LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Ketika layar misteri terkuak ….

| 10 Comments

Gemuruh tepuk tangan penonton yang tadi meramaikan suasana sekitar panggung maupun jeritan & hiruk pikuk  yang sekejap kemudian menggantikannya , seolah hanya ilusi semata saat ini.  Ada sepi yang menggigit hati ketika Inspektur cantik itu memeriksa tubuh Mudhoiso – sang Cakil yang malam itu menjadi korban sebenarnya dalam pementasan berdarah itu.

Keheningan masih meraja, ketika akhirnya Inspektur Suzana mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk memeriksa nadi Mudhoiso.   ” Sudah tak tertolong lagi…” ujarnya lirih, namun seakan suara petir menggelegar di telinga perempuan muda yang duduk terpekur di ujung panggung itu.

“Ya Allah… kenapa bisa begini??” bisiknya tak kalah lirih, mungkin hanya pada diri sendiri.  Tangannya bergetar hebat, dan tanpa disadarinya airmata menganak sungai di pipi mulusnya.  Ketika memejamkan matanya, kejadian-kejadian sebelumnya tertayang ulang secara slow motion di benaknya : gerak-gerak tari yang dilakukannya berpasangan dengan Mudhoiso, gerakan – gerakan baku yang sudah berulangkali mereka lakukan sehingga mereka berdua seperti sudah otomatis dalam melakukannya…, lalu adegan terakhir itu… senyum yang harus diulasnya saat meninggalkan panggung ketika tubuh Cakil ambruk… lalu layar  yang turun perlahan diiringi gemuruh tepuk tangan penonton… kemudian jeritan teman-teman main ketika menyadari kejadian yang sebenarnya, bahwa Sang Cakil tergorok keris sungguhan dan sedang meregang nyawa…. Duuh… Rikmo Sadhepo pun tersedu…  Iapun masih tersedu ketika Inspektur Suzana menghampirinya, ditangannya ada sebilah keris luk 9 yang masih bernoda darah dan terbungkus plastik bening.

“Maaf mbak, anda harus kami tahan untuk penelitian lebih lanjut…” begitu katanya perlahan pada perempuan yang masih berbalut busana panggung Sang Arjuna itu.  Rikmo mengangguk lesu, lalu masih dengan kamisesegen iapun mengikuti Inspektur cantik itu.  Duh Gusti… nyuwun pangapunten… mugi2 dalem panjenengan paringi kekiyatan kangge ngadepi bebendu menika.. tangisnya kepada Sang Maha Kuasa, mengiringi langkah gontai Sang Primadhona…

***

Hari  berganti, Rikmo Sadhepo peraga Arjuna itu masih berada dalam tahanan kepolisian, sementara Inspektur Suzana beserta anak buahnya masih terus mengembangkan penyelidikannya.  Sang tersangka memang telah bekerjasama dengan baik dalam penyelidikan itu.  Ia menjawab dengan jujur semua pertanyaan, bahkan dengan tulus menyatakan harapannya agar misteri itu segera terkuak.  Jelas sekali gurat kesedihan yang masih memayungi hati sang tersangka, dan selama interogasi itu bahkan terungkap sebuah kisah asmara yang belum lagi mulai… Rupanya Sang Cakil dalam kehidupan nyata sedang menanti jawaban atas lamarannya pada Sang Arjuna!

Sebuah kisah asmara yang masih tersembunyi karena sesungguhnya Rikmo Sadhepo sudah dijodohkan dengan Tamtomo Putro, anak tunggal sang pemilik Padhepokan Wayang Orang Blogcamp Budhoyo itu.  Meskipun Rikmo sendiri sudah lama menaruh hati pada sosok tampan peraga Cakil itu, namun ia masih belum berani menentang kehendak orang-tuanya dan pimpinan padhepokan itu.  Dan sekarang, pujaan hatinya terbunuh, oleh tangannya sendiri…dapat dibayangkan betapa hancur hatinya…!

Apakah kisah cinta segitigalah yang menjadi pemicu pembunuhan ini?

Itulah yang masih terus diupayakan jawabannya oleh Sang Inspektur cantik dan anak buahnya.  Ada beberapa kejanggalan dari teori itu.. Kalau Putro Tamtomo ada dibalik semua ini, motifnya memang jelas… tapi, kapan kesempatannya menukarkan keris asli dengan keris properti itu? Ia bahkan tidak ada di kota ini selama seminggu kemarin.  Apakah ada orang suruhannya? Siapa kira-kira?

Hm. berbagai pertanyaan berkecamuk di benak Sang Inspektur cantik itu, dan ia mengarahkan anak buahnya untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan menguji semua hipotesa-hipotesa yang berlompatan di otak cerdasnya.  Meskipun tersangka sudah ditahan, introgasi terhadap semua karyawan Padhepokan itu tetap dilaksanakan, bahkan para penonton yang hadir malam itupun tak luput dari satu-dua pertanyaan.  Semuanya mengarah kepada pertanyaan utama : siapa yang paling mungkin menukar keris itu?

Setelah berbagai upaya ditempuh, banyak interogasi dilakukan, olah TKP di laksanakan dengan sebaik-baiknya… akhirnya titik terang itupun muncul juga.  Namanya Sukiran, karyawan yang baru beberapa minggu ini bekerja di padhepokan itu -yang tragisnya justru di bawa oleh Mudhoiso sendiri- akhirnya menjadi tersangka utama kasus itu.

Dia bekerja serabutan, namun satu-dua hari sebelum pentas itu, dia khusus membantu Mudhoiso dalam menyiapkan diri menjelang pentas.  Setelah melalui introgasi intensif beberapa jam sebelumnya, akhirnya dia mengaku sebagai orang yang menukar keris itu.  Dan apakah motivasinya? Apakah dia juga mengincar Sang Primadhona Rikmo Sadhepo?

Ternyata tidak… dia malah belum tahu kisah asmara Rikmo dengan Mudhoiso itu… Sukiran rupanya sepupu tunggal Mudhoiso, yang mengincar harta warisan pamannya-ayah Mudhoiso- yang meninggal sebulan sebelumnya, dan menyisakan Sang Cakil sebagai satu-satunya pewaris.  Sebagai seorang penjudi, Sukiran yang sedang terbelit hutang judi akhirnya gelap mata dan merencanakan pembunuhan sepupunya sendiri, orang yang notabene telah berjasa menghapus label pengangguran dari dirinya…

Ah, ternyata tak selamanya darah lebih kental dari air…..   Rupanya pepatah itu tak berlaku bagi Sukiran yang tak tahu diuntung…  Demikianlah, akhirnya layar misteri telah terkuak… menyisakan penyesalan yang terlambat bagi Sukiran dan mengukir getir di hati Rikmo Sadhepo – Sang Primadhona yang kehilangan Arjuna hatinya…

Tancep Kayon….

10 Comments

  1. Pingback: Pandangan Pertama : Kala kiblatku di depan mata…. |

Leave a Reply

Required fields are marked *.