LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Balada obat racikan…

| 6 Comments

Setelah berkali-kali tertunda, akhirnya hari Jumat kemarin terlaksana juga rencana untuk periksa ke RS, terlebih karena pada  hari Kamis nya rasa sakit di pinggang kananku semakin tak tertahan lagi, membuatku terpaksa izin pulang awal dan melewatkan hari di atas tempat tidur.

Jam masih menunjukkan pukul 7.15 ketika aku sampai di tempat pendaftaran RS ‘B’ namun calon pasien yang ngantri sudah memenuhi ruang tunggu, meskipun baru 45 menit kemudian pelayanan pendaftaran dimulai.  Dengan nomor antrian 058, akupun belajar bersabar menunggu giliranku dipanggil.

Alhamdulillah, ternyata itu bukan pelajaran kesabaran yang terakhir… karena setelah sampai di poli yang kutuju sesuai rujukan, pelajaran sabar Bab II dimulai… Sambil sesekali mengisi waktu dengan HP , kulihat banyak hal yang dilakukan orang-orang yang sedang menunggu : ada yang sibuk dengan HPnya, ada yg ngobrol dengan pengantar maupun sesama pasien, ada yang membaca, ada yang sibuk manyun saja di pojokan… ada pula yang bolak-balik alias wira wiri membuat pusing yang melihatnya..

Ndilalah, ketika kubuka FB kok ada status teman yang paaas banget menyentilku  : “Waktu akan terasa lambat bagi mereka yang menunggu, terasa panjang bagi mereka yang gelisah, terasa cepat berlalu bagi mereka yang bahagia, namun akan terasa abadi bagi mereka yang pandai bersyukur.”   Ah, rupanya aku masih kurang pandai bersyukur…

Akhirnya jam 11 kurang sedikit dokternya tiba, lalu giliranku diperiksa.  Setelah itu sempat 2x bolak balik antara poli itu & ruang radiologi, sebelum akhirnya menunggu (lagi) di depan apotik khusus peserta ASKES.  Naah… ternyata di situlah ujian sabarku yang sesungguhnya di hari itu 😉

Ketika aku sampai di sana, hanya ada 3 orang yang sudah menunggu duluan… kupikir, antrian itu tak akan lama, maka setelah menyerahkan resep akupun kontak adiku untuk penjemputan.  Ternyata perkiraanku sama sekali salah!  Tiga pasien sebelumku sudah dilayani, dan banyak lagi yang datang pergi setelah itu telah dilayani, sementara aku masih belum mendengar namaku dipanggil 🙁

Ketika suara adzan dluhur akhirnya terdengar dan aku masih belum dipanggil juga, aku bertanya pada petugasya.  “Ya bu, sebentar lagi…mohon ditunggu…” begitu jawabnya ngayem-ayemi.  Namun ternyata sampai suara  khotbah dari masjid terdekat tak lagi terdengar -tanda sudah hampir selesainya Jumatan- dan tinggal aku + seorang pasien lagi, masih saja aku belum dipanggil.  Akupun bertanya lagi (kali ini mungkin bila ada cermin di sana aku akan jeleh melihat wajah sengakku sendiri..) dan jawaban petugasnya adalah… “Obatnya racikan bu… jadi baru kami kerjakan…”

Ealaaah… lha kok nggak dari tadi-tadi?? Apa memang ada ‘peraturan’ bahwa resep dengan obat racikan  harus dikerjakan terakhir…tak perduli antrinya duluan?  Kalau memang begitu, mbok yao diberitahu sejak awal sehingga bisa ditinggal dulu bila ada keperluan mendesak, dan bukannya membiarkan pasien menunggu-nunggu tak pasti sambil ngomel2 -meski dalam hati- karena merasa ‘dilangkahi’ oleh yang antri belakangan…

Ternyata, aku masih harus banyak berlatih untuk sabar… Dan ujian sabarku hari itu, bernama obat racikan

kapsul

6 Comments

Leave a Reply

Required fields are marked *.