LALANG UNGU

Ruang berbagi pengalaman dan manfaat

Menguak Pesona Batik Peranakan Wujud Akulturasi Budaya melalui Bincang Budaya

| 52 Comments

Lalang Ungu. Menguak pesona Batik Peranakan wujud akulturasi budaya melalui Bincang Budaya kuikuti pada hari ini, Jumat 19 Oktober 2018,  dalam rangka Hari Batik Nasional di Kota Pekalongan yang diselenggarakan Pemkot Pekalongan bekerjasama dengan Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Republik Indonesia.

Tentang Bincang Budaya

Sebelum bercerita panjang lebar tentang batik peranakan, lebih dahulu kusampaikan bahwa acara Bincang Budaya ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional di Kota Pekalongan. Ya, meskipun Hari Batik Nasional telah ditetapkan oleh pemerintah tiap tanggal 2 Oktober, namun di Kota Pekalongan rutin dilakukan rangkaian acara peringatan sepanjang bulan Oktober ini. Maklum lah ya.. Pekalongan kan terkenal sebagai Kota Batik, bahkan sejak tahun 2014 lalu, UNESCO telah memberikan pengakuan Kota Pekalongan sebagai salah satu bagian dari Jaringan Kota Kreatif , terutama di Bidang Seni & Kerajinan Rakyat, di mana BATIK merupakan salah satu bagian penting dalam bidang seni dan kerajinan rakyat Kota Pekalongan. Oleh karena itu, setiap tahun diselenggarakan acara-acara keren untuk mendukung pelestarian batik dan juga meningkatkan promosi batik agar dapat mensejahterakan semua lapisan masyarakat yang terlibat, tidak hanya para juragan batik namun hingga ke pekerja lepas atau buruh-buruh batiknya.

Kemasan acara beragam, mulai dari Pameran Pekan Batik Nusantara, Batik bussines meeting, Lomba disain seragam batik, karnaval batik, dll.  Diharapkan selain mengundang wisatawan ke Kota Batik selama acara Pekan Batik Nusantara berlangsung (yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan penghasilan semua laposan penggiat batik) namun juga diadakan acara-acara yang sifatnya edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan masyarakat terhadap batik. Bincang Budaya Pesona Batik Peranakan Wujud Akulturasi Budaya yang kuikuti hari ini adalah salah satu acara edukatif tersebut.

Pembukaan Bincang Budaya oleh Ibu Dirjen IKP Kemenkominfo

Pembukaan Bincang Budaya oleh Ibu R Niken Widiastuti, Dirjen IKP Kemenkominfo

Acara Bincang Budaya ini dibuka dengan pemukulan gong oleh Ibu R Niken Widiastuti (Dirjen IKP Kemenkominfo) dengan disaksikan oleh Bapak Walikota Pekalongan dan para narasumber. Dalam sambutannya, baik Ibu Dirjen maupun Bapak Walikota menekankan pentingnya seluruh lapisan masyarakat (termasuk kaum muda milenial) untuk tidak hanya mengenal dan mencintai Batik namun juga terlibat langsung dalam upaya pelestarian nilai-nilai luhur yang terkandung dalam batik, antara lain dengan menyebarluaskannya melalui akun-akun sosial media yang dimiliki. Itulah salah stu tujuan diselenggarakannya Bincang Budaya ini, sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang batik untuk dapat disebarluaskan ke masyarakat, dan peserta juga dibekali dengan ketrampilan menulis kreatif yang disampaikan oleh Mak Mira Sahid, founder KEB . Aduuuh…senangnya bisa menyerap ilmu dari Mak Mira dan bertemu langsung dengan beliau yang low profile ini. Maaak….aku padamuuuuu…. *muaach…

Bersama Mak Mira Sahid -Founder KEB- usai Bincang Budaya di Pekalongan

Bersama Mak Mira Sahid -Founder KEB- usai Bincang Budaya di Pekalongan

Inti dari paparan Mak Mira adalah bahwa kunci menulis kreatif adalah Judul yang menarik, lengkap badan tulisannya, terdiri dari intro / pendahuluan, detil pembahasan dan ada kesimpulan dari penulisan tersebut. Kita juga mesti bijak bersosial media. THINK before write. THINK di sini artinya, sebelum menulis kita harus memikirkan apakah tulisan kita TRUE (benar / bukan HOAX), HURTFUL (berpotensi menyakitkan / tidak), Illegal ( apakah ada unsur ilegal dalam tulisan kita), Necesary (apakah dibutuhkan / tidak) dan KIND (apakah sudah disampaikan dengan santun / belum).

Tentang Batik Peranakan

Istilah ‘peranakan’ biasa kita gunakan untuk menyebut anak-keturunan dari etnis asing yang menikah dengan warga setempat. Seringnya istilah peranakan ini digunakan pada keturunan Tionghoa, sedangkan kalau dari etnis Eropa keturunannya biasa kita sebut ‘indo’.

Nah, akulturasi budaya akibat perkawinan antara etnis asing dengan warga lokal ini sangat berpengaruh terhadap adat / budaya yang ada, termasuk di antaranya dalam perkembangan Batik, di Indonesia pada umumnya maupun di Pekalongan khususnya. Para perantau ini umumnya berdagang, termasuk memperdagangkan batik hasil karya penduduk lokal, dan pada perkembangannya sebagian dari perantau asal Tionghoa yang datang ke P Jawa sekitar abad XII-XIII itu memulai usaha batik mereka sendiri.

Oey Soe Tjoen, Kwee Nettie, Liem Po Hien,The Tie Siet, Phoa Tjong Ling dan Oey Kim Boen adalah nama-nama peranakan Tionghoa yang kemudian dikenal luas dalam perkembangan Batik Peranakan, utamanya di Pekalongan. Kedungwuni adalah daerah di Pekalongan yang terkenal sebagai pusat batik Tionghoa peranakan, dan rumah Batik Liem Ping We yang berlokasi di Jl Raya Kedungwuni masih aktif hingga saat ini, dikelola oleh Ibu Liem Po Hien yang merupakan generasi ke-4 keluarga Oey Kiem Boen.

Batik peranakan motif Buketan & Burung Merak Tanahan Ukel Lunglungan, koleksi Museum Batik

Batik peranakan motif Buketan & Burung Merak Tanahan Ukel Lunglungan, koleksi Museum Batik

Motif-motif Batik Peranakan sangat dipengaruhi oleh akulturasi budaya tersebut. Pembauran cita-rasa khas lokal dengan budaya pendatang itu melahirkan motif-motif baru yang unik maupun warna-warni yang berbeda. Masing-masing kental dengan makna budaya, antara lain : motif Burung Merak melambangkan kecantikan, kelembutan, keanggunan dan wibawa wanita, motif Bunga Seruni melambangkan keanggunan dan kesejahteraan di usia senja, motif Burung Hong yang merupakan Ratu Segala Burung melambangkan keanggunan, kelembutan dan sifat YIN. Sedangkan motif Ikan melambangkan kemakmuran berlimpah.

Batik peranakan Djawa Hokokai koleksi Museum Batik Pekalongan

Batik peranakan Djawa Hokokai koleksi Museum Batik Pekalongan

Motif Hokokai adalah salah satu motif Batik Peranakan yang terkenal. Motif ini didominasi flora-fauna dan kupu-kupu. Batik dengan ciri motif pagi-sore serta ‘tanahan’ yang sangat rapat ini berkembang pada masa pendudukan Jepang.

Konon pada masa penjajahan Jepang terjadi kelangkaan bahan batik dan juga krisis pekerjaan. Untuk menghindari pengangguran maka selembar kain putih dibatik dengan motif serumit mungkin, dengan pencelupan warna berulang kali sehingga proses pembatikan ini  memakan waktu yang lama. Sekitar 8-12 bulan untuk selembar batik motif Hokokai berkonsep pagi-sore. Batik yang indah, halus pengerjaannya dan tentunya harganya pun lebih dibanding motif batik biasa.

Ohya, yang dimaksud batik ‘pagi-sore‘ ini adalah dalam 1 kain batik terdapat 2 macam tone warna dengan corak yang terpisah. Gelap-terang. Bagian kain bercorak terang dapat dipakai hari, sementara corak gelap dapat dipakai malam hari. Sungguh suatu kreatifitas yang tercipta karena keterpaksaan keadaan..

Corak / motif batik juga dapat menjadi perlambang suatu keadaan. Motif Merak Ngigel misalnya. Motif Batik Keturunan yang terdiri dari gambar burung Merak sedang menari ini, konon merupakan perlambang rakyat Pekalongan dalam masa kekuasaan Kerajaan Mataram yang menentang diskriminasi / pelarangan pemakaian motif batik tertentu. Merak Ngigel melambangkan sifat masyarakat Pekalongan yang mandiri dan tidak mau ditindas.

Motif Batik Merak Ngigel koleksi Museum Batik Pekalongan

Motif Batik Merak Ngigel koleksi Museum Batik Pekalongan

Motif batik keturunan ini dibuat untuk berbagai jenis penggunaan batik. Sebagai kain panjang / Jarit, kain sarung, selendang bahkan juga kain Tok wi. Tok wi ini adalah kain penutup altar persembahyangan etnis / keturunan Tionghoa. Motif utama Batik Tok wi adalah dewa-dewa, hewan mitologis maupun hewan-hewan yang bermakna filosofis a.l Naga, Burung Hong, Kilin, Kupu-kupu, dll. Di Pekalongan, motif Tok wi ini dihiasi bunga-bunga dan pewarnaan yang cerah khas pesisiran.

Batik Tok wi koleksi Museum Batik Pekalongan

Waah..banyak sekali yang bisa kita gali mengenai batik peranakan ini, teman.. Bincang budaya ini hanya menjadi pembuka bagiku untuk semakin menggali lebih dalam tentang batik peranakan, juga tentang filosofi-filosofi batik pada umumnya.  Semoga aku dapat mewujudkan harapan dari para penggagas forum Bincang Budaya ini, menggali lebih dalam mengenai batik dan menyebarluaskannya melalui akun medsos yang kumiliki, agar semakin banyak masyarakat yang tahu, mengenal, mencinta dan pada akhirnya terlibat dalam pelestarian batik, warisan tradisonal non benda yang sudah sah menjadi milik Bangsa Indonesia. Yuk, teman..kamu juga bisa menjadi ‘agen pelestarian’ batik ini lho..dengan menggali nilai-nilai luhur batik dan menyebarluaskannya melalui medsosmu. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? 🙂

Oya, jangan lupa teman…tanggal 20 Oktober besok adalah pembukaan Pekan Batik Nusantara Tahun 2018 lho.. PBN ini berlangsung sejak tanggal 20-24 Oktober 2018 di Kawasan Jetayu Pekalongan. Selain pameran batik banyak lagi kemeriahan acara Pekan Batik Nasional ini…jangan sampai ketinggalan, teman…

 

#flashblogging #flashbloggingpekalongan #akubanggapakaibatik #batikpekalongan

52 Comments

Leave a Reply

Required fields are marked *.