Kenangan Suasana Ramadan dan Persiapan Lebaran di Masa Kecilku. Salam jumpa, Sahabat Lalang Ungu. Memasuki pekan kedua Ramadan, semoga masih tetap semangat ya… Ramadan kali ini memang berbeda dari Ramadan-ramadan kita sebelumnya, namun kita harus tetap semangat menjalaninya, bukan? Dan kali ini aku ingin menuliskan nostalgia tentang suasana Ramadan dan persiapan Lebaran yang sangat berkesan untukku, di masa kecil kami.
Oya, kami lima bersaudara lahir di Salatiga Jawa Tengah dan sebagian masa kecil kami lewatkan di kota kecil nan sejuk di kaki Gunung Merbabu tersebut, sebelum kemudian pindah ke Semarang saat aku kelas 3 SD. Jadi mohon dimaklumi bahwa kenangan masa kecil yang tersimpan di benakku seputar dua kota itu ☺
Nah..berikut ini adalah beberapa kenangan indah itu :
Suasana Ramadan di Masa Kecilku
1. Pakai Mukena Jarit
Rumah masa kecil kami di Salatiga terletak di sebuah kampung bernama Jetis Rekesan, di belakang lapangan NU dan dibatasi sungai kecil. Eh, sekarang sih sungainya terlihat kecil, kalau dulu sih itu sungai besar (dari sudut pandang anak kecil) hehe ..
Bapak-bapak biasanya tarawih di lapangan NU itu sementara anak-anak dan perempuan berjamaah di rumah saja. Entah kenapa, mungkin dianggap berbahaya malam-malam menyusuri tepi sungai..hehe..
Seingatku aku mulai ikut sholat tarawih di rumah itu sejak sekolah SD, dan mbak sulungku yang sering menjadi imam kami. Eh, saat kecil aku nggak pakai mukena seperti sekarang saat sholat lho..melainkan kain batik panjang –jarit sebutannya- yang dililit-lilitkan menutup kepala hingga ujung kaki. Ada yang pernah pakai begini juga? ☺ Kalau anak laki-laki sih pakai sarung, yang sehabis sholat bisa berubah jadi pakaian tempur dengan dikerudungkan menutup kepala lalu diikat ke belakang menyisakan bagian mata ☺️
2. Bergembira Menunggu Dhul
Meski saat kecil belum ikut puasa secara penuh, suasana menjelang Maghrib di Bulan Ramadan merupakan saat-saat yang kunantikan bersama kakak-adik. Rapih dan wangi setelah mandi sore, kami duduk bersama di teras rumah, menunggu Dhul. Eh, yang duduk manis sih aku dan kedua kakak perempuanku, sementara kakak dan adik laki-laki ku biasanya sibuk lari-larian bersama sepupu-sepupu kami di halaman.
Dhul yang dimaksud di sini bukan nama orang ya..melainkan suara dentuman / mercon besar yang dibunyikan dari halaman Masjid Kauman sesaat sebelum adzan Maghrib berkumandang. Suara itu menandakan waktu berbuka telah tiba, sebagaimana suara sirine yang saat ini dibunyikan sebelum adzan Maghrib.
Bila sudah terdengar “Dhuuul” itu maka kami pun bersorak, berebut masuk rumah menuju meja makan tempat ibu dan nenek sudah menyiapkan hidangan berbuka. Seiring kumandang adzan Maghrib satu persatu hidangan di piring-piring itu akan tandas beralih mengisi perut-perut kecil kami. Alhamdulillah..nikmatnyaa.. 😋
3. Tarawih berjamaah di Masjid
Tarawih berjamaah di masjid baru kuikuti setelah kami bermukim di Semarang. Rumah tinggal kami di kampung Tegalsari, Alhamdulillah tidak jauh dari lokasi sebuah masjid yaitu Masjid Hadil Amin.
Nah, di masjid inilah kami melakukan sholat tarawih berjamaah. Lucunya, meskipun kami berangkat awal begitu adzan Isya terdengar, belum tentu kami dapat shaf terdepan, karena di deretan shaf terdepan sudah berbaris rapi sajadah / mukena yang ditinggal / diantrikan duluan (meskipun orangnya datang belakangan) hehe..
Di masjid ini tarawihnya panjang..jadi kadang-kadang aku kecil kecapaian dan medhot beberapa rakaat di antaranya, beristirahat / duduk manis melihat mbak-mbakku melanjutkan sholat..
Mulai mendapat tugas mencatat kultum setelah kelas 5 (sampai SMP kalau tak salah ingat), sehingga setiap selesai tarawih aku berkumpul bersama teman-teman kecilku, antri minta tanda tangan / stempel masjid di buku catatan. ☺
Nah, itulah beberapa kenangan suasana Ramadan di masa kecilku. Dan berikut ini kenangan tentang persiapan lebaran yang kami lakukan di masa kecil.
Persiapan Lebaran di Masa Kecilku
1. Baju baru, Alhamdulillah..
Tentu saja, bagi kami saat kecil yang paling mengasyikkan adalah mempunyai baju lebaran. Alhamdulillah kami mempunyai seorang ibu yang pintar menjahit, baju-baju lebaran kami berlima selalu dijahit sendiri oleh beliau. Ibu kami memang juara 😘
Tentu saja baju kami berlima itu kembaran! Haha.. Entah di warna atau pun motif. Minimal 3 anak perempuan kembaran dengan ibu sementara 2 anak laki-laki kembaran dengan bapak. Oya, sebagai anak perempuan paling kecil, aku selalu dapat baju lebih banyak.. Terima kasih untuk badan mungilku waktu itu sehingga sisa-sisa bahan kakak-kakak bisa membuat lebih banyak baju untukku! Haha..
2. Membantu ibu memasak kue kering
Nah, mungkin ini sama ya dengan keluarga-keluarga lainnya. Persiapan lebaran tentu saja tak lepas dari masak aneka kue kering, begitu juga di keluarga kami.
Karena dulu sekolah libur panjang saat bulan puasa, maka hari-hari kami bertiga selalu diramaikan dengan acara membantu ibu memasak aneka kue kering. Kue Semprit adalah salah satu jenis kue kering yang selalu ada. Mendorong adonan melewati cetakan kue berbentuk corong kecil dengan ujung bergerigi yang beda-beda, atau mencetak adonan dengan menggunakan aneka bentuk cetakan-cetakan kecil berbahan alumunium, sungguh menyenangkan!
3. Membuat Selongsong Ketupat
Nah ini kegiatan yang paling kukangeni saat ini. Kami sudah diajarkan untuk membuat selongsong ketupat sendiri sejak kecil oleh Simbah maupun Bapak-Ibu, dan ketika SMP ada pelajaran ketrampilan merangkai janur (daun kelapa), maka ketrampilan ini pun kian berkembang.
Satu-dua hari menjelang lebaran, ibu membeli sepelepah janur ini sebagai bahan pembuatan selongsong kupat / ketupat, dan setiap kami kemudian asyik memainkan jari jemari membuatnya. Biasanya kami akan duduk lesehan sambil ngobrol ngalor-ngidul sementara tangan-tangan kami asyik merangkai selongsong ketupat ini.
Awal pelajaran biasanya kami ‘menguatkan / merapatkan’ selongsong yang sudah setengah jadi hingga membentuk selongsong jadi yang rapat jalinannya. Lalu berlatih membuat sendiri dari awal hingga akhir. Tentunya dibawah bimbingan bapak-ibu atau kakak-kakak yang sudah lebih dahulu terampil. Kebersamaan dalam membuat selongsong ketupat inilah yang sungguh merupakan kenangan indah bagi kami..
4. Potong rambut
Rutinitas persiapan lebaran di masa kecil terakhir yang menjadi kenangan adalah potong rambut di pagi hari Lebaran. Yang dimaksud di sini bukan potong rambut ke salon untuk merapikan diri ya..melainkan hanya memotong ujung-ujung rambut kami, dilakukan oleh nenek.
Jadi pada pagi hari Lebaran sebelum kami pergi ke lapangan untuk sholat Ied, ritual potong rambut ini dilakukan. Sehabis mandi dan menggunakan baju baru, kami akan berbaris rapi sejak kakak sulung hingga adik bungsuku, menghadap nenek yang sudah siap duduk dengan membawa gunting kecil.
Lalu satu demi satu kami akan berdiri di depan nenek dengan membelakangi beliau, lalu beliau mengelus kepala basah kami, menggunting sedikit ujung rambut lalu mencium kepala kami sambil mendoakan keselamatan kami.
Begitulah ritual potong rambut di hari lebaran yang seingatku berlangsung hingga nenek tak ada. Secara pribadi aku belum pernah menanyakan kepada beliau ataupun ibu kami tentang maksud dari ritual ini, namun mungkin itu adalah cara beliau mendoakan kami seraya buang sial di hari Lebaran.
Nah Sahabat Lalang Ungu, itulah beberapa kenangan tentang suasana Ramadan dan persiapan Lebaran di masa kecilku. Bagaimana dengan kalian, apakah ada kenangan khusus tentang hal ini? Yuk, bagi kisahnya di kolom komen ya…
Pingback: Lebaran Sepi Di Tengah Pandemi |