Hai Sahabat Lalang Ungu, jumpa lagi kita di rumah mayaku ini. Semoga sahabat semua senantiasa sehat dan berbahagia ya.. Sahabat, kali ini aku akan menuliskan pengalamanku membaca sebuah buku menarik yang berjudul : Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi. Buku ini ditulis oleh Ibu Amanda Katili Niode untuk merayakan 50 tahun perjalanan beliau sebagai seorang pegiat lingkungan atau -kalau menurut istilah beliau- sebagai pegiat harmoni bumi.
Nah, sebelum kuceritakan tentang kesan-kesanku setelah membaca buku ini (dan siap-siap ceritaku panjaaang lho..hehe), ada baiknya kita sampaikan terlebih dahulu tentang identitas buku ini.
Identitas Buku
Judul Buku : Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi.
Penulis: Amanda Katili Niode, Ph.D.
Penerbit: CV Diomedia – Solo Jawa Tengah
Cetakan Pertama: Oktober 2024
Jumlah Halaman: xxxviii + 420 hal
Ukuran Buku: 15 x 23 cm
ISBN : 978-623-8228-51-5
Harga : Rp. 145.000,00 (belum termasuk Ongkir)
Kesan Pertamaku pada Buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi”
Cantik. Ya, itulah kesan pertamaku saat pertama kali menatap buku ini. Sampul depannya bergambar seorang perempuan sedang duduk santai sambil membaca buku di atas sebuah sampan yang disangga dua tangan yang muncul dari dalam air, sangat menarik bagiku. Kesan berikutnya adalah suasana damai yang terlihat, mungkin karena dominan warna biru muda dan warna pastel lainnya pada sampul depan buku ini. Seolah-olah buku ini mengajakku segera duduk membacanya dan menemukan kedamaian kemudian… Cantik dan artistik 😍
Menarik dan Membuat Penasaran. Tema pelestarian lingkungan memang hal yang selama ini cukup menarik buatku, meski kadang-kadang kepentok juga pada istilah-istilah teknis yang menurutku tidak selalu mudah ku mengerti, haha.. Sebagian kata dalam sub judul buku ini pun menggelitik keingin tahuanku: Pegiat Harmoni Bumi. Profesi apakah itu? Sama kah dengan pelestari lingkungan, atau berbeda lagi?
Berat. Haha…maafkan itulah kesan berikutnya yang kurasakan setelah memegang buku ini. Maklum saja..420 halaman lebih tentu saja berpengaruh pada bobot yang tercipta. Tapi…apakah itu artinya buku ini akan menjadi ‘berat’ juga untuk dicerna atau sebaliknya pengalaman membacaku akan mengasyikkan dan menuntaskan rasa kepenasaranku terhadap kegiatan Ibu Amanda Katili sebagai Pegiat Harmoni Bumi? Yuk..capcus baca ulasan ini sampai tuntas ya .
Kesanku Setelah Membaca Buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi”
Pertama kali membuka buku ini, kita akan disuguhi testimoni dari 17 tokoh yang mempunyai beragam latar belakang keilmuan dan aktivitas, tentang buku ini. Dan membaca testimoni-testimoni tersebut langsung membuat rasa penasaranku akan buku satu ini semakin membesar!
Buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini terdiri dari 11 Bab dengan didahului Sekapur Sirih oleh Dr. Nurmala Kartini Sjahrir (Duta Besar dan Ketua Majelis Wali Amanat USU), Tentang Penulis dan Prolog, serta ditutup dengan Epilog, Daftar Pustaka dan juga Galeri Foto.
Apa Saja yang Dibahas dalam Buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini?
Nah, ini dia daftar judul bab dalam Buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini:
- Bab 01. Mengenal Bumi, Nilai dan nasibnya
- Bab 02. Menggalang Memoar Untuk Bumi
- Bab 03. Mengukir Landasan Pendidikan
- Bab 04. Mengembangkan Profesi Harmoni Bumi
- Bab 05. Menuju Masa Depan Berkelanjutan
- Bab 06. Mendunia Dalam Dialog Global
- Bab 07. Membawa Perubahan dengan Kata
- Bab 08. Menginspirasi Melalui Climate Coaching
- Bab 09. Mewacanakan Filsafat, Ilmu dan Teknologi
- Bab 10. Mengangkat Citra Kuliner Lokal
- Bab 11. Menjalin Kolaborasi Pemuda
Tanpa bermaksud meremehkan bab-bab lain, dari sebelas bab yang telah kubaca tersebut, ada 2 bab yang paling menarik perhatianku, yaitu pada Bab 1 dan Bab 10.
Mau tahu kenapa? Ini dia alasannya:
Bab 01 Mengubah Cara Pandangku Terhadap Bumi
Apa yang kau ketahui tentang Bumi?
Bila pertanyaan itu diajukan kepadaku, maka selama ini jawabanku hanya klise saja. Bahwa bumi adalah tempat kita/manusia hidup sementara sebelum berpindah ke alam keabadian. Kita harus mengelola bumi dengan baik karena itulah yang ditugaskan Tuhan kepada kita selaku khalifah di muka bumi ini.
Nah, ternyata melalui buku ini -masih di Bab 1 malahan – aku sudah diingatkan tentang nilai bumi yang sebenarnya, jauh melebihi dari apa yang kupahami selama ini.
… Bumi bukan hanya tempat tinggal, tetapi sebuah entitas yang keberadaannya memiliki nilai sejati yang erat kaitannya dengan nasib manusia. … (DDZ Bab 01 – hal 2)
Dalam Sub Bab “Memahami Nilai Bumi” pada Bab 01 ini dituliskan bahwa bumi menyediakan sumberdaya alam yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup berbagai spesies, selain itu proses alam seperti fotosintesis, siklus karbon dan perputaran nutrisi menjaga keseimbangan dan kestabilan lingkungan hidup. Dengan demikian, kesehatan Bumi secara langsung mempengaruhi keberlanjutan dan kesejahteraan ekosistem alam serta kehidupan yang bergantung padanya. (DDZ, Bab 01 Hal 6).
Selain itu pada Bab 01 ini juga diperkenalkan sebuah perspektif baru terkait daya tampung maksimal Bumi sebagai “rumah” bersama. Merujuk pada sebuah artikel pada jurnal ilmiah Nature pada tahun 2009 yang berjudul A safe operating space for humanity, disebutkan bahwa terdapat batasan lingkungan kritis yang harus dijaga agar Planet Bumi tetap berada pada kondisi aman bagi peradaban manusia. Batasan tersebut mencakup : (1) Perubahan Iklim; (2) Integritas Biosfer; (3) Aliran Biogeokimia; (4) Penggunaan Air Tawar; (5) Perubahan Tata Guna Lahan; (6) Asidifikasi Lautan; (7) Penipisan Ozon Stratosferik; (8) Aerosol Atmosfer; dan (9) Entitas Baru.
Ternyata di tahun 2009 sudah ada 3 batas terlampaui yaitu perubahan iklim, integritas biosfer dan aliran Biogeokimia. Pada 2015 terdapat 4 batasan terlampaui yaitu 3 yang terlampaui di tahun 2009 ditambah batasan baru terlampaui yaitu penggunaan lahan. Dan terakhir di tahun 2023 (hanya dalam waktu 14 tahun) ternyata batasan yang terlampaui telah bertambah menjadi 6 batasan! (DDZ, Bab 01-Hal 19-22)
Aduuuuh…jadi makin deg-degan, nggak tuh? Bumi semakin menua adalah fakta. Masih mau berleha-leha dan mengabaikan upaya menjaga bumi? Aku sih tidak!
Bab 10 Menginspirasi Untuk Menjaga Bumi Melalui Sistem Pangan Ramah Iklim dan Mengangkat Citra Kuliner Lokal
Sebagai seorang yang sehari-hari bertugas di bidang pertanian dan pangan sejak 8 tahun terakhir ini, aku sangat tertarik dengan gagasan-gagasan, hasil penelitian dan juga catatan-catatan kegiatan di bidang pangan dan kuliner yang dituangkan oleh Ibu Amanda Katili pada bab ini.
Melalui ‘Omar Niode Foundation‘ Ibu Amanda Katili dan keluarga berperan aktif dalam meningkatkan kepedulian pada kualitas sarana pendidikan serta sumber daya manusia di bidang budaya, pertanian, pangan dan kuliner.
… Sejatinya, makanan merupakan ekspresi identitas budaya dan kebanggaan lokal, serta memiliki peran besar dalam pelestarian lingkungan. (DDZ, Bab 10 – Hal 294)
Sistem Pangan (cara kita memproduksi, mengolah dan mengkonsumsi makanan) adalah sebuah paradoks. Sistem Pangan saat ini juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan menyebabkan sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.
Tertulis dalam Bab 10 halaman 296 bahwa setiap makanan memiliki jejak karbon yang berbeda sehingga kita harus berhati-hati dalam memilih agar pilihan makanan dan pola makan kita dapat mengurangi dampak perubahan iklim. Dituliskan pula bahwa dengan bersikap peduli terhadap makanan dan pasar rakyat dapat membantu melestarikan akar kuliner sehingga membantu menjaga tradisi kuliner agar tetap hidup.
Omar Niode Foundation mengangkat citra kuliner lokal tidak hanya di kancah kuliner Nasional namun sudah memasuki panggung dunia kuliner internasional melaui buku-buku, kegiatan maupun kolaborasi yang mengangkat citra makanan lokal/ makanan khas Nusantara.
Pada bab ini aku juga belajar mengenal Climate-smart eating atau ‘pola makan cerdas iklim’, yang menganjurkan masyarakat untuk secara sukarela membantu menyelamatkan planet bumi dengan mengurangi kandungan gas rumah kaca pemicu perubahan iklim dari makanan yang dipilih.
Pola ini dapat diterapkan antara lain melalui: (1) memperbanyak konsumsi biji-bijian, buah-buahan dan sayuran dan mengurangi daging, sehingga emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan lebih sedikit; (2) mengurangi limbah makanan; (3) memilih makanan yang diproduksi melalui teknik pertanian cerdas iklim yaitu strategi pertanian untuk mengamankan ketahanan pangan berkelanjutan dalam kondisi perubahan iklim (DDZ, Bab 10 – Hal 307)
Sebuah pola yang bagus bukan? Wah, ini hal baru yang bisa kami pelajari lebih dalam sebelum kami sosialisasikan kepada masyarakat melalui kelompok binaan OPD kami nih ..
Banyak sekali kelebihan buku ini, apakah tidak ada kekurangan nya?
Memang tidak ada gading yang tak retak ya Sahabat, begitu pun buku ini tidaklah sempurna. Ada beberapa kesalahan ketik / typo yang kutemui namun secara keseluruhan tidak mengganggu saat ku membaca buku ini.
KESIMPULAN
Sahabat Lalang Ungu, tak terasa sudah panjang sekali tulisan ini. Jadi kesimpulan ulasan ini: aku mendapatkan banyak hal yang mencerahkan dan menginspirasi melalui buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini, tidak hanya dalam hal pelestarian lingkungan namun juga prinsip-prinsip kehidupan yang dianut Ibu Amanda Katili yang terbaca melalui memoar ini. Yang jelas, buku 420 halaman lebih ini samasekali tidak ‘berat’ untuk dibaca. Tulisannya bab per bab mengalir lancar dan enak dibaca karena menggunakan pilihan kata, istilah bahkan melalui pemilihan analogi yang mudah dimengerti dan juga alur tulisan jelas dari awal hingga akhir. Sebuah buku yang bab demi bab nya mengajakku berpikir dan menginspirasi untuk terlibat lebih jauh dalam menjaga bumi.
Banyak pesan-pesan penting yang kutemukan di buku ini, dan di antaranya ada dua pesan dari Ibu Amanda Katili melalui buku ini yang menurutku perlu digarisbawahi. Pertama, pesan yang beliau tuliskan pada bagian akhir prolog buku ini, yaitu : “Apa pun itu, yang penting adalah memulai berbuat. Karena dalam setiap langkah kecil yang diambil untuk Bumi, benih untuk masa depan yang lebih baik ditaburkan” (DDZ, Prolog – Hal xxxiv) dan yang kedua adalah “Pada dasarnya setiap orang, selaku bagian dari masyarakat, dapat membantu menjaga Planet Bumi, dengan mengubah kebiasaan masing-masing dan membuat pilihan yang tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.” (DDZ, Bab 05 – Hal 145).
Sekali lagi, aku benar-benar bersyukur berkesempatan membaca buku bagus yang juga telah menginspirasiku turut menjaga Bumi melalui banyak cara ini. Sahabat Lalang Ungu, apakah kalian juga ingin mendapatkan pengalaman membaca yang mengasyikkan dan menginspirasi melalui buku yang tidak hanya membahas isu pelestarian lingkungan namun juga pengembangan diri? Capcus, baca buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini juga yuuk..
5 Comments
Leave a reply →