Indonesia tanah air Beta
pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
tetap dipuja-puja bangsa
Reff :
Di sana tempat lahir Beta
dibuai dibesarkan Bunda
Tempat berlindung di hari tua
tempat akhir menutup mata
…
Sungguh Indah tanah air Beta
tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
bagi bangsa yang menujanya
Reff :
Indonesia Ibu Pertiwi
Kau kupuja Kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi
…
Mudah-mudahan, masih banyak teman yang tahu dan bisa menyanyikan lagu indah yang syairnya kutuliskan di atas. Ya, itu lagu Nasional berjudul Indonesia Pusaka buah karya Ismail Marjuki.
Selain lagu Padamu Negeri, itulah lagu wajib yang kusuka dan seringkali bikin hati nggregel saat mendengarkan atau menyanyikannya. Terus terang aku lebih familiar dengan bait & reff pertama, dan seringkali memang hanya 2 bait pertama itu saja yang kudengar dinyanyikan secara umum. Namun ketika mencari lirik lagu ini di ‘Lirik Lagu Wajib Nasional’ aku baru menemukan 2 bait terakhir yang melengkapi lagu ini.
Mendengarkan lagu ini, seringkali membuatku merasa malu.
Malu menjadi warga negara bernama Indonesia ini?
Bukan. Tentu saja bukan malu karena hal itu!
Lagu ini membuatku merenung akan hubungan antara aku dan Indonesia. Mestinya, hubungan itu adalah saling memberi, setara dan bukan timpang seperti sekarang ini.
Ya, aku lahir di tanah Indonesia. Dibesarkan dalam keluarga dengan kekerabatan khas Indonesia. Sekian belas tahun difasilitasi dalam belajar di lingkungan Indonesia, dan akhirnya bermata pencaharian pun masih di wilayah Indonesia.
Aku ikut bangga ketika nama Indonesia berkibar di dunia lewat kiprah putra-putri terbaik Bangsa. Ikut sakit hati ketika ada yang mengolok atau menghina negeri ini. Ikut sedih ketika carut-marut bangsa diperbincangkan sana-sini. Tapi aku tak mau ikut larut dalam caci-maki bangsa sendiri. Karena aku sadar, aku belum bisa memberikan solusi. Mencaci-maki negeri sendiri menurutku sama dengan peribahasa menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.
Begitu banyak yang sudah kudapat dari negeri ini, sebaliknya apa yang telah kuberikan pada negeri tercinta ini?
Nah… di sinilah aku selalu merasa malu. Ya, malu, karena belum banyak yang bisa kuperbuat bagi negeri ini.
Tahun ini, sudah lebih 2 Dasa Warsa kumengabdi pada negeri ini. Namun rasanya baru seujung kuku saja sumbangsihku dibandingkan dengan apa yang telah kunikmati.
Bersama rekan-rekan, kami membantu keluarga-keluarga meningkatkan kesejahteraan melalui upaya peningkatan penghasilan & pengurangan pengeluaran keluarga. Membantu para perempuan belajar mandiri dan tak hanya berhenti sebagai konco wingking suami dalam mengelola rumah tangga. Membantu masyarakat mengenali & membedakan antara ‘kebutuhannya’ dengan ‘keinginannya’ serta bersama-sama merencanakan serta melaksanakan kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan itu. Membantu masyarakat belajar menjadi pelaku pembangunan dan tidak berhenti sebagai obyek pembangunan semata.
Aku malu, karena baru mampu berperan kecil seperti itu, namun kerapkali telah merasa senang atas keberhasilan-keberhasilan kecil kami.
Ketika beberapa ibu peserta pelatihan menceritakan rasa senangnya karena tak ‘gaptek‘ lagi setelah mengikuti pelatihan singkat mengenalkan internet & kegunaannya, terbit bahagia di hatiku. Ketika kelompok usaha wanita berhasil memproduksi dan memasarkan produk unggulan mereka, sekerlip bangga singgah di hatiku. Ketika menemui banyaknya ibu-ibu di suatu kampung yang agak terpencil dengan kesadaran sendiri beramai-ramai membawa Balitanya untuk mendapat pelayanan kesehatan di Posyandu rasanya hilang capai akibat berjalan kaki menuju lokasi itu. Ketika masyarakat mau menerima sebuah program baru yang sesuai kebutuhan mereka, merasa memiliki dan akhirnya bersama-sama mengelola serta mengembangkannya… terbayar lunas semua waktu & tenaga yang ‘hilang’ saat mensosialisasikannya…
Ya, aku dan Indonesia memang masih jauh dari sempurna.
Tapi aku percaya pada sebuah proses. Aku masih dan akan terus berproses menjadi salah satu anak negeri yang berguna, begitu pula Indonesia ini juga sedang berproses menjadi sebuah negeri yang akan menjadi tempat berlindung & tempat akhir menutup mata yang terbaik bagi rakyatnya. Semoga kami mendapatkan kelancaran mewujudkannya. Insya Allah …
July 1, 2014 at 16:17
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
Dicatat sebagai peserta
Salam hangat dari Surabaya
Maturnuwun Pakde… mudah2an Pak Juri suka, dan Samsungnya berjodoh dg saya… hehe… Aamiin…
July 1, 2014 at 21:49
Tertunduk malu jauh di belakang Jeng Mechta, begitu banyak kuterima…apa yang tlah kubri….
Sekaligus bangga dengan jejak tapak yang telah Diajeng sematkan melalui pemberdayaan masyarakat
Selamat berderap dalam pelayanan Diajeng. Sukses ya di GA-nya Pakdhe, Samsung Galaxy menghampiri.
aih ibu…selalu membesarkan hati… 🙂 saya yakin, jejak yg panjenengan buat lebih panjaaang berderet, melalui beragam upaya mencerdaskan anak bangsa maupun pemberdayaan masy lainnya.. Semoga kita semua diberi kemudahan & kelancaran dalam menjalankan tugas kewajiban kita nggih Bu.. Aamiin… Suwun untuk support dan doanya, Bu Prih 🙂
July 2, 2014 at 11:55
lagu Indonesia pusaka itu syahdu banget, Mbak. Saya suka terharu dengernya
Ikutan GA saya juga, yuk, Mbak 🙂
http://www.kekenaima.com/2014/06/4th-giveaway-honestly-tunjukkan-lumia-mu.html
Iya.. suka mrinding mendengarkan lagu ini yaa… eh, aq ga punya Lumia tuuh, jd gak PD ikutan kontesnya.. klo yg Tanakita itu sdh usai ya?
July 2, 2014 at 12:26
banyak banget yang aku dapat dari Indonesia bun
Iya ya…sampai susah menghitungnya… Insya Allah, biarpun baru sedikit adalah yg bisa kita berikan buat negeri.. minimal bagi lingkungan terdekat kita, bukankah begitu Mbak Lidya? Yuuk.. meramaikan kontesnya Pakde 🙂
July 2, 2014 at 13:31
Gudlak ngontesnya auntiiiiie, semoga Indonesia jg bangga ya punya warga seperti kita 🙂
Insya Allah.. Aamiin… Pa kabar, Orin? Sudah ikut di kontesnya Pakde ini? 🙂
July 2, 2014 at 14:43
Alhamdulillah mbak sudah berbagi ilmu dan mencerdaskan sekitar mbak. Ga putus-putus pahalanya mbak #Barokalloh. Salam Kenal 😉
Insya Allah…Aamiin… Terima kasih mbak.. salam kembali dari saya… 🙂
July 2, 2014 at 17:08
mendengarkan lagu itu terasa haru sekali…
yups.. *tos sama Joe 🙂
July 3, 2014 at 13:47
wah, tanamannya bikin Indonesia adem 🙂 blognya seru sudah saya follow mak, dinanti folbacknya ya mak “untuk memperat silaturahim’
Terima kasih, mbak Dame… Insya Allah 🙂
July 4, 2014 at 08:11
Diantara minus, sejatinya jauh lebih banyak plus nya tentang Indonesia, karenanya bersyukur sekali kita terlahir menjadi warga Indonesia.
minusnya kita upayakan untuk digerus dan plus nya kita upayakan untuk ditingkatkan.. Begitu, ya Abi.. 🙂
July 4, 2014 at 21:47
jangan tanyakan apa yang kau dapatkan dari negaramu, tapi tanyakan apa yang kau berikan pada negaramu….kata-kata legendaris ini cocok banget dengan artikel ini……
selamat berlomba..semoga menjadi salah satu pemenang…..
salam dari Banjarbaru, Kalimantan selatan
Terima kasih supportnya, mbak.. salam hangat dari Kota Batik 🙂
July 7, 2014 at 10:09
sama dong mba, kalo dengar lagu tsb, saya suka terharu
toss dulu dg mbak Santi 🙂
July 13, 2014 at 04:09
Semua merupakan proses yang terus menerus dan makin lama makin baik ya Mechta.
Seuju Bu Eny… Mudah2an kita semua bisa berproses menuju lebih baik nggih.. 🙂