Hai Sahabat Lalang Ungu…sudah siap-siap mudik, atau malah sudah mudik? Pagi ini ketika membuka sosmed, satu kata yang kulihat kerap berseliweran di TL saat ini : Mudik.
Ada berita-berita tentang mudik bersama yang difasilitasi pemerintah, ada cerita dan foto-foto teman-teman yang mudik dengan kereta wisata yang nyaman difasilitasi sebuah perusahaan besar, banyak pula cerita-cerita mudik personal yang tak kalah asyiknya dan diperlancar dengan telah dioperasionalkannya jalan-jalan tol baru. Banyak lagi cerita mudik lainnya…
Menikmati cerita-cerita mudik itu, aku jadi teringat dengan salah satu ritual lebaran itu yang dulu juga kujalani dengan senang hati, namun akhir-akhir ini tidak lagi.
Ya, ketika aku mendefinisikan mudik sebagai pulang menemui orang-tua, maka tidak perlu lagi mudik bagiku yang sejak beberapa tahun terakhir ini nyanding Ibu alias kembali serumah dengan ibu, satu-satunya orang-tuaku saat ini. Sebaliknya, tugas kami saat ini adalah menerima para pemudik : kakak-kakak dan keluarga mereka yang mudik ke rumah kami menjumpai ibu.. 😃
Tapi…membaca cerita-cerita mudik, aku kok jadi kangen suasana dan kehebohan mudik juga nih.. Tak apa ya, jika dalam tulisan ini aku ingin bernostalgia sejenak dengan romantika mudik yang pernah kulalui.. Inilah kenangan mudikku, dari waktu ke waktu..
Saat kami masih kecil-kecil dan tinggal di Semarang, tujuan mudik bagi keluarga kami ada dua, yaitu Salatiga dan Karanganyar Solo. Salatiga adalah tempat kelahiran kami berlima kakak beradik sekaligus kota tempat mukim sanak saudara dari ibu kami, sedangkan Karanganyar Solo (tepatnya Desa Sedayu) adalah tempat kelahiran alm bapak di mana ada Bude dan kerabat bapak yang tinggal di sana.
Kami menikmati suasana mudik di kedua tempat itu. Kalau di Salatiga kami bisa bertemu keluarga besar, menikmati kuliner kesukaan (Bakso Babat, Sate Suruh, Wedang Ronde, Bubur Jangan, dll), di nDayu kami lebih menikmati suasana pedesaan yang sehari-hari jarang kami temui. Main ke sawah, mandi di belik / sumber air, memanjat pohon yang sedang berbuah, dll.
Fase mudik berikutnya yang penuh kenangan adalah saat kuliah di Kota Hujan. Pengalaman pertama jauh dari orang-tua dan keluarga membuat saat mudik menjadi sangat kunantikan. Begitu ada kepastian waktu libur lebaran, langsung ‘terbang’ ke Tajur, ngantri tiket bus untuk pulang.
Packing untuk mudik selalu kujalani dengan senang hati. Tidak banyak baju kubawa pulang, sebaliknya oleh-oleh untuk orang rumah yang dengan hati-hati kukemas dan memenuhi tas! Selanjutnya perjalanan malam Bogor-Pekalongan kutempuh dengan berusaha menahan kantuk karena takut ketiduran dan kebablasan kelewat Pekalongan! Haha… Kenangan paling indah adalah saat turun di depan terminal sekitar jam 1 dini hari, sudah ada bapak yg setia menanti dengan senyum lebarnya! Aaah…kangen (alm) bapak..hiks…
Ketika bapak-ibu pensiun dan menetap kembali di Semarang, maka perjalanan mudikku menjadi Pekalongan-Semarang. Relatif lebih mudah dan cepat. Tanpa drama karena banyak jadwal bus maupun kereta yang bisa membawaku dengan mudah ke Semarang. Suasana yang penuh kenangan adalah saat kakak-kakak kumpul, bersama-sama membantu ibu menyiapkan hidangan lebaran. Wangi kue-kue kering yang sedang dipanggang, harum masakan dalam panci dan wajan besar, ataupun hangatnya kebersamaan merangkai janur membuat ketupat, masih selalu terkenang hingga kini… Semakin membuat rindu saat kusadari anggota keluarga kami semakin berkurang dari tahun ke tahun.. T_T
Oya, jalur mudikku sempat beralih menjadi Pekalongan-Jogja, ketika bapak sudah tiada dan ibu memutuskan untuk tinggal bersama keluarga kakak di Jogja. Sedikit lebih sulit karena harus memesan travel akibat belum ada jalur kereta ke Jogja dan naik bus Pekalongan-Jogja harus berganti kendaraan.
Lalu ketika kakak yang di Jogja kembali ke pangkuan-NYA sekitar 3 tahun lalu, ibu memilih untuk menetap di Pekalongan kembali. Alhamdulillah, sejak saat itu aku kembali merasakan tinggal bersama ibu dan mulai merasakan nikmatnya mempersiapkan lebaran sebagai tuan rumah..hehe..
Baca juga : Hasil Silaturahmi
Begitulah, nostalgia mudik yang sempat kualami dari waktu ke waktu. Alhamdulillah aku selalu menikmati masing-masing fase itu, lengkap dengan kerempongannya terlebih dengan adanya ceria kebersamaan dengan keluarga. Ya, inti dari perjalanan mudik menurutku adalah kebersamaan kembali dengan keluarga.
Beragam upaya dijalankan, aneka alat transportasi digunakan, sejauh apapun jarak ditempuh, semua untuk menuntaskan kerinduan akan kebersamaan dengan orang-orang terkasih, melalui MUDIK. Tak ada penyesalan atas biaya yang harus disiapkan, karena kebersamaan itu tak ternilai, kenangannya kemudian akan selalu dapat menghangatkan hati saat jarak memisahkan.
Baca juga : Kumpul-kumpul di Libur Lebaran
Nah..bagaimana dengan kalian, teman-teman..berencana mudik kemana? Semoga selamat di perjalanan dan salam untuk keluarga ya…
34 Comments
Leave a reply →