Salam jumpa, Sahabat Lalang Ungu… Lama tak jumpa ya, mudah-mudahan sahabat semua tetap sehat dan bahagia ya… Masih dalam rangka menorehkan catatan perjalanan ke Cirebon di akhir tahun lalu, kali ini kutuliskan jejak langkahku di Cirebon yaitu kunjungan kedua ke Keraton Kasepuhan.
Baca juga : Berkunjung ke Keraton Kacirebonan
Keraton Kasepuhan Cirebon
Pagi sudah mulai beranjak siang ketika mobil online yang membawaku dari Keraton Kacirebonan sampai di lokasi keraton tertua di Cirebon ini, yaitu di Jl. Kasepuhan No 43, Kasepuhan Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
Setelah membeli tiket masuk sebesar Rp.15.000,- dan mendapat pemandu maka aku pun memasuki area Keraton Kasepuhan Cirebon. Ini merupakan kunjungan kedua -yang pertama di tahun 2013 lalu- dan setelah 6 tahun berlalu, kurasakan cukup banyak perubahan, terasa lebih tertata dan terkelola dengan baik.
Siti Inggil Keraton Kasepuhan
Siti Inggil adalah tempat pertama yang kami datangi di kompleks Keraton Kasepuhan ini. Sebuah area berpagar dinding bata kokoh yang mengelilingi, dengan hiasan piring-piring porselen kuno yang konon berasal dari Eropa maupun Cina. Siti Inggil ini merupakan tempat untuk Sultan beserta keluarga dan para pendamping saat menyaksikan kegiatan yang digelar di alun-alun yang berada di arah depan keraton. Siti Inggil dibangun pada tahun 1529 M pada masa pemerintah Syeh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Terdapat lima bangunan tanpa dinding (dinamakan Mande) di dalam area / pelataran Siti Inggil -arti harfiahnya adalah ‘tanah yang tinggi’- ini, yaitu : Mande Malang Semirang (tempat duduk Sultan dan keluarga), Mande Pandawa Lima (tempat duduk pengawal pribadi Sultan), Mande Semar Tinandu (tempat duduk para penasehat Sultan), Mande Pengiring (tempat duduk para pengiring Sultan) dan Mande Karesmen (tempat para wiyaga / penabuh gamelan).
Selain 5 Mande tersebut, di area Siti Inggil ini juga terdapat Lingga & Yoni yaitu semacam tugu batu yang merupakan lambang kesuburan.
Terdapat dua gapura bermotif bentar khas jaman Majapahit di Siti Inggil ini, sebelah Utara bernama Gapura Adi sedangkan di sebelah Selatan bernama Gapura Banteng, dengan candra sengkala “Kuta Bata Tinata Banteng” yang berarti angka 1451. Tahun 1451 Saka = Tahun 1529 M, tahun dibangunnya Siti Inggil ini.
Area utama Keraton Kasepuhan
Setelah dari Siti Inggil, kami pun masuk ke area utama Keraton Kasepuhan yang terdiri dari bangunan induk dan bangunan penunjang keraton. Memasuki area utama keraton ini melalui gerbang berpintu kayu yang disebut Lawang Gledegan.
Taman Dewandaru
Merupakan sebuah taman berbentuk melingkar dengan tanaman-tanaman diantaranya adalah Pohon Soka (yang melambangkan kegembiraan) dan juga terdapat hiasan patung macan putih (lambang Kerajaan Pajajaran), serta dua meriam ( Ki Santono dan Nyi Santoni).
Di sekitar Taman Dewandaru ini dulunya terdapat dua gedung yang berfungsi sebagai museum yaitu museum pusaka dan museum kereta, namun saat ini kedua gedung tersebut tidak difungsikan setelah diresmikannya Museum Pusaka Keraton Kasepuhan.
Lunjuk
Lunjuk adalah sebutan untuk sebuah bangunan yang digunakan untuk menerima tetamu sebelum bertemu raja, di sini dicatat identitas dan kepentingan tamu tersebut.
Sri Manganti
Sri Manganti adalah nama dari bangunan beratap joglo tanpa dinding yang digunakan untuk tempat menunggu keputusan raja.
Bangunan induk Keraton
Di bangunan induk keraton inilah tempat Sultan melakukan tugas-tugas kesultanan, dan bangunan induk ini terdiri dari beberapa ruangan dengan fungsinya masing-masing.
Kutagara Wadasan
Kutagara Wadasan ini merupakan semacam gapura bercat putih dengan gaya khas Cirebon yang terletak di depan bangunan induk keraton. Terdapat ukiran khas Mega mendung di bagian atas dan ukiran wadasan di bagian bawahnya, mengandung arti bahwa seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat dan setelah menjadi pemimpin harus dapat mengayomi rakyatnya. Bangunan ini dibangun pada tahun 1678M pada masa pemerintahan Sultan Sepuh I.
Oya, sebagian besar dinding bangunan, gerbang maupun dinding pagar di Keraton Kasepuhan ini berwarna putih, dengan hiasan piring keramik, kaca warna-warni maupun ukiran-ukiran artistik. Salah satu diantara yang terlihat cantik adalah gerbang bernama Buk Bacem yang merupakan pintu menuju bagian keraton yang lebih privasi, antara lain area Kaputran.
Petilasan Dalem Agung Pakungwati
Masih di kompleks Keraton Kasepuhan ini, kita dapat juga mengunjungi area yang merupakan petilasan Keraton Agung Pakungwati, yang merupakan cikal bakal Keraton Kasepuhan. Keraton lama ini berdiri pada Tahun 1430M. Untuk memasuki area keraton lama ini pengunjung harus membayar tiket lagi sebesar Rp.10.000,-/orang.
Di area ini terdapat Paseban, Sumur Upas, Sumur Tujuh, Sumur Agung, Patilasan Pakungwati (yang tidak boleh dimasuki oleh perempuan) dan juga sisa-sisa Taman Sari. Menurut juru kunci masih banyak pengunjung yang khusus datang ke Sumur Tujuh yang konon airnya dari 7 sumber, untuk ngalap berkah atau berharap manfaat air sumur itu untuk berbagai maksud dan tujuan.
Langgar Agung
Bangunan ini adalah sebuah mushala / tempat sholat yang tertua di kompleks Keraton Kasepuhan ini, masih digunakan dalam acara tradisi Panjang Jimat dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad di Keraton Kasepuhan ini.
Sebelum meninggalkan keraton ini kemarin, kebetulan hari itu Jumat sehingga Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang terletak di dekat kompleks Keraton Kasepuhan ini penuh dengan jamaah sholat Jumat dan akupun memutuskan untuk numpang sholat dhuhur di Langgar Agung ini. Suasana terasa adem di dalam mushola tua tersebut.
Sahabat Lalang Ungu, demikianlah catatan perjalanan kunjungan kedua ke Keraton Kasepuhan Cirebon. Alhamdulillah, kunjungan kedua ini sangat berkesan bagiku. Teman-teman sudah berkunjung ke Keraton Kasepuhan juga? Yuk, bagi kenangannya di kolom komen ya.. Terima kasih..
Pingback: Kunjungan Singkatku ke Keraton Kanoman Cirebon |