Sekelumit Catatan Tentang Berduka

Writing is Healing

k.o.s.o.n.g

Deretan 6 huruf 11 karakter itu pernah menghiasi status whatsapp ku pada 10 Juli 2021. Gambaran sebuah perasaan yang sore itu memenuhi hatiku, sepulang kami mengantar Ibu ke peristirahatan terakhir beliau.

Saat sampai kembali di rumah sore itu, melihat kursi teras tempat Ibu biasa duduk berjemur kala pagi, sofa panjang di ruang tamu yang sering jadi tempat istirahat favorit Ibu di siang hari, dan terutama saat melihat kamar tidur Ibu yang tak lagi berpenghuni…langsung saja perasaan kosong itu memenuhi hatiku, bersicepat dengan rasa rindu menyerbu dan tentu saja…pada akhirnya membuat banjir di mataku… 😭😭

Sore itu, merasa perlu mengurangi beban di hati dan gawai sedang dalam genggaman, maka medsos menjadi pelampiasanku. Kutuliskan satu kata di status WA dan sebait rindu dan kekosongan di FB dan Twitter. Ya ampuun…maafkan ke-lebay-anku..

Setelah menuliskannya aku merasa lega. Semacam rasa lega yang kurasakan tiap kali usai banjir air mata. Tujuan tulisan itu adalah pada diriku sendiri, terus terang aku tak memikirkan akan bagaimana respon orang membacanya. Bahkan tak peduli akan hal itu.

Namun ketika hari berganti dan membaca respon sahabat dan kerabat atas status itu, ada rasa hangat di hati yang menguatkanku. Menyadarkan bahwa aku tidak sendiri, ada sahabat-sahabat baik di sekelilingku yang menguatkan lewat lisan, tulisan ataupun pelukan virtual. Alhamdulillah..

Writing is healing. Aku sering membaca ataupun mendengar tentang hal itu. Dan aku percaya, karena sebelumnya hal ini pun ampuh untukku. Sudah banyak keruwetan hatiku yang terurai dengan cara ini, dan mungkin begitu pula dengan pelepasan beban hati di saat ini.

Aku memang belum sanggup menulis banyak-banyak, terutama tentang Ibu dan perasaan kehilangan ini. Namun aku harus memulai, dan tulisan ini adalah salah satu caraku memulai menerima dan mengikhlaskan kepergian beliau.

Berdamai Dengan Duka

Waktu berlalu, ruang kosong di hati ini masih sangat terasa. Air mata masih sering mengalir saat teringat kenangan-kenangan bersama Ibu, hal-hal remeh dan terutama saat rasa kangen kepada Ibu kembali menyerbu.

Kenangan bersama Ibu
Salah satu kenangan bahagia : senyum Ibu di September 2016

Wajarkah hal seperti ini? Aku tak tahu, aku hanya sedang mengalir saja…

Seperti menjawab rasa gamangku, Tuhan memberi penghiburan bagiku melalui sebuah tulisan. Ya, beberapa waktu lalu saat inguk-inguk  twitter, tak sengaja kumenemukan sebuah utas dari psikiater Jiemie Ardian (@jiemiardian) yang membahas tentang ‘berdamai dengan duka’ -eh ini sih istilahku saja ya, hehe- yang kurasakan pas banget untukku sehingga kuminta izinnya untuk menyimpan kutipan utas itu di blog ini, sebagai penguat hati-hati yang sedang kehilangan, minimal hatiku.

Berikut ini kutipan dari utas beliau:

Duka Itu Wajar

Kehilangan memang memunculkan duka. Sekalipun rasanya tidak menyenangkan, dan kita tidak menyukai sensasi ini, tapi ini wajar. 

Namun ada gambaran di masyarakat bahwa setelah kehilangan seseorang harus nampak kuat, tersenyum dan bahagia, segera move on dan kembali ke kehidupan. Gambaran ini seringkali tidak realistis dan memberi beban tambahan bagi orang yang sedang berduka.

Duka Itu Tanda

Duka adalah tanda kalau kita kehilangan sosok penting. Justru rasa sakit ini menegaskan kalau hubungan sebelumnya ini berharga buatmu. 

Ga Perlu Bermakna

Gak perlu ada makna, kebijaksanaan, positiv quote dan nilai. Kamu sedang berduka, biarkan dirimu memproses rasa sakit ini dulu saja. 

Terutama di fase awal berduka, nggak perlu sibuk mencari makna dan keindahan di balik kehilangan.

Ya..segala sesuatu memang ada masa expired-nya. Demikian juga dengan duka ini, mungkin tak akan pernah hilang seutuhnya -seperti duka-dukaku atas kehilangan-kehilangan sebelumnya- mungkin hanya akan memudar dan tak sekental saat ini, entahlah…apapun itu dan kapanpun itu terjadi kujalani saja dengan sewajarnya.

Sahabat Lalang Ungu, terima kasih sudah membaca curcol kali ini.. Oya, boleh mohon tips mengelola duka? bagi pengalamannya di kolom komen yuuk.. Terima kasih..

42 thoughts on “Sekelumit Catatan Tentang Berduka”

  1. Terharu saya membacanya.. tapi ada pesan, bahwa duka itu bisa memudar seiring waktu, menjadi kenangan yang ada dan tak hilang, menemukan bentuknya sendiri dalam ingatan kita.

  2. Turut berduka cita ya Mba. Semoga Ibu Mba Tanti bisa diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya di sisi Allah SWT. Aamiin l.

    Iya memang menulis bisa jadi salah satu metode untuk penyembuhan luka atau sebagai tempat menuangkan berbagai perasaan termasuk duka. Udah banyak penelitiannya juga yang membuktikan hal tersebut.

    Semangat ya Mba

  3. Aku ga punya tips untuk mengelola duka mba. Aku hanya bisa merasakannya hingga tuntas, kalau perlu menangis sejadi-jadinya agar rasa ‘tak enak’ itu mendapat penyaluran. Waktu lama-lama akan sedikit menghibur kita mba, tergantung cara kita juga untuk mengalihkan kesedihan itu.

    Teringat status temanku yang baru saja ditinggal suaminya. Dia dengan lugas menuliskan bahwa dia tidak suka ketika ada orang yang bilang : kau perempuan hebat, mendapat ujian sedemikian rupa pastilah kau perempuan pilihan. Dia sakit hati mba dihibur dengan cara seperti itu. Kalaulah bisa, dia tidak ingin menjadi perempuan pilihan, mau jadi perempuan biasa-biasa saja.

    Dari penegasannya itu aku jadi belajar, ketika ada orang yang sedang sedih karena kehilangan orang yang dicintainya, kita tak perlu memberikannya banyak kata-kata. Maksud baik jika tidak sejalan dengan moment yang pas dan suasana hati yang pas, bisa berabe malah.

    Duka itu tak perlu diingkari. Biarkan saja yang berduka menuntaskan dukanya. Setelah itu pasti akan bisa bangkit kembali. Ngaten njih, mbakyu. Peluk jauh untukmu.

      1. Inna lillahi wa inna lillahi roji’un.

        Ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya, kak Tanti.
        Aku baca komen kak Uniek di atas, persis seperti kami, terutama masku yang menyikapi cara berduka masing-masing orang itu berbeda-beda.

        Dan setuju kata kak Uniek.
        Kita gak perlu banyak kata.

        Kalau aku bisa memeluk dengan doa, semoga Allah sehatkan dan lapangkan hati bagi keluarga yang ditinggalkan.

  4. Jejak kehidupan tentu akan meninggalkan luka, penyesalan,rindu. Sangat menyayat hati ketika orang yg paling kita cinta dan kita sayang duluan meninggalkan kita. Ya, banyak cara utk melampiaskan kerinduan itu.

  5. Percaya bahwa orang yang meninggalkan kita sudah berada di tempat yang terbaik. Itu yang aku lakukan saat kehilangan papa 13 thn yg lalu. Tetap semangat ya mbak!! Life still goes on 🙂

  6. Kehilangan harta yang paling berharga kasih sayang yang tidak pernah mengenal lelah dari ibu pasti berat mba. AKu pun belum tentu siap menerima. Bismillah yo mbak, aku jadi mrembes juga. InsyaAllah terus berdoa biar bisa ketemu di surga

  7. Big hug mba… Aku pernah baca tulisan siapa gitu, aku lupa. Yang pasti bertambahnya usia ada kalanya membuat hati sedih karena orang yang pergi silih berganti. Tapi kita tentu bisa pulih dengan semua yang terjadi.

  8. Akhirnya ditulis ya mba, semoga sedikit menjadi penghibur hati, ketika kangen. Aku pernah merasakan kehilangan banget saat Simbah putri meninggal. Kangen tapi gak mungkin bisa ketemu lagi rasanya sakit banget. Al Fatihah buat orang-orang yang kita sayangi yang udah meninggalkan kita ya mbak

  9. This shall too pass, mbaaa
    daku juga sempat yg limbung/ dis-orientasi gitu pas Ibuku berpulang akhir 2016.

    salah satu terapi yg aku lakukan adalah: Nulis, nulis dan nulis.
    Ga harus utk di-posting di blog.

    justru terkadang kita perlu nulis secara manual/ pake bolpen, di buku diary.
    intinya release seluruh kesedihan dan tuangkan dlm wujud tulisan.

  10. ya Allah, turut berduka ya mbaa.. Semoga ibunya sudah bahagia disana.
    Semoga mba dan keluarga juga diberi ketabahan ya mbaa.. Amiinn
    tetap semangat!!

  11. Kehilangan orang terdekat dan kita sayangi memang berat banget ya, mbak.
    Wajar kok kita sedih dan berduka, tapi jangan berlarut juga ya, mbak. Dengan menulis memang bikin hati lebih lega.

    Tulisan curhatan aku kehilangan kedua orangtua belum slesai karena ga kuat sedihnya saat menulis

  12. Mbak Tanti…kehilangan seseorang yang kita sayangi itu memang berat. Tapi kita harus tetap kuat. Aku pun kalau sedih banget ya kutuliskan kesedihanku di sosial media dan blog. Kadang-kadang kalau lagi sedih banget tuh ya nulis juga aku di buku tulis. Kalau udah gitu terus aku simpan tulisan itu dan kadang aku buang aja tulisan itu. Biar hati lega.

  13. InsyaAllah Ibunya sudah tenang ya Mbak
    writing is healing, udah gak bisa dibantahkan lagi emang ya, dengan menulis kita bisaa meluapkan isi hati, semua, bebas, medianya pun senyamannya kita.

  14. Kosong memang kerap kali terasa saat kehilangan seorang yang berharga. Bersedih adalah hal yang wajar. Pun menangis.

    Nggak ada yang salah tentang itu.

    Tapi. Kehidupan ini terus berjalan. Mari terus melangkah. Biarlah kenangan bersama orang berharga itu tetap menjadi kenangan manis yang akan senantiasa menemani langkah kita.

    Karena kita nggak pernah benar-benar sendiri. Ada orang lain yang mungkin membutuhkan kita.

    Tetap semangat, Kakak. Alfatehah buat almarhumah ibunya kakak.

  15. Waktu nenek aku gak ada, aku juga galau gini mbak, jadi tulisan banyaaak bgt. Sedih karena dari kecil aku tinggalnya sama nenek. Sampai aku nikah, nenek maunya tinggal sama aku. Nulis bisa jadi hal melegakan dan cara melepaskan rindu juga ya ❤️

    1. waktu nenekku pergi, aku blm kenal blog mba..tiap mlm ga bisa tidur saking sedihnya..hiks.. terima kasih sharingnya mba..

  16. Sabar ya mba. Berduka itu hal yang wajar dan gpp nulis tentang kehilangan dan menyampaikan emosi terdalam. Justru dengan begitu hati lebih lapang.

    Kalo aku dulu pas sedih setahunan nulis review buku di blog. Dapet sekitar 100 an review buku. Ya itu salah satu pengalihan rasa sedih, biar ga kebanyakan bengong ga jelas. Akhirnya hati dan pikiran jadi lebih tenang.

    1. terima kasih Ila.. iya nih, lagi mulai nulis lagi biar gak terlalu larut dlm sedih.. doakan bisa segera pulih yaa..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *