Lalang Ungu. Kali pertama melakukan sesuatu…pasti berkesan, bukan? Ada sensasi deg-degannya, ada kegugupan, ada rasa bahagia, dan rasa-rasa lain -kecuali rasa yang tak pernah ada..hehe..- bercampur-aduk, membentuk kesan yang mendalam yang akan membuat kenangan itu terpatri dalam ingatan.
Nah, tulisan kali ini, aku ingin menceritakan momen ‘kali pertama’ yang pernah kulalui, yang meninggalkan kesan mendalam hingga kini. Oya, tulisan ini untuk menjawab tema “tentang yang pertama” yang dilontarkan oleh duet asyik mba Dini dan mba Marita untuk arisan Blog Gandjel Rel putaran ke-12.
Sebenarnya, agak bingung untuk memulai tulisan ini. Seperti kalian semua, tentunya ada banyak kejadian ‘yang pertama’ dalam hidup kalian bukan? Demikian pula denganku.
Kalau diingat-ingat lagi, ada buanyaaaak momen ‘kali pertama’ yang pernah kulalui. Terkait hobby menulis misalnya, ada cerita tentang kali pertama mempunyai Diary di masa remaja, wahana menulis yang pertama kupunyai. Ada cerita tentang bahagianya saat pertama kali hasil karya dimuat di majalah sekolah dan majalah umum. Ada pula kesan mendalam ketika berhasil membuat buku pertama kalinya. Ah, tapi momen-momen itu sudah pernah kutuliskan juga di blog ini.
Terkait kehidupan pribadi, tentu saja jauh lebih banyak. Ada kali pertama : jatuh hati, patah hati, hidup jauh dari orang tua, memasuki dunia kerja, terlibat konflik di dunia kerja, harus mengambil keputusan-keputusan penting sendiri, dan masih buanyaaak…belum lagi dalam peranku sebagai bagian dari keluarga. Ah, jadi makin bingung mau nulis yang mana..hehe…
Ah ya, ini saja. Ada satu momen pertama kali dalam hidupku, yang -menurutku- membuatku terus berusaha untuk lebih baik dari hari ke hari. Momen itu adalah : Kali pertama ku menatap langsung kiblatku.
Menjadi tamu Allah, berhaji ataupun melakukan kunjungan ke tanah Suci, tentunya menjadi dambaan / impian bagi sebagian besar muslimat, begitu juga denganku. Bertahun-tahun menjaga mimpi dan tentunya juga mengumpulkan dana untuk itu, sambil berharap-harap cemas semoga Allah memudahkan jalanku untuk meraih impianku yang satu itu.
Alhamdulillah, tepatnya di tahun 2011, ketika akhirnya Tuhan memberi kesempatan bagiku untuk mewujudkan impian lamaku : menjadi tamu Allah di Tanah Suci. Sepanjang persiapan hingga saat keberangkatanku menunaikan ibadah haji kala itu, telah terpupuk rasa bahagia karena akan menatap langsung kiblat sholat kami selama ini. Bagaimana rasanya, ya?
Rasa bahagia bercampur dengan rasa tak sabar, ingin segera terwujudkan. Ada pula seberkas tanya, apa yang sebaiknya kulakukan saat kesempatan indah itu tiba? Doa-doa sesuai tuntunan telah dihafalkan, untuk momen khusus tersebut. Namun apa yang terjadi saat momen itu benar-benar kualami?
Aku terpaku.
Ya, memandang Ka’bah secara langsung untuk pertama kalinya melalui pintu Masjidil Haram kala itu, aku hanya mampu terdiam membisu dengan air mata yang meleleh deras tak terkendalikan. Rasa bahagia, rasa syukur, rasa haru, bahkan sekelumit rasa sedih, tersalurkan lewat banjir air mata itu. Doa-doa sesuai tuntunan yang telah kuhafalkan sebelumnya, entah kemana larinya saat itu hingga tak satupun mampu kulafalkan. Hanya puji-pujian pada NYA yang mampu kubisikkan dalam hati sambil bersimpuh memandang Ka’bah, lalu bertaburanlah deretan doa dan pengharapan yang terpendam selama ini, mengalir deras sederas air mataku.
Rasanya begitu keciiiil aku di sana. Teringat begitu banyak khilaf dan dosaku selama ini. Semuanya ingin kumohonkan pengampunan-NYA. Ingin kubasuh hatiku dalam lautan ampunan-NYA hingga kembali suci.
Rasanya begitu dekaaaat aku dengan NYA. Begitu banyak asa dan pengharapan yang memenuhi hatiku, ingin kutumpahkan semuanya di sana. Ingin kuadukan semua permasalahanku pada DIA yang Kuasa membolak-balik hati itu. Kumohonkan kekuatan hati bagiku tuk menjalani semua ketetapan-NYA atasku. Semoga aku menjadi aku yang lebih baru, lebih kuat dan lebih bermanfaat.
Lantunan Takbir yang dikumandangkan ribuan orang-orang di sekitar kami saat itu, menambah syahdu suasana. Tak kuhiraukan desak-desakan yang terjadi. Aku masih terpaku. Rombongan kami terpaku, untuk beberapa saat. Kondisi memang tak memungkinkan untuk berlama-lama di sana. Ada ribuan jamaah lain di sana. Dan kami harus kembali bergerak, melakukan apa yang harus dilakukan. Maka momen itu pun berlalu…
Momen itu memang singkat, namun akan selalu kuingat. Momen itu, selalu memunculkan kembali rasa rindu untuk mengulangnya kembali. Momen itu sering kuputar-ulang untuk membangkitkan kembali semangatku kala sedang down. Momen itu, memang yang pertama, tapi insya Allah bukan yang terakhir bagiku. Aamiin…
Nah, teman-teman… itu cerita tentang yang pertama dariku. Bagaimana denganmu, kawan? Boleh bagi cerita juga di kolom komen yaa…
Pingback: Mengawali langkah kembali menjadi Tamu Allah (1) |
Pingback: Menjadi Tamu Allah, Memang Secandu Itu! |