Sebenarnya, aku sudah lamaaa…ingin menikmati indahnya panorama Bromo. Terlebih bila melihat foto-foto cantik sunrise di Bromo… Wiih, makin ngiler saja! Makanya ketika melihat penawaran jalan2 ke Bromo ala backpackeran dari sebuah agen tour jadi berminat juga. Sayangnya, pas ditanggal yg ditentukan itu aku tak bisa ikut. Namun rupanya, Allah masih memberi kesempatan padaku untuk ke sana. Pada akhir pekan kemarin, aku dan beberapa teman kerja akhirnya bergabung untuk jalan2 singkat ke Bromo & Malang dari tgl 6-8 Juni 2013. Alhamdulillah… 🙂
Kami berangkat Kamis pagi dari Pekalongan melalui rute selatan ( Solo – Ngawi – probolinggo), perjalanan relatif lancar, meskipun beberapa kali sedikit macet dan akhirnya baru sampai di RM Bromo Asri Probolinggo pada hari Jumat pukul 3 dini hari. Memang bus kami hanya mengantar sampai sana, lalu kami meneruskan perjalanan dengan mobil sewaan, menuju desa Ngadisari, lalu dengan Jeep sewaan berisi max 8 org, menuju Penanjakan untuk menyongsong matahari pagi itu.
Sayang…, rupanya kami terlambat datang. Sampai di Bukit Cinta di sana, sudah sekitar jam 5 dan momen terbitnya Sang Surya sudah terlewatkan… tapi, tak apalah… masih ada sisa-sisa fajar yg bisa dinikmati di subuh itu. Setelah hari semakin terang, kami pun menuruni bukit itu, kembali menaiki jeep menuju lautan pasir di kaki Gunung Bromo, dimana kami kemudian berjalan kaki menuju kawah Bromo.
Menikmati sisa kabut, angin dingin menemani kami melangkahkan kaki melewati hamparan pasir luas itu. Di sebelah kiri terlihat Gunung Batok, tetangga si Gunung Bromo yang sangat berbeda penampilannya. Kalau gunung Bromo terlihat gagah dengan pasir dan lereng batu hitam tanpa satu pohon pun…, maka Gunung Batok sebaliknya tampak lebih hijau dengan adanya tumbuhan di lerengnya.
Di tengah lautan pasir itu juga terdapat sebuah pura yang digunakan oleh masyarakat Hindu Tengger, Pura Luhur Poten namanya. Pura tempat pemujaan Dewa Brahma ini dibangun tahun 2000, digunakan untuk upacara-upacara sakral masyarakat Hindu di Tengger, misalnya Upacara Tirta Yatra / perjalanan spiritual memohon air suci.
Oya, kami memilih berjalan kaki melintasi lautan pasir itu hingga mendaki menuju kawah Bromo, bukan karena tak ada sarana transportasi lain! Ada buanyaaak kuda yg ditawarkan untuk dinaiki hingga dasar anak tangga ke kawah, sekitar Rp. 100.000,- PP. Namun kami takut kuda! haha…
( Sayangnya, banyaknya kuda yg menjadi alternatif transportasi itu, menyebabkan banyaknya ‘ranjau’ di lautan pasir itu, sehingga kami harus berhati-hati melangkah apabila tak mau terkena ranjau kotoran kuda itu.. Hii… 🙁 )
Meskipun sepanjang jalan tukang-tukang kuda mengiringi langkah kami dan menawarkan jasa tapi kami tetap tak beralih pikiran : memilih menggunakan kedua kaki sendiri! Dan alhamdulillah… meski agak krenggosan, kami toh sampai juga di kaki Bromo, menapaki ke-240 (atau 250 ya?) anak tangga yang ada dan… sampai di pinggir kawah yg masih aktif itu. 😀
Subhanallah… rasa lelah menuju bibir kawah itu terbayar, saat duduk ngglesot di atas sana sambil menebarkan pandang ke bawah… lautan pasir, sisa kabut dan langit luas…
Perjalanan pulang relatif lebih mudah, kali ini ditemani sinar hangat mentari jam 8 pagi… lumayan menyilaukan, hehe.. sambil melihat-lihat pemandangan dan sesekali mengistirahatkan kaki di depan para pedagang suvenir ataupun pedagang minuman menggelar dagangan mereka…
Alhamdulillah… Bromo… indahmu sudah kunikmati, meski terlewat satu momen indah di awal pagi.. Tapi tak apalah, semoga suatu hari nanti kudapat kembali dan menikmati indahnya terbit mentari di sini… Aamiin…
14 Comments
Leave a reply →