Biar lambat asal selamat

Teeeeeet….. Suara bel berbunyi nyaring, menandakan akhir waktu belajar hari ini.

“OK anak-anak…. Ibu tunggu sampai hari Senin ya,” kata Bu Yuni segera sesudah suara bel itu berhenti. Beliau baru saja menjelaskan garis besar dari tugas yang diberikan pada kami.

Kelas pun gaduh, anak-anak bersicepat memasukkan buku-buku pelajaran hari itu dan bergegas meninggalkan kelas.

“Sudah ada bayangan tema laporanmu, Hen?” Ardi bertanya sambil menjajari langkahku.

Aku menggeleng, “Belum sama sekali. Mudah-mudahan nanti malam bisa surfing cari bahan.”

“Kalau aku sih sudah ada sedikit gambaran, tinggal melengkapi sana-sini..”

“Syukurlah… “

***

“Sudah selesai tugas dari Bu Yuni tempo hari, Di ?” tanyaku pada Ardi yang sedang menikmati semangkok bakso.

“Sudah dong… kan sudah 2 hari. Kau sendiri?”

Aku hanya mengangkat bahu, sementara mulutku sibuk mengunyah soto ayam ibu kantin yang enak itu.

“Eh..belum jadi juga? Lamban amat kau ini, Hen..” cibir Ardi, “begitu banyak bahan di internet, masa kau masih bingung juga?”

“Justru karena banyak itu, Di… Aku harus memilah-milah, mana yang paling pas dengan tema laporanku.”

“Aah.. tak hanya lamban, kau ini pemilih juga rupanya…”

Aku hanya tersenyum simpul, lalu kembali menghabiskan soto sebelum bel berbunyi yang menandakan habisnya waktu istirahat kedua itu.

***

“Aduuh… kata Bu Yuni, materi laporanku ini kurang detil. Ada banyak catatan dibuatnya, jadi harus kurevisi lagi secepatnya..” tiba-tiba Ardi menghempaskan diri di bangku sebelahku, sambil menghentakkan laporan yang dibawanya ke meja.

Kuambil dan kubuka-buka laporan Ardi. Memang ada tulisan tangan Bu Yuni di sana-sini, mengomentari beberapa bagian dalam laporan itu.

“Ya sudah… lakukan saja revisinya, masih 2 hari lagi kan batas akhirnya…”

“Ah, kelamaan kalau dua hari. Tinggal cari-cari lagi di internet, apa susahnya? Malam ini juga akan kuselesaikan, jadi besok-besok aku bisa santai…”

“Baguslah kalau begitu…” akupun selesai memasukkan buku ke dalam tas dan beranjak dari bangku yang kami duduki.

“Eh, tunggu Hen… Tugasmu sendiri bagaimana? Belum lengkap juga, bahan-bahannya?”

“Alhamdulillah sudah… Insya Allah nanti malam selesai kutulis dan akan kucek lagi sebelum kuserahkan pada Bu Yuni besok pagi..”

“Kau ini, Hen.. Orang lain sudah sampai ke bulan, kau baru akan mulai beranjak…” gerutu Ardi pelan, namun masih tertangkap pendengaranku . Tak apalah, Di… alon-alon asal kelakon…begitu pikirku.

***

Siang itu, aku masih duduk di halte, menunggu minibus jurusan ke rumahku yang belum juga kelihatan bayangannya. Tiba-tiba Ardi datang dengan nafas tersengal dan muka memerah.

“Gawat Hen… gawaaat!” begitu celotehnya terburu-buru.

“Hoi..kalem booos…. Ada apa sampai kehabisan nafas begitu?”

“Aku mencarimu sedari tadi…”

“Lhah, biasanya juga aku langsung ke sini toh… kecuali kalau kamu berbaik hati mentraktir soto bu kantin..”

“Halaah..kamu ini, Hen. Makaaan saja yg kau pikirkan!” geram si Ardi. Aku pun tak kuasa menahan tawa melihat mukanya yg terlihat manyun bin culun itu. Dan Ardi makin cemberut melihatku mentertawakannya.

“Ada apa sih Di? Apane sing gawat?” tanyaku kemudian, kasihan juga melihatnya.

Masih dengan bersungut-sungut, ia pun mengangsurkan sebuah jilidan bersampul biru. Laporannya dikembalikan lagi? batinku sambil menoleh padanya, dan seolah membaca pikiranku iapun mengangguk lemas, mengkonfirmasi tebakanku.

“Yang ini malah terlalu nggladrah kata Bu Yuni. Banyak hal-hal yang tak terkait dengan tema yang sudah ditetapkan, begitu bunyi catatannya.”

“Lalu, revisi lagi?”

“Ya iyalaah… kecuali kalau aku mau nilai D untuk laporan itu.”

“Kali ini, kau tak boleh grusa-grusu lagi mengerjakannya, Di. Masih ada waktu satu hari, dan itu harus benar-benar kau manfaatkan..”

“Dari kemarin juga aku seudah berusaha, Hen ” ketusnya, “sebenarnya aku hanya ingin tugas ini cepat selesai, tapi ternyata…”

“Sudahlah, Di. Ambil hikmahnya, persiapan yang matang itu penting, bukan?”

“Ah, sok tua kau ini, Hen.. Eh, bagaimana dengan laporanmu, sudah dikoreksi Bu Yuni?”

Kuperlihatkan laporanku padanya, dan mata melotot Ardi melihat nilai B+ di sampul laporanku itu, sungguhlah lucu 😀

***

“Bila ingin dapat menebang pohon dengan cepat, asah dulu

    baik-baik kampak yang akan digunakan…”

***

Catatan :

Cerpen Anak di atas kutulis tahun 2014 dan kemudian beberapa waktu lalu kutulis ulang dalam bahasa Jawa menjadi wacan bocah berjudul “Kebat Kliwat” dan kukirimkan ke sebuah majalah   berbahasa Jawa dan dimuat tahun 2016 ini.

Pos ini sekaligus menjawab pertanyaan beberapa teman yang kurang paham bahasa Jawa dan kesulitan membaca cerita kemarin, hehe…  Selamat menikmati, teman…

27 thoughts on “Biar lambat asal selamat”

  1. Keren ceritanya Kak. Selamat ya udah dimuat di majalah. Merasa ketampar abis baca cerita ini, Kak. Aku banget lah ini. Pengennya sat set selesai eh nggak bisa tenang :3

  2. wah bagus cerita cerpennya, mengingatkan saya sewaktu kuliah dulu, saya tipikal orang yang kalau buat tugas kuliah lama karena kebanyakan referensi malah jadi bingung. btw ceritanya untung ditulis bahasa Indonesia di sini kalau tidak saya kurang paham kalau baca bahasa jawanya di majalah itu

  3. Wah, baca ini jadi malu sendiri
    Saya orangnya nggak sabaran
    Maunya semuanya serba cepat
    Biar sat set gitu lho mbak
    Btw bagus cerpennya, keren bisa menceritakan dengan bahasa jawa juga

  4. Saya banget ini, selalu nggak sabaran, maunya segala sesuatu dikerjakan dengan cepat. Sehingga kadang banyak yang luput dari ketelitian.
    Makanya saya paling suka mengerjakan sesuatu di awal waktu, biar punya waktu banyak untuk diteliti lagi 😀

  5. oo tokohnya anak-anak ya? Maaf mbak kirain sudah mahasiswa soalnya pake nilai D, B+. Kalau anak SD biasanya masih nilai 1-100.

    Hebat bisa nulis cerpen bahasa jawa juga.

  6. Setuju banget nih, bisa membuat anak-anak kembali teliti – detail – mempersiapkan mulai dari draft – lalu mengembangkan naskahnya sehingga bisa jadi – sama seperti para penulis, mind mapping mateng, deskripsi karakter detail – baru deh eksekusi!

  7. Kalau ingin menebang pohon asah dulu kompaknya. Suka banget dengan kutipan ini, Mbak Tanti.

    Pekerjaan yang diselesaikan tergesa-gesa tentunya kurang memperhatikan detail ya. Jadinya kesannya asal-asalan. Semoga saya bisa juga bekerja seperti itu karena biasanya tidak sabaran ingin menyelesaikan tugas. Gara-gara ingin cepat Malah Kerja dua kali 🙂

  8. Wuih keren. Jadi keingetan masa kuliah dulu. Aku tuh suka grasak-grusuk. Tapi dulu internet belom popular. Studi literatur aja dari buku-buku.

    1. Trmksh sdh mampir, mba Nia.. Iya nih..anak2 sekarang, SD saja nyari tugas2nya pakai inet je.. Jadilah emak2nya rebutan laptop & inet sama anak2nya..hihi…

  9. cerpen anak itu bikinnya susah ya. semacam ini enak dibaca alurnya mengalir, pemilihan katanya juga jelas dan isinya mengena. tapi pas buat sendiri lalu dibaca kok nggak banget. :/ *oot

        1. eh..banyak juga lho komunitas menulis.. buka saja FB banyak kan, grup2 menulis..hehe.. salah dua-nya : IIDN dan Monday Flash Fiction… Atau bergabung di komunitas blogger, banyak sekali hal positif yg kita dapat, termasuk di antaranya belajar menulis itu 🙂 Sudah bergabung salah satu diantaranya?

  10. asyiiik…ini terjemahan yang kemarin ya..
    betul banget asah kampak dulu, suapaya kerjaan nggaj bolak balik, capeknya jadi tiga kali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *