Ketika beberapa waktu lalu melalui instagram mendapati foto-foto keren dari air terjun bernama Curug Muncar yang disebutkan ada di Kab Pekalongan, aku sungguh merasa penasaran. Kab. Pekalongan? Lhaah… itu kan tetangga sebelah… kok ya aku baru dengar tentang Curug ituu? Therlhalhuu… (kalau kata si Bung ituuh..hehe..)
Hasil cari-cari info di dunia maya menyatakan bahwa Curug Muncar berada di lereng Gunung Ragajembangan, tepatnya di Desa Curugmuncar Kec. Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, pada ketinggian 1.249 m di atas permukaan laut dan berjarak sekitar 30 km dari Kajen.
Foto-foto yang ditemukan hasil browsing Curug Muncar juga membuatku semakin ingin melihat langsung, namun ternyata tak mudah menemukan informasi mengenai rute dan kondisi jalan yang harus ditempuh ke sana 🙁
Meskipun begitu, kami nekat saja memutuskan untuk mengunjungi lokasi wisata itu pada liburan Jumat 1 Mei 2015 kemarin, bersama 3 orang keponakan -yang langsung heboh mengiyakan ajakan jalan-jalan ini- berbekal sedikit informasi dari internet dan aplikasi maps yang ada.
Eng..ing..eeng…
Petualangan ke Curug Muncar dimulai, start dari Kota Pekalongan sekitar jam 8 pagi dengan cuaca yang cukup menjanjikan alias tak ada mendung… Perjalanan lancar dengan menempuh rute Medono – Jenggot – Karangdadap – Kutosari – Doro – Petungkriyono.
Sempat agak bingung di Pasar Doro, karena tak ada petunjuk yang jelas di sekitar pasar itu, sehingga harus 2 kali menggunakan GPS -Gunakan Penduduk Sekitar- alias nanya-nanya…. 🙂
Setelah perjalanan ditempuh sekitar 2 jam kemudian, akhirnya kami sampai di sebuah gerbang yang bertandakan Ekowisata Petungkriyono. Anak-anak bersorak, dan sempat berhenti dulu untuk meluruskan kaki -sambil pose-pose tentunyaaa…haha.. mengira perjalanan sudah akan berakhir dan Si Curug Muncar sudah di depan mata.
Tapi ternyataaa….. perkiraan kami salah, saudara-saudara!
Perjalanan masih harus berlanjut, dengan kondisi jalan yang lebih ajib lagi … Tak hanya kelokan tajam, jalan relatif sempit -dengan lereng tajam di tepinya- dan tanjakan + turunan yang masih harus kami lewati, bahkan ada beberapa ruas jalan yang rusak parah yang cukup membuat deg-deg seeer… saat melewatinya.
Untungnya, pemandangan cantik di kanan-kiri jalan masih memanjakan mata kami, sehingga tak terlalu stress dengan kondisi jalan yang cukup mengerikan. Selain pepohonan rindang, hutan bambu, tanaman pakis hutan dll, banyak grojogan-grojogan kecil yang kami temui di kanan-kiri jalan dan juga sungai-sungai khas pegunungan dengan air yang jernih dan bebatuan besar berserakan …
Sekitar 1 jam perjalanan dari gerbang Ekowisata Petungkriyono kami baru menemukan gapura kecil sederhana ber-cat biru dengan penunjuk arah ke Curug Muncar. Akhirnyaaa …. 🙂
Kamipun langsung berbelok memasuki gang menanjak -dengan ukuran paas 1 mobil saja- itu … daaaan… mobil tak kuat menanjak pada pertengahan pendakian!!
Haduuuh…. dengan ketar-ketir aku dan adik iparku turun, sementara anak-anak tetap ada di dalam mobil dan adikku yang mengemudi berusaha keras untuk melanjutkan perjalanan, diiringi doa kami berdua yang turun. Ndremimil muji slamet sambil hati dag-dig-dug tak karuan…
Ketika akhirnya mobil berhasil naik sampai di bagian yang agak landai, kami menghela nafas lega. Sambil berjalan kaki ke sana, kami berbincang dengan penduduk sekitar yang juga berjalan kaki ke atas. Ternyata, kata ibu itu, ada jalan masuk lain yang ‘lebih ramah’ karena memang jalan masuk yang ini terlalu terjal. Ketika kami agak komplain kenapa tak ada petunjuk di bawah, ibu itu berkata biasanya saat ramai kunjungan ada yang bertugas menjaga di mulut gang itu, mengarahkan ke gang yang satu lagi beberapa meter dari jalan masuk yang itu. Aah…memang sudah nasib kami rupanya harus masuk dari jalan yang mengerikan itu…
Akhirnya setelah episode deg-degan satu itu, kami berhasil sampai di tempat parkir lokawisata Curug Muncar. Tak ada tempat parkir khusus rupanya. Hanya sepetak lahan di jalan/gang depan rumah-rumah penduduk yang cukup menjadi tempat parkir 1-2 mobil saja. Hm.. Setelah membeli tiket masuk ( Rp. 3.000,- / orang dewasa) dan Rp. 5.000,- untuk parkir, kami pun lanjut berjalan kaki menuju Curug Muncar. Ini gambaran jalan masuk ke lokasi Curug Muncar yang bisa ditempuh dengan jalan kaki (sekitar 300 m) atau motor ( yang berani ) …
Setelah perjalanan berliku.. akhirnya.. tadaaaa…. inilah dia penampakan Sang Curug yang ditunggu-tunggu itu …
Eeh, ternyata sudah cukup panjang tulisan ini yaa…. Cerita asyiknya ciblon di Curug Muncar dan peristiwa mendebarkan yang mengikutinya, ada di tulisan berikutnya yaa …
Tulisan selanjutnya : Tips berwisata ke Curug Muncar
May 9, 2015 at 12:32
Sayang yah Mbak, potensi wisata cantik begini, infrastruktur belum dibenahi. View Curug Muncar emang keren Mbak Mechta 🙂
semoga menjadi perhatian Pemda setempat / ada investor swasta yg tertarik…
May 9, 2015 at 12:45
Ikut deg-degan loh bacanya, berasa ada di sana, hihiii
Jalannya kurang dapat perhatian dari pemkot setempat ya mbak, moga ada prubahan kalo aku kesana nanti. *ngarep
aamiin…semoga saja mba.. Sayang sekali bila org enggan datang karena aksesnya buruk…
May 9, 2015 at 13:35
salam kenal mak, saya biarpun wong kedungwuni belum pernah sampai petung. itu memang gunung banget hehe. tapi puas ya pas sudah ketemu, terbayar rasanya …
salam kembali, Mak Isma .. 🙂
Iya betul..puaaas rasanya, tp lebih puaas lagi klo tanpa insiden2 yg bkn deg2an itu.. Co’e… 🙂
May 9, 2015 at 18:26
Subhanallaaaah Mbak Mechtaaaaa, baca cerita perjalanan menuju kesananya ikutan ndremimil degdegan *semoga gak salah pake ya*. Hihihi. Tapi memang worth the journey ya Mbak. Kebayang dinginnya itu suasana deket curugnya..
iya Dan…pengennya sih merasakan sedapnya tanpa melewati ngeri2nya hehe…
May 9, 2015 at 22:59
hadeeh .,,, ngerii jalannya
tapi terbayar ya dengan curug yang indah ini, pemandangan ke sana juga menyegarkan banget
May 10, 2015 at 07:17
Jalannya masih begitu y mak..rusak..
Akhirnya kengerian tersebut trbayar dg kerennya pemandangan yg tersaji di depan mata y mak…
Air terjunnya seger..pengen labgsubg mandi aja deh rasanya,.hehehe
May 10, 2015 at 19:00
perjuangan juga ya mbaaa, kesananya bikin deg2an tapi wothed lah dengan keindahannya, kalau aku dah pucat pasi tuh mba kalau jalanan begitu hihihi
May 10, 2015 at 20:27
Tracknya ijo royo2 ya mbak … segeerr…
Kapan2 klo ke Semarang aku ajakin ke curug benowo di ungaran mbak..tp jlnya lumayan. 5-6km lah …yg pasti ga kalah cantik dr curug muncar :*
May 11, 2015 at 22:02
Petungkriyono …. terpikat dengan postingan Ibu Enny, dan Jeng Mechta tambang iming-iming.
Sik sik nari dengkul ini, kuat nggak ya diajak ngencer ke Curug Muncar.
Insya Allah kiyat, Bu Prih.. Peri kebun ini kan selalu bugar.. 🙂
May 25, 2015 at 06:01
Ngeri memang kalau ada tanjakan terjal, apalagi berbatu, rawan tergelincir. Pemandangannya indah… kayaknya hawanya dingin ya di situ.
iya Mba Donna.. Bikin deg2plas..hehe… Betul, krn di pegunungan jd hawanya suejuuuk 🙂
February 22, 2016 at 22:46
memang sebuah pengalaman seru saat ke Muncar yaa..deg-deg-plas..tp ngangeni..hehe..
February 26, 2016 at 20:09
Paling enak pake motoorr hahaha
March 12, 2016 at 11:28
Betoool….asyik nikung2 n naik turunnya yaa…hehe…
Pingback: Melepas Rindu ke Petungkriyono |
Pingback: Wisata Bersama Blogger Pekalongan ke Ekowisata Petungkriyono (2) |
Pingback: Suatu siang di Umbul Sidomukti |
Pingback: Tips berwisata ke Curug Muncar |