Akhir pekan kemarin, aku harus ke Semarang karena ada acara keluarga. Berhubung kondisi jalan darat Pekalongan – Semarang masih rawan macet akibat adanya titik-titik perbaikan jalan yang lamaaa… gak selesai-selesai, sehingga waktu tempuh yang biasanya 2 jam bisa muluuuur hingga 3-4 jam, maka akupun memutuskan untuk menggunakan….kereta api!
Halaah… sama-sama perjalanan darat juga ya? hihi… Etapi, naik KA ke Semarang -saat ini- tetap lebih menjanjikan kenyamanan daripada naik bus / travel / bahkan kendaraan pribadi, lho….
Pertama, karena tak harus bermacet-macet ria di jalan raya dalam musim kemarau yang belum juga berakhir ini, kedua karena KA itu kendaraan darat yg ‘menang-an’ (lha iya to…, kan semua kendaraan harus berhenti kalau Si ‘Ular Naga’ ini mau melintas.. hehe…) maka waktu tempuh relatif singkat dibanding Bus, travel, mobil, dll…
Singkat kata, aku memutuskan naik Kaligung Mas -meskipun sekarang ada kereta Pemalang Expres, yg relatif baru- hari Jumat siang, agar sampai Semarang sebelum surup sehingga kalaupun tak ada yang bisa menjemput masih berani naik taksi ke rumah. Dan, tentu saja aku memilih kursi yang di dekat jendela, agar bisa cuci mata dengan pemandangan sepanjang jalan. Alhamdulillah aku dapat tiket kursi Nomer (A) untuk keberangkatan dan kursi Nomer (E) untuk tiket pulangnya.
Siang itu cukup banyak penumpang yang menunggu kereta di stasiun, rupanya karena long weekend tahun baru Islam. Tapi kami menunggu dengan tenang dan nyaman karena stasiun yang bersih dan alhamdulillah kereta juga tepat waktu.
Sayangnya, keinginanku untuk menikmati pemandangan dengan nyaman di kursi sebelah jendela gagal total, gara-gara aku menemukan kursi itu sudah diduduki seorang gadis. Awalnya aku kira aku yang salah kursi, namun setelah mencocokkan nomer gerbong & nomer kursi sesuai tiketku, aku yakin memang benar kursi itu seharusnya hak ku. Ketika aku menanyakan kepada gadis itu, berapa nomor kursinya, yang menjawab adalah wanita muda yang duduk di sebelahnya (di tengah, karena bangku itu untuk 3 orang) yang rupanya mereka satu keluarga.
Awalnya ibu itu menjawab nomer (A), tapi ketika kutunjukkan tiketku Nomer (A) dengan cueknya dia bilang, “Ah ya benar..memang di sini. Ini kan untuk A sampai C,” lalu iapun asyik lagi dengan HP-nya.
Jadi… nomer tiket mereka pastinya bukan A dan mereka tahu pasti akan hal itu (karena penampilan mereka menampakkan orang yang berpendidikan) namun mereka cuek saja memakai yang bukan haknya. Hm…, hal-hal seperti inikah salah satu alasan perlunya ‘revolusi mental’ ? 🙁
OK deh, karena malas ribut akhirnya aku duduk di kursi Nomer (C) alias dekat gang itu. Berusaha tetap menikmati perjalanan dan tak mau menjadikan kejadian menyebalkan itu merusak keasyikan perjalanan itu.
Nah, itu cerita pada perjalanan berangkat. Pada perjalanan pulang, ada cerita lain lagi.
Diserobot lagi, kursinya?
Haha…bukaan… Dalam perjalanan pulang hari minggu siang itu, aku bisa dengan nyaman menikmati perjalanan. Meski, pada awal perjalanan itu sempat ada kejadian yang cukup heboh di gerbong kami.
Hanya beberapa menit setelah aku duduk manis di kursi pilihanku, masuklah sepasang suami istri dengan menggendong putri mereka dan duduk di seberang gang tempat dudukku. Anak dalam gendongan ayahnya itu -sekitar 5 tahunan- menangis sambil berteriak-teriak kencang. Rupanya ia tak mau naik kereta dan minta turun.
Amukan balita itu cukup heboh hingga menjadi perhatian orang segerbong, berbagai bujukan dilontarkan baik oleh kedua orang-tuanya maupun beberapa penumpang lain, namun tak mempan. Hampir setengah jam dia nangis histeris sambil teriak-teriak minta turun, sampai kereta berangkat dan akhirnya dia tertidur kelelahan…
Yang aku kagum, kedua orang tuanya sama sekali tak mencoba menghentikan amukan putrinya dengan bentakan apalagi tindakan kasar. Ayahnya hanya memeluknya erat dalam gendongan sambil membujuk dengan lembut dan begitupun ibunya. Wow… ternyata amukan balita bisa menjadi ujian kesabaran yang cukup berat yaa…
Dan.., aku tiba-tiba teringat cerita ibu duluuuu…. bahwa saat balita aku pernah rewel ketika pertama kali diajak naik bus. Aduuh…jangan-jangan aku dulu juga bertingkah seperti anak itu, ya? Kasihan sekali bapak-ibu saat itu, mungkin mereka berdua juga sempat bingung atau mungkin menanggung malu karena kelakuanku itu… 🙁
Iseng ku ketik pesan singkat pada ibu, menceritakan kejadian itu sambil bertanya apakah aku dulu juga begitu? Kalau ya, sungguh aku minta maaf karena telah membuat repot & malu bapak-ibu waktu itu. Alhamdulillah, dalam balasan pesannya ibu bilang saat itu aku memang rewel tapi tak sampai ngamuk seperti itu… Eh.., jangan-jangan ibu hanya ngayem-ayemi aku saja??? Ah.. hanya ibu dan Allah yang tahu kebenarannya…
Begitulah, cerita dua kejadian dalam perjalananku kemarin. Aku seperti menemukan dua cermin. Dua kejadian yang membuatku berkaca dan menorehkan catatan dalam hatiku. Yang pertama catatan bahwa diserobot hak nya itu menyebalkan, maka jangan sampai aku bertindak sama pada orang lain. Yang kedua, catatan untuk selalu mengingat & menghargai kasih sayang, perhatian dan kesabaran bapak-ibu yang telah mereka curahkan kepada kami putera-puterinya ini… Dan semoga akupun bisa seperti mereka.. Aamiin…
Ohya, weekend telah kembali datang… Jadi, selamat berakhir pekan dengan orang-orang tersayang, ya teman….
Pingback: Perempuan tangguh itu adalah ibu kami! |