Beberapa waktu lalu, saat ibu kondur ke rumah kami di Semarang, beliau sempat bersih-bersih sebuah almari di kamar swargi Simbah Putri yang sudah cukup lama tak pernah dibuka lagi. Nah, saat bersih-bersih almari itulah, ibu menemukan beberapa barang yang bisa dikatakan sebagai ‘harta karun’ bagi kami.
Barang-barang apakah itu???
Segenggam berlian atau kah segepok uang?
Hehe…. bukaaan… Sama sekali bukan keduanya. OK deh… biar tak berlama-lama penasaran, ini dia penampakan barang-barang itu . Taaraaaa….. (*diiringi suara drum khayalan..) :
Haah?? cuma buku-buku kumal begitu?? Harta karun dari Hongkong?!
Ups, maaf ya teman… Bagi kalian, mungkin itu memang sekedar buku-buku kumal, namun bagi keluarga kami, itu setara dengan harta karun, karena itu adalah buku-buku berisi tulisan tangan dari almarhum Mbah Kakung -bapaknya ibu- yang sudah meninggal ketika ibu kecil dan sama sekali belum pernah kami -cucu & buyut beliau- kenal secara langsung.
Selama ini kami hanya mengenal beliau melalui cerita dari Mbah Putri atau ibu, kami hanya tahu bahwa beliau adalah seorang guru SR yang seda saat ibu kami berumur 8 tahun, dimakamkan di tempat tugas beliau yang terakhir yaitu Semarang, kota yang kemudian menjadi kota kedua dalam sejarah hidup kami setelah Kota Salatiga yang menjadi kota kelahiran kami.
Alhamdulillah, salah satu buku itu berisi catatan khusus yang dibuat oleh almarhum Mbah Kakung, tentang cerita masa kecil beliau hingga masa-masa awal tugas beliau sebagai guru SR / setingkat SD . dari catatan itulah kami menjadi lebih mengenal beliau.
Uniknya, khusus catatan kisah hidup beliau itu tertulis dengan huruf jawa alias ha-na-ca-ra-ka sedangkan buku lain berisi catatan tentang bahan mengajar beliau tulis sudah dengan huruf latin. Terus terang aku dan kakak-adikku kesulitan membaca catatan yang beliau sebut Lajang Babad Lelakone Kasija itu, namun alhamdulillah ada ibu yang masih lancar membaca huruf-huruf tradisional itu.
Akhirnya aku dan ibu berkolaborasi mengabadikan catatan peninggalan Mbah Kakung itu. Ibu yang membaca / mendiktekan catatan simbah itu sementara aku langsung mengetikkannya kembali -masih dalam bahasa Jawa- dan nantinya bertugas menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia, agar cucu & buyut dari Mbah Kasiyo Priyosudarmo dapat membaca & mengambil hikmah dari catatan beliau itu. Insya Allah…
Pingback: Kumpul-kumpul di libur Lebaran. |
Pingback: Lajang Babad Lelakone Kasijo (1) |