Setelah beberapa kali menekan remote untuk mengganti-ganti saluran TV dan tak menemukan acara yang diminatinya, akhirnya Putri memutuskan untuk mematikan saja TV itu. Lalu dia menghampiri tempat tidur besar di sudut kamarnya dan menghempaskan diri di kasur empuk itu.
Dia tersenyum puas ketika melayangkan pandangnya menikmati kamar luas itu. Sudah lebih setahun dia menempati kamar indah itu, sejak Bunda menerima pinangan Oom Doni, duda kaya yang sekarang dipanggilnya Ayah. Lebih dua belas bulan telah berlalu namun tak juga berkurang rasa gembiranya menikmati kemewahan yang sekarang melimpahinya, dunia gemerlap yang tak disangka-sangka menggantikan kehidupan sederhana yang dulu dimilikinya berdua ibunya.
Putri memiringkan badannya, meraih Teddy Bear besar berbulu lembut yang menjadi hadiah dari ayah barunya setahun lalu. Seulas senyum kembali terukir di bibirnya. Esok adalah ulang tahunnya yang ke 14, dan ia yakin akan mendapat hadiah-hadiah indah lainnya dari orang-tuanya. Dan akhirnya Putri pun terlelap, masih dengan senyum yang terukir di bibirnya.
***
Pesta meriah itu telah usai dan teman-temannya telah meninggalkan rumahnya. Putri tak sabar membuka bungkusan-bungkusan kadonya. Senang hatinya melihat satu demi satu hadiah yang diterimanya. Ah, setahun lalu, hanya ada tiga bungkusan hadiah yang diterimanya. Satu boneka beruang dari ayah barunya, satu lagi tas sekolah cantik dari ibunya, dan satu tempat pinsil dari Tuti, teman sebangkunya dulu. Ya, dulu, karena sudah lama ia tak lagi sebangku dengan Tuti bahkan malam inipun Tuti tak diundangnya.
Yah, tahun lalu -kecuali Tuti- tak ada teman-teman yang mengucapkan selamat padanya, apalagi memberikan kado untuknya. Tahun lalu, ia hanyalah Putri -gadis sederhana yang tak diperhitungkan teman-temannya. Namun kini? Ah…lihat saja kado-kado bertumpuk itu… Dunia gemerlapnya membawa teman-teman baru, seolah madu yang menghadirkan kumbang-kumbang 🙂
Kado terakhir yang belum dibukanya, berbungkus kertas indah seperti kado-kado sebelumnya. Putri menoleh kepada ibunya ketika meraih kado itu. Dilihatnya ada senyum di bibir ibunya, yang berdiri bersisian dengan ayahnya. Kado itu terasa ringan ketika ditimangnya… apakah isinya? Apakah ponsel baru seperti yang sedang diinginkannya? Tergesa ia membuka kado itu, dan tertegun ketika melihat isinya.
“Bunda…, ini kan…”
“Iya sayang, itu sepatu lama yang pernah menjadi kesayanganmu. Sepatu yang selama beberapa tahun menemani langkah ceriamu. Satu dari hal-hal lama yang tak lagi pernah kau sentuh. Kau tak lupa pada jasa-jasanya, bukan?”
Putri menggeleng, namun masih tak mengerti, mengapa Bunda membungkus sepatu butut itu sebagai kado untuknya.
“Nak, Bunda tak ingin kau lupa diri. Alhamdulillah, hidup kita memang telah menjadi lebih baik. Namun jangan pernah berubah karena harta, Nak… Harta hanya titipan sementara, jangan pernah jadikan ia Raja dalam hidupmu… “
19 Comments
Leave a reply →