“Tan, sepertinya kamu tuh cocoknya di Penyuluhan”
“Hah.. maksud mu, aku tuh ceriwis gitu ya?”
“Lha memang iya kan? Ceriwis mu itu akan berguna di jurusan itu…”
Kami pun tertawa bersama. Percakapan absurd itu terjadi di akhir masa Tingkat Persiapan Bersama / TPB yang merupakan tahun pertama kuliahku dan masa penentuan jurusan.
Oya, di tempat kuliahku -waktu itu- memang penjurusan mahasiswa baru dilakukan pada tahun kedua kuliah, sementara 2 semester awal disebut TPB dengan materi kuliah dasar : Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Ekonomi, Sosiologi, Manajemen, dll.
Pada akhirnya ke-2 jurusan yang kupilih berbeda dari saran temanku itu, meskipun ketiga jurusan itu masih sama-sama masuk fakultas Pertanian. Lalu 6 semester berikutnya aku selesaikan kuliahku di salah satu jurusan pilihanku, namun siapa sangka beberapa bulan setelah kelulusan justru aku diterima bekerja sebagai Penyuluh di salah satu instansi pemerintah! Sayangnya saat keterima itu aku sudah lost contact dengan temanku di TPB dulu itu.. Mungkin dia akan terbahak mengetahui tebakannya (sempat) benar 😁
Tahun berganti, dan ternyata masa tugas fungsional sebagai penyuluh/petugas lapangan itu hanya kujalani sekitar 3 tahun saja sebelum kemudian berganti tugas manajerial alias lebih banyak di belakang meja.
Tapi awal masa kerjaku itu sangat kunikmati dan setelah kuingat-ingat lagi, rupanya ketrampilan bicara yang kudapatkan selama menjalani tugas sebagai penyuluh itu sangat membantu dalam tugas-tugasku selanjutnya yang hingga saat ini (meski tidak sering) tetap saja mengharuskanku bicara di depan umum.
Apakah itu artinya aku memang suka berbicara di depan umum sejak lama?
Hmm, sebenarnya tidak. Jujur saja, sejak kanak-kanak hingga remaja aku cenderung pemalu. Lebih banyak diam terutama bila berada di lingkungan yang baru/kurang akrab. Berbeda bila ada di tengah keluarga atau sahabat (yang jumlahnya bisa dihitung jari sebelah tangan) maka -kata mereka- aku bisa menjadi terbuka, ceriwis bahkan cenderung pelawak!
Beruntung saat SMA aku ikut Pramuka. Di kegiatan inilah aku berkembang lebih baik, lebih berani berbaur dengan banyak teman baru dan mulai belajar berani bicara di depan umum, meski awalnya selalu mules saat harus melakukannya! 😁
Beberapa ‘kunci berbicara di depan umum’ yang kupelajari dan kupraktekkan adalah sebagai berikut:
- Kuasai tema / materi pembicaraan. Bukan menghafal teks ya.. Menguasai materi di sini adalah faham betul tentang apa yang dibicarakan. Mungkin dalam penyampaian/paparan hanya garis besarnya saja, namun dengan menguasai materi maka apabila ada pertanyaan/diskusi tentang apa yang kita sampaikan itu, kita dapat menjelaskan dengan baik.
- Kenali audience , jenis dan durasi acara. Dengan mengetahui siapa audience , jenis dan durasi acara ini maka kita bisa menyesuaikan isi materi maupun cara kita menyampaikan materi tersebut. Tentunya ada beda penyajian materi pada acara formal, setengah formal atau pun acara sersan (serius tapi santai), bukan?
- Lakukan interaksi dua arah dengan audience dan atau pembicara lain. Nah, ini sangat penting agar sesi bicara kita tidak monoton atau kalau istilah kekiniannya jadi garing dan akhirnya bikin bosan dan ngantuk. Ice breaking di awal paparan atau joke-joke kecil di sela penyampaian materi, adalah contoh-contoh interaksi ini.
- Sering-sering latihan. Ingat kata orang bijak : practice make perfect. Semakin sering kita berlatih berbicara di depan umum, insyaAllah akan makin luwes dan bahan pembicaraan yang sudah kita rencanakan sebelumnya itu akan mengalir dengan sendirinya 🙂
Baca juga : 3 hal penting dalam persiapan dialog on air
Nah itu tadi tentang pengalamanku berbicara di depan umum. Beda lagi dengan pengalamanku dalam hal menulis. Sahabat Lalang Ungu mungkin sudah banyak yang tahu bahwa hobi ku yang satu ini kumulai sejak remaja.
Berawal dari menulis buku harian / diary sejak masa SMP, lalu mulai berani mengirim tulisan pada saat SMA dan akhirnya mulai mengenal blog sebagai wadah menulisku sekitar 12 tahun lalu. Melalui blog aku tidak hanya dapat mengembangkan hobi menulis (dan akhirnya mewujudkan impian lama ku menerbitkan karya dalam bentuk buku) namun juga telah banyak memberi hal baik lainnya.
Ya, Alhamdulillah menulis / ngeblog telah membuka banyak pintu rezeki bagiku, tidak hanya berupa uang/materi namun yang lebih berharga lagi adalah pengalaman dan jaringan pertemanan yang menyenangkan. Bisa bergabung dalam komunitas blogger adalah salah satu hal yang kusyukuri dari aktifitas menulis dan ngeblog selama ini.
Nah, salah satu komunitas yang kuikuti adalah Gandjel Rel, komunitas blogger perempuan Semarang. Komunitas yang pada 22 Februari nanti akan berulang tahun ke-8 itu juga telah banyak membantuku dalam membangun jejaring pertemanan yang menyenangkan untuk tumbuh dan maju bersama. Banyak kesempatan mengembangkan potensi yang kupelajari di Gandjel Rel tidak hanya dalam dunia menulis/ngeblog saja (misal sharing Tips Menulis Kreatif di Media On line a la Agus Mulyadi di ultah ke-4 Gandjel Rel), namun juga di bidang-bidang lain. Salah satunya kesempatan mencoba skill public speaking. Aku dan mba Wati -anggota Gandjel Rel lainnya- diajak berbagi cerita tentang berkebun yang diadakan secara live IG menjelang ultah Gandjel Rel tahun 2022 lalu.
Begitulah, berbicara di depan umum (public speaking) dan mengungkapkan opini/pendapat melalui tulisan memang keduanya telah akrab dalam keseharianku bahkan menjadi bagian dari pekerjaanku. Tapi, kalau disuruh memilih antara menulis atau berbicara di depan umum, maka aku lebih memilih menulis. Jujur saja, aku merasa lebih nyaman saat menulis daripada saat harus berbicara di depan umum. Menuangkan ide/opini/bercerita melalu tulisan lebih kusuka karena bisa kulakukan tanpa harus tampil alias bisa tetap ‘di balik layar’ 😁
Kalau kalian Sahabat Lalang Ungu memilih mana antara menulis dan public speaking? Yuk, bagi pendapatnya di kolom komen yaa.. Terima kasih..
19 Comments
Leave a reply →