Salam Jumpa, Sahabat Lalang Ungu. Apa kabar? Semoga sehat selalu di Ramadan ini ya.. Kali ini aku ingin bercerita tentang hatiku yang terketuk bocah penjual getuk beberapa hari yang lalu.
***
“Getuuuk…getuuuuk… Getuuuukeeee….” terdengar suara nyaring memecah suasana Jumat pagi itu, di antara suara motor yang lalu lalang di jalan depan rumah. Kutajamkan pendengaran ku. Dan kembali kudengar suara itu berulang-ulang dengan jeda beberapa saat, suara melengking khas bocah.
Bergegas aku membuka pintu dan beranjak ke ujung teras, tepat lewatnya bayangan punggung dua orang bocah menjinjing keranjang di tengah mereka. Kutepukkan tangan dan menyerukan kata ‘getuk’ cukup keras sehingga keduanya berhenti dan menoleh. Ada senyum di bibir mereka ketika mereka kemudian berbalik arah menuruti lambaian tanganku memanggil mereka.
“Ibu kersa getuk?” tanyaku kepada ibu yang baru keluar dari kamar beliau pagi itu.
“Getuk apa, ta?”
“Pohung kadose..”
“Yo kena..” jawab ibu sambil berjalan ke teras, mendekati dua orang anak yang sekarang berjongkok di dekat keranjang mereka.
Kembali aku bergegas ke dapur mengambil piring, lalu sambil lalu mengambil HP di meja ketika kembali ke teras dengan membawa piring.
“Getuk opo, Le..?”
“Po’ong” jawab salah satu bocah itu dengan singkat. Maksudnya, getuk itu berbahan Ketela Pohon atau sering kami sebut ‘pohung‘ atau ‘po’ong‘ sebutannya di daerah Pekalongan dan sekitarnya.
“Kok beda, Le..?” tanyaku sambil mengamati dua bungkus kecil yang disodorkan anak itu.
“Siji Klapa bakar, sijine Klapa biasa” jawabnya. Oh, ternyata ada dua jenis dagangannya : getuk dengan kelapa bakar dan getuk dengan kelapa parut biasa. Keduanya sama-sama dibungkus dengan daun pisang, namun dengan model pembungkusan yang berbeda.
“Iku pironan, Le?” Ibuku menanyakan harganya.
“Sewunan..”
Hm, jadi kedua jenis getuk itu harganya sama, Rp1.000,-/bungkusnya. Murah sekali.. Aku pun mengambil beberapa bungkus dari kedua jenis getuk itu dan menaruhnya ke atas piring yang kubawa. Lalu mengulurkan uang pembayaran.
“Ora sekolah, Le?” tanyaku iseng sambil menunggu dia memberikan kembalian.
“Prei” jawabnya sambil mengangsurkan uang kembalian. Oh iya, di Pekalongan hari Jumat biasanya sekolah swasta Islam meliburkan siswanya, sebaliknya hari Minggu mereka masuk.
“Lha, omahmu ndi?” aku masih penasaran dengan kedua penjaja kecil itu. Salah satu dari mereka menyebutkan nama sebuah daerah yang cukup jauh dari daerah tinggal kami.
“Wah..adoh juga.. Numpak apa mrenene mau?” aku semakin penasaran. Masa iya mereka jalan kaki dari rumah ke daerah perumahan kami ini? Ternyata tidak. Mereka diantar ke sini dan (mungkin) nanti dijemput kembali. Aku tidak sempat ‘mengorek’ cerita lebih jauh, tangan-tangan kecil itu telah selesai membenahi keranjang mereka dan merekapun kembali mengayunkan langkah meneruskan pekerjaan mereka.
“Getuuuuk…getuuuuuk… Getukeeeee..” lengking suara itu terdengar kembali, lalu semakin sayup, seiring dengan langkah kaki-kaki kecil mereka menjauhi rumah kami.
***
Dua bungkus getuk kubawa ke kantor untuk menjadi sarapanku pagi itu. Namun ketika menyantapnya, aku kembali terbayang wajah mereka. Ya Allah…Jumat itu Kau mengirimkan anak-anak istimewa itu untuk menjadi bahan perenungan ku.
Ya, bagiku mereka istimewa, karena tidak semua anak diberkati dengan tempaan yang cukup keras dalam hidupnya. Insya Allah tempaan itu akan membuat mereka semakin kuat dalam menjalani hidup mereka menuju kesuksesan mereka. Bukankah sudah cukup banyak contoh orang-orang sukses dalam perjalanan hidupnya mengalami tempaan demi tempaan yang menjadi salah satu kunci sukses mereka? Semoga demikianlah adanya anak-anak penjual getuk yang kujumpai tadi. Aamiin…
Melihat usaha anak-anak itu membantu orang-tuanya, mungkin untuk biaya hidup mereka, atau biaya pendidikan mereka…atau untuk apapun itu, merupakan ketukan cukup keras ke hati kecilku. Tidakkah engkau malu pernah merengek atas beberapa kesusahan yang kau terima dalam hidupmu yang relatif aman dan nyaman dibanding mereka yang harus berjuang di usia dini itu, Tan?? Mungkin mereka tidak sendiri. Mungkin masih banyak di sekitar kita, yang harus berjuang untuk sekedar bisa makan.
Ya Allah …sungguh aku malu. Betapa kurang rasa syukurku atas segala nikmat dari-MU selama ini. Satu-dua air mata ku mungkin tak ada artinya dibanding peluh yang mereka cucurkan atas kerja keras mereka. Ya Allah..ampuni kekerdilan jiwaku.. Ya Allah, semoga Engkau memberi kekuatan, kesabaran dan kemudahan bagi mereka dalam perjuangan hidup mereka. Aamiin..
Jumat pagi sebelum Ramadan nan suci menjelang, Allah telah membuka mata hatiku dengan sebuah pertemuan kecil itu. Alhamdulillah…semoga cermin kecil ini membuatku ingat untuk selalu bersabar dan bersyukur dalam hidup ini. Insya Allah…
Selamat menjalankan puasa di pekan ke-2 Ramadan teman-teman… Semoga Allah melimpahkan berkah & rahmat-NYA kepada kita semua.. Aamiin..
68 Comments
Leave a reply →