnya, kondisi terkini, pentinya untuk terus melestarikannya, dll.  Dengan tulisan-tulisan kita di blog ataupun posting foto-foto di IG, FB ataupun Twitter, diharapkan masyarakat atau minimal teman-teman / follower kita dapat makin mengenal bangunan-bangunan cagar budaya di sekitarnya. Dengan mengenal maka akan makin sayang, makin berusaha keras untuk merawatnya, dan dengan tegas makin mudah menjatuhkan pilihan: rawat atau musnah!

Bagaimana menurut kalian, Sahabat Lalang Ungu? Ohya, ikutan Kompetisi ‘Blog Cagar Budaya Indonesia : Rawat atau Musnah!’ yuuk…

Lomba Blog Cagar Budaya Indonesia

84 Comments

Leave a Reply to mechtadeera Cancel reply

Required fields are marked *.