“Nah, sebentar lagi sudah sampai di kamar Sinta.” Riana mencoba menghibur diri sendiri karena dirinya masih merinding. Cepat-cepat langkahnya diayun, sampai akhirnya dia berhenti tiba-tiba saat melihat sebuah tempat tidur dorong melaju cepat ke arahnya.
Dengan cepat Riana menepi dan setengah membalikkan badannya agar tidak melihat tempat tidur yang sedang didorong beserta isinya itu. Deja vu kah ini? Sekilas kejadian 2 tahun lalu pun terbayang lagi…
Malam itu ia sedang berlarian di lorong rumah sakit yang sama setelah mendapat telepon bahwa kakaknya mendapat kecelakaan & dirawat di rumah sakit itu, ketika langkahnya harus terhenti karena sebuah tempat tidur didorong dengan tergesa melewatinya, dengan sesuatu tertutup seprai putih di atasnya. Ia sudah hendak melanjutkan langkahnya ketika tiba-tiba dilihatnya sebuah tas ungu yg tergeletak di atas tempat tidur itu juga, sebuah tas yg diyakininya milik Dewi kakaknya & membuatnya menghentikan tempat tidur itu : sosok kakaknya yg sudah tak bernyawa di balik selimut itu, sangat mengguncang jiwanya!
Kejadian itu memang sempat membuatnya trauma terhadap rumah sakit, namun akhirnya waktu membuatnya berhasil mengatasi rasa traumanya itu, terlebih sejak seminggu ini ketika harus bergantian dengan mamanya untuk menjaga Sinta adik bungsunya yang sedang sakit dan dirawat di ICU rumah sakit ini.
Riana menghalau bayangan buruk itu dari pikirannya, bersama dengan lewatnya tempat tidur yang di dorong dengan tergesa oleh sang petugas. Suasana temaram di lorong itu membuatnya segera mempercepat langkah menuju kamar ICU di ujung lorong sana.
Napasnya yang agak memburu karena berjalan cepat tadi tiba-tiba tercekat ketika ia membuka pintu kamar UGD dan mendapati tempat tidur paling tepi yang biasanya ditempati Sinta, sudah kosong!
Ya Allah… kemana Sinta? pikirnya kalut… Apakah kejadian yang sama akan terulang lagi? hatinya kian ciut. Jangan-jangan pasien yang didorong tadi….
“Mbak, cari adiknya?” suster di pojok ruangan beranjak mendekatinya.
“Eh… iya, Sus.. Kok Sinta tidak ada?”
“Mbak Sinta sudah dipindah mbak…”
“Haah?! Ada apa dengannya, Sus? Kenapa kami tidak diberi tahu? Apa dia yang baru saja saya temui di lorong? Tapi, tak ada mama yang menyertai pasien tadi… Mana mama saya, Suster???” kepanikan melanda hati Riana membuatnya memotong penjelasan suster itu.
“Mbak, tenang dulu… Mari, kita keluar dulu agar tak mengganggu pasien lainnya..”
“Tapi, Sus.. ” Riana agak memberontak dengan air mata yg bercucuran, namun suster itu dengan tegas menggandengnya keluar, diikuti tatapan beberapa keluarga yg menunggu pasien di ICU itu.
“Mbak, sesuai dengan perkembangannya yang makin membaik dan atas persetujuan dokter, adik mbak sudah boleh pindah ke ruang rawat biasa. Saat ini dia ada di ruang Mawar 3 ditemani ibu mbak..” jelas suster itu.
Cesss…. serasa segalon air dingin menyiram & menyejukkan hati Riana, membuatnya terduduk lemas dan membisikkan kata : Alhamdulillah, Ya Rabb…
#479 kata
12 Comments
Leave a reply →