Kisah Uang Nyasar

Lepas maghrib itu, Pak Harun melipat sajadah yang baru saja dipakainya, sambil mengamati Andi -putra bungsunya- yang kali itu terlihat khusu’ berdoa sedangkan biasanya paling cepat ngabur segera setelah mereka selesai berjamaah sholat maghrib.

“Hm, doa apa saja, Dek?” tanyanya kemudian kepada Andi, setelah anak itu menyelesaikan doanya.

“Aku minta pada Allah, agar rejeki Ayah banyaaaak…”

“Aamiin… Untuk apa, Nak?” tanya Bu Harun yang ikutan penasaran dengan doa panjang bungsunya itu.

“Yaa… agar aku segera dapat sepeda baru yang kuinginkan, Bunda..” jawab Andi polos.

Maka tawa Pak Harun, Bu Harun dan Tuti -kakak Andi- pun berderai,  “Aamiin….” sahut mereka kompak.

“Ohya Ayah, siang tadi ada tamu yang mencari Ayah. Kelihatannya penting sekali,” kata Bu Harun.

“Hm… siapa, Bu? Kenalan kita?”

“Tampaknya wajah baru, Yah… Katanya, malam ini dia akan datang kembali.”

“Oh baiklah, kita tunggu saja nanti.”

*** Continue reading “Kisah Uang Nyasar”

Jasmerah di Monjali

“Jangan sekali-sekali melupakan sejarah “ 

Itu kalimat yang sangat terkenal, diucapkan oleh Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia.  Kalimat yang sering disingkat sebagai Jasmerah itu kembali menggaung di telinga kami ketika kami mengunjungi Monjali ( Monumen Jogja Kembali ) pada Jum’at 28 Pebruari 2014 yang lalu.

Adalah Pak Gunadi, pemandu berusia 76 tahun yang kembali mengucapkan kata-kata bersejarah yang merupakan pesan dari salah satu founding father bangsa ini. Pemandu sepuh  itu dengan penuh semangat menguraikan arti di balik pesan Presiden RI pertama itu, dan menceritakan kembali sejarah perjuangan bangsa, khususnya yang berkaitan dengan didirikannya MONJALI yaitu sejarah agresi militer Belanda di Jogjakarta pada tahun 1948-1949 itu, berhasil menggelorakan kembali rasa cinta tanah air di hati kami, yang (terus terang) seringkali lupa akan sebagian sejarah bangsa ini. Continue reading “Jasmerah di Monjali”

Jarak antara menanam dan memanen..

” Hindari budaya quick fix, berfikir jangka pendek, cepat beres dan tidak sabar. Untuk sukses ada jarak antara saat menanam dan panen, inallah maa shabirin..”

***

Itu adalah status yang tertulis di wall FB Muhammad Syafii Antonio yang kubaca kemarin, yang kurasa sangat tepat mengingat kondisi yang banyak kita temui pada saat ini, oleh karena itu ku kutip di sini untuk kujadikan catatan tersendiri.

Tak sedikit pula yang menyebut masa kini adalah masa jaya ‘Budaya Instan’ :  semua serba dicari mudahnya atau cepatnya, tidak hanya pada sarana prasarana yang melengkapi kehidupan kita, namun sampai juga ke perwujudan suatu keinginan ataupun cita-cita.

Ingin kaya, ingin sukses, ingin terkenal ….. semua ada cara instannya, begitu promosi yang seringkali kita jumpai -entah terang-terangan ataupun umpet-umpetan …  Dan sebagaimana biasanya iklan, yang dikedepankan adalah sedikitnya upaya yang dikeluarkan dan besarnya hasil yang didapatkan… Tak disinggung mengenai benar-tidaknya proses yang akan dilakukan, sesuai atau justru bertententangan dengan norma-norma yang ada, dsb.

Ada jarak antara MENANAM dan MEMANEN

Ada jarak antara menanam dan memanen.  Itu kalimat yang aku suka, menjelaskan bahwa ada proses yang harus dilalui dengan sabar. Ada upaya dan kerja keras di antara kondisi ‘tanam’ dan ‘panen’. Dan proses itupun harus dilakukan dengan benar. Bila cara menanam salah.. belum tentu kau akan panen sesuai harapan… Continue reading “Jarak antara menanam dan memanen..”