Lebaran sepi di tengah Pandemi. Sahabat Lalang Ungu, mumpung masih dalam suasana Lebaran, izinkan aku ucapkan Selamat Iedul Fitri 1441 H bagi sahabat-sahabatku yang merayakan dan untuk semua sahabat aku mohon maaf lahir batin atas khilaf kata dan lakuku selama silaturahmi kita ya.. Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah kita dan mengampuni salah dan dosa kita. Aamiin. Oya, bagaimana suasana Lebaran kalian kali ini? Melalui tulisan ini aku ingin sedikit curhat nih, berikut ini adalah pengalaman Lebaran sepi kami di tengah Pandemi Covid-19 ini.
“Ora ana cah-cah sing bisa teka ya..”
Kalimat itu lirih terucap oleh ibu ketika aku membantu beliau bersiap di pagi 1 Syawal 1441H kemarin. Kalimat yang beliau ucapkan dengan lirih, mungkin sekedar ngudarasa (bicara pada diri sendiri) namun kurasakan pedihnya. Ternyata usaha kami selama sebulan ini belum berhasil..hiks..
Iya, sebenarnya sejak awal Ramadan tahun ini telah kami upayakan mempersiapkan hati ibu hadapi kondisi Lebaran yang pasti berbeda. Mencarikan bahan bacaan buat beliau dan melibatkan beliau dalam persiapan akhir Ramadan sebagai bahan kesibukan beliau agar tak terlalu banyak waktu luang. Salah satu kegiatan yang beliau sukai adalah merangkai janur membentuk selongsong-selongsong ketupat. Itu sebabnya kami sengaja membeli janur dan bukannya selongsong ketupat siap pakai ☺
Baca juga : Kenangan Suasana Ramadan dan Persiapan Lebaran di Masa Kecilku
Tentunya sejak awal juga sudah kami sampaikan kepada beliau tentang kondisi terkini yang sepertinya tak memungkinkan kami merayakan Lebaran tahun ini semeriah tahun-tahun sebelumnya, bahkan sore terakhir di Ramadan lalu sempat kuperlihatkan foto kondisi sekitar Ka’bah yang jauuuh berbeda dengan yang pernah kami saksikan sebelumnya, semata untuk memberi pengertian pada beliau tentang kondisi terkini akibat pandemi ini tidak hanya di Indonesia namun mendunia.
Saat itu beliau tampak memahami dan menyiapkan hati untuk suasana Lebaran yang berbeda. Namun, karena usia beliau yang sudah sepuh sehingga seringkali terlupa dan menanyakan persiapan Lebaran kami atau waktu kedatangan kakak-kakak ke rumah kami. Duuh..sedih saat melihat harapan meredup di mata beliau ketika dengan hati-hati kami ingatkan lagi akan konsekwensi pandemi ini.
Rasa sedih yang sama kembali terbersit di hati pagi itu ketika mendengar kalimat lirih yang beliau sampaikan dini hari itu. Ya Allah…kuatkan hati ibu kami. Sengaja kulontarkan candaan membalas pernyataan ibu itu, semata untuk menaikkan semangat beliau, dan juga semangat kami juga tentunya.
Sholat Idul Fitri di Rumah
Dan pagi itu, selagi aku membantu ibu bersiap di kamar, adik-adikku mempersiapkan ruang tamu kami sebagai tempat Sholat Id. Ya, inilah pertama kalinya dalam hidup kami akan melaksanakan Sholat Id di rumah, dengan adikku sebagai imam kami.
Sebenarnya masjid di lingkungan kami menyelenggarakan sholat jamaah sebagaimana biasa, namun dengan berbagai pertimbangan kami memutuskan kali ini akan melakukan sholat di rumah saja. Sejak beberapa hari sebelumnya adikku sudah bersiap diri, terutama bersiap mental, karena ini akan menjadi pengalaman pertamanya mengimami kami untuk Sholat Id. Alhamdulillah menjelang akhir Ramadan kemarin melalui internet banyak kami temukan tuntunan untuk sholat jamaah Id di rumah termasuk khotbahnya.
Diiringi suara takbir yang terdengar dari masjid, tepat pada pukul 6.30 kami berempat memulai Sholat Iedul Fitri berjamaah. Alhamdulillah lancar meski tanpa kutbah, dan rasanya begitu haru. Air mataku tak tertahan bahkan ketika sholat belum lagi usai 😢
Sungkeman
Sebagaimana biasanya, setelah sholat Ied kami melakukan sungkeman. Dan seperti biasa, ini momen penuh air mata. Satu persatu kami bersimpuh di pangkuan ibu, memohon maaf atas segala kesalahan kami dan juga mohon restu untuk perjalanan hidup kami. Dilanjutkan dengan saling bersalaman bermaaf-maafan antara aku dan adik2ku.
Adik sungkem kepada ibu kami
Momen sungkeman di tahun-tahun lalu cukup memakan waktu karena ada kakak-kakak, ipar-ipar dan para ponakan. Berbaris satu persatu sungkem ibu mulai dari keluarga kakak tertua hingga ponakan bontot. Namun kali ini, antrian sungkem itu sangat-sangat pendek, hanya kami bertiga ☹️
Silaturahmi Virtual
Untuk mengurangi rasa sedih di hati kami -terutama ibu- karena tak bisa kumpul bareng di Lebaran kali ini, jauh-jauh hari kami telah janjian dengan keluarga kakak di Semarang, Brebes dan juga Jogja, untuk melakukan silaturahmi virtual.
Dari berbagai pilihan cara, akhirnya kami sepakat menggunakan WhatsApp saja agar tidak perlu repot mendaftar dll. Selama Ramadan kemarin pun sudah beberapa kali videocall via WA ini meski belum kumplit semuanya karena waktu senggang yang berbeda-beda..hehe..
Awalnya kita sepakati jam 9 pagi melakukan VC barengan ini, tapi rupanya pelaksanaannya berubah. Setelah sholat dan sungkeman, biasanya kami langsung sarapan dengan menyantap hidangan lebaran yang sudah siap, namun berbeda dengan kemarin. Ibu belum mau dahar malah duduk termangu memandang jalanan lengang di luar 😢
Adikku tanggap, segera menghubungi keluarga kami yang lain untuk segera melakukan VC-an bareng. Alhamdulillah semua ready dan pagi itu kami pun melakukan silaturahmi Lebaran secara virtual untuk pertama kalinya. Senang rasanya melihat ada binar bahagia di mata ibu. Meskipun beliau lebih banyak diam menyimak percakapan kami, namun senyum terlukis menyemarakkan wajah beliau. Alhamdulillah 🙂
Nyekar Yang Tertunda
Lebaran hari kedua, biasanya adalah saat sibuk kami. Pagi-pagi bersiap melakukan perjalanan nyekar / ziarah ke makam para leluhur kami, di mulai dari Semarang (makam Bapak dan kakek-nenek dari pihak ibu) lalu Salatiga (makam leluhur dari pihak ibu), Karanganyar Solo (makam kakek-nenek dan leluhur bapak) dan Jogja (makam kakak sulung kami).
Namun kali ini tidak ada nyekar / ziarah makam ke mana-mana. Seperti juga ziarah sebelum Ramadan yang tertunda, ziarah makam saat Lebaran ini pun tertunda karena adanya anjuran stay at home alias #DiRumahSaja . Rasanya sungguh berbeda Lebaran tanpa melakukan rutinitas kami ini ☹️
Hari kedua berlalu dengan sepi. Keluar masuk ruangan di rumah yang hanya segitu-gitunya, ketemu penghuni yang itu-itu saja, nyemil kue-kue kering dan menghabiskan menu lebaran hingga mblenger rasanya. Tapi..apa mau di kata, memang saat ini kondisinya begini. Kami harus bisa menjalaninya dengan sebaik-baiknya, kalian juga demikian bukan, teman-teman?
Sahabat Lalang Ungu, itulah ceritaku kali ini tentang Lebaran kami yang sepi.. Hari ketiga besok, aku sudah mulai ngantor lagi. Bagaimana dengan ibu? Mudah-mudahan beliau sudah tak terlalu sedih lagi. Kami akan terus berusaha mencarikan kegiatan yang membuat hati beliau senang. Adakah saran dari teman-teman kegiatan untuk Lansia? Yuk, bagi di kolom komen ya.. Terima kasih sebelum dan sesudahnya ya…
77 Comments
Leave a reply →