Sabtu pagi yang lalu, aku berkesempatan menemani ibu yang ingin mengantar kakak berobat ke Cirebon. Tadinya hanya adikku yang akan menemani ibu sekalian sebagai sopir ke Cirebon nantinya, tapi karena tahu hari Sabtu aku libur akhirnya ibupun minta ditemani pula olehku.
OK lah… mumpung ada kesempatan nyeneng2ke ibu, maka akupun menitipkan tugas sebagai bendahara di kelompok arisan kami yg akan pertemuan hari minggu pada kawan yang lain sehingga aku bisa bebas sabtu-minggu ngawal ibu.. Maka jadilah hari sabtu pagi kami berangkat naik bis menuju terminal Tegal dan menunggu jemputan kakak dari sana.
Kami baru bisa berangkat ke Cirebon siang hari setelah anak-anak pulang sekolah, langsung ke tempat praktek dokter yang kami tuju yaitu di jalan Lemah Wungkul. Nah..sambil menunggu kakak periksa dan ngantri ambil obat di apotik sebelahnya, kamipun duduk-duduk di pinggir jalan itu sambil menikmati semangkuk empal gentong yang lumayan maknyuss 🙂
Ketika akhirnya obat sudah didapat, kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di Cirebon sebelum pulang kembali ke Brebes. Tujuan pertama adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa untuk menunaikan kewajiban, sebelum jalan-jalan ke dalam kompleks Keraton Kasepuhan.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini adalah masjid tertua di Cirebon yang konon dibangun sejak 1480 M. Dari luar sudah terlihat keunikan masjid ini sejak dari dinding pagarnya yang berwarna batu bata mentah dengan pintu-pintu gerbang beratap dan berpintu cantik berwarna putih & hijau tosca. Juga atap masjidnya berbentuk semacam limasan, tidak mempunyai kubah sebagaimana masjid pada umumnya.
Ketika memasuki pintu gerbang masjid, berderet pengemis duduk bersila menadahkan tangannya…. Ah…jadi kurang nyaman rasanya, dan jadi teringat kenangan perjalanan ke Makam Sunan Gunung Jati yang juga sangat tidak nyaman karena buanyaaknya pengemis di sana. Sayangnya masjid sedang dibersihkan sehingga kami hanya bisa masuk sampai beranda masjid yang semacam pendapa luas dengan tiang-tiang kayu yang tampak tua. Suasana di dalam masjid sore itu agak remang-remang sehingga hasil fotoku kurang bagus… 🙁
Selesai sholat ashar kamipun menuju kompleks keraton. Petugas parkir sempat menginformasikan masuk kraton Rp. 8.000,- / orang, sedangkan kalau ingin sowan tambah lagi Rp. 100.000,-an. Karena sudah sore, rencana awal kami hanyalah melihat-lihat kompleks kraton & kalau bisa masuk ke museum2 yang ada.
Ternyata di tempat pendaftaran tidak ada tulisan jelas berapa harga karcis tanda masuknya, hanya disuruh mengisi buku tamu, lalu seorang diantara bapak-bapak yg ada di sana berkata akan mengantarkan kami keliling. Oo…nggak boleh keliling sendiri ya? Trus, biayanya berapa? Mereka bilang, gampanglah nanti…. nah…sudah mulai deh di hati timbul satu dua pertanyaan tentang hal ini…
Tapi akhirnya kamipun setuju masuk diantar bapak itu, yang menerangkan nama-nama lokasi / bangunan yg kami lewati ditambah sedikit cerita sejarah yang berkaitan dengan lokasi itu. Yaah..lumayanlah punya guide pribadi, hehe…. Ini adalah beberapa foto dari kompleks keraton Kasepuhan itu…
Agak kaget juga ketika hampir di akhir perjalanan kami dipersilahkan duduk di sebuah teras diantara rumah-rumah yang menurut pengantar kami itu adalah kediaman kerabat keraton… Hah, kami kan tidak ada rencana sowan dengan permohonan khusus sebagaimana yg tadi diceritakan si bapak itu diawal perjalanan? tapi karena sdh sampai di sana ya tak apalah dijalani saja acara sowan itu…
Secara keseluruhan kompleks Keraton Kasepuhan itu tampak bagus & bersih, namun ada beberapa bangunan / lokasi yang tampak kurang terawat, bekas taman air / taman sari disekitar sumur / sumber air keramat yang ada pohon Soka itu misalnya. Sayang sekali hanya tinggal dinding berlumut saja… piring-piring porselen kuno yang menghias dinding Siti Hinggil juga tampak kurang terawat… Juga perlu ada kepastian HTM maupun biaya guide di sana…
Begitulah, kunjungan singkat kami ke Keraton Kasepuhan atau dulu bernama Keraton Pakungwati Cirebon. Masih ingin ke sana lagi pada kesempatan lain karena masih ada lokasi yang belum kami masuki, museum-museum itu misalnya, atau galery di sebelah bangsal agung Pakungwati…. Mudah-mudahan akan datang kesempatan lain 🙂
Pingback: Hanya Sehari di Cirebon, Bisa Kemana Saja? |