Lalang Ungu. Gema takbir bersahut-sahutan mengiringi perjalanan kami di malam takbiran tahun 2022 yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2022 lalu, beberapa saat setelah pemerintah mengumumkan bahwa Idul Fitri 1443 H jatuh pada 2 Mei 2022.
Perjalanan kami malam itu menuju ke Kota Semarang, ke rumah masa kecil kami yang kami putuskan akan menjadi tempat lebaran kami tahun ini, setelah tahun-tahun sebelumnya selalu lebaran di Pekalongan bersama Ibu.
Sebuah keputusan mendadak sebenarnya, baru kita putuskan sekitar seminggu sebelumnya. Awalnya ketika aku merasa sepertinya tak kuat hati untuk melakukan kebiasaan kami menjelang hingga hari lebaran, di rumah Pekalongan.
Ya, semua terasa berbeda sekarang. Sejak awal ramadan hingga menjelang akhir masih terasa menyesakkan dada karena ini ramadan dan lebaran pertama kami tanpa almh Ibu. Sejak awal ramadan pun sudah terasa berat dan begitu sering air mata berlinang tiba-tiba karena kenangan akan kebiasaan-kebiasaan yang kami lakukan bersama beliau saat ramadan dan mempersiapkan lebaran.
Lalu adik mengusulkan untuk lebaran di rumah Semarang saja. Kalau biasanya baru sehabis sholat Id kami berangkat ke Semarang lanjut Salatiga untuk nyekar ke makam alm bapak juga kakek-nenek dan leluhur lainnya, maka kali ini kami berangkat malam takbiran, sholat Id di sana lalu nyekar bapak-ibu-simbah, sebelum kembali ke Pekalongan.
Begitulah yang akhirnya kami lakukan. ‘Memangkas’ beberapa kebiasaan menjelang dan saat lebaran, karena merasa belum sanggup untuk melakukannya tanpa kehadiran Ibu di sisi kami.
Tak ada kehebohan memilih seragaman lebaran. Tak ada keseruan bersama membuat selongsong ketupat sambil ngobrol ngalor-ngidul di hari ke-29 ramadan. Tak ada kehebohan di dapur, setahun sekali masak ‘menu wajib’ lebaran a la Ibu yaitu ketupat, gudeg, opor ayam dan sambal goreng. Kali ini aku hanya membuat sedikit gudeg dan sambal goreng hati untuk disantap bersama keluarga di Semarang, selebihnya kakak yang menyiapkan di sana.
Pagi hari Idul Fitri 1443 H pun terasa sepi bagi kami. Berjalan kaki dari rumah menuju masjid kami lakukan dalam hening. Sesekali melempar senyum dan bertukar sapa dengan beberapa keluarga tetangga yang kami temui. Sesekali melintas kenangan saat mendorong kursi roda Ibu menuju masjid untuk sholat Id di tahun-tahun sebelumnya. Kangen… 😢
Air mata kembali mengalir di pipi ketika pulang ke rumah setelah sholat Id. Tak lagi ada Ibu yang akan duduk menerima sungkem dari kami anak-cucu beliau. Maka kami pun hanya saling bersalaman dan berpelukan, saling memaafkan di hari fitri kali ini, sambil kuyakin masing-masing memendam kecamuk rasa yang hampir sama di dalam hatinya.
Suasana santap lebaran setelah itu pun tak seheboh biasanya, meskipun yang terhidang di meja tak beda dari tahun-tahun sebelumnya. Resep yang sama, dimasak oleh tangan-tangan yang sama, tapi rupanya suasana berbeda membuat hidangan tak senikmat biasanya.. Aah..
Puncak rasa haru adalah saat di makam. Sowan bapak-ibu, namun tak lagi bisa bertatap muka. Tak lagi bisa memeluk langsung. Hanya melalui lantunan doa kami sampaikan semua rindu yang terpendam. Hanya taburan kuntum-kuntum mawar putih di atas makam beliau berdua yang menjadi saksi perjumpaan kami.. 😢
Ramadan dan lebaran kali ini, sungguh berbeda bagi kami dan tak akan pernah sama seperti dulu lagi. Namun, seberat apapun semua tetap harus kami lalui. Bapak, Ibu, Mbak An, Simbah..semua sudah damai di sisi-Nya, tinggal kami di sini meneruskan langkah menapaki takdir kami masing-masing hingga batas yang telah ditentukan-Nya kelak. Bismillah..
Demikianlah cerita lebaran kami kali ini. Bagaimana cerita lebaran kalian, teman?
Sahabat Lalang Ungu terkasih, selamat Idul Fitri 1443 H bagi yang merayakannya, dan mohon maaf lahir batin atas semua khilaf kata dan lakuku selama silaturahmi kita.. Selamat liburan juga yaaa…
26 Comments
Leave a reply →