Dolan Lombok : Mengenal Adat, Budaya dan Romantika Dusun Sade. Sahabat Lalang Ungu, kali ini aku akan lanjutkan kembali cerita jalan-jalan kami ke Lombok pada Maret lalu ya.. Setelah mengunjungi Desa Wisata Sukarara kami melanjutkan langkah -eh menggunakan mobil ding, hehe- ke salah satu Desa Wisata lain yang tak kalah terkenalnya di Lombok, yaitu Dusun Sade.

Welcome to Sade Village Lombok
Lokasi Sade
Sade adalah nama salah satu dusun yang mencerminkan gambaran desa tradisional Lombok sehingga sering menjadi tujuan wisatawan yang datang ke Lombok karena masih mempertahankan adat Suku Sasak yang merupakan suku asli Lombok. Berlokasi di Desa Rembitan, Pujut, Kab Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Saat mendengar bahwa kami akan berkunjung ke sebuah desa tradisional Lombok, awalnya kukira kami akan menempuh jalan yang relatif susah dijangkau / semacam daerah pedalaman. Ternyata, perkiraan itu sama sekali salah!
Sade Village terletak di pinggir jalan raya yang sudah beraspal bagus. Sama sekali tidak ada susah payah untuk mencapai perkampungan ini, kami hanya tinggal menyeberang saja dari lokasi parkir di pinggir jalan raya itu. Mantaaab sekali! 🙂
Luas dan Jumlah Penduduk Sade
Sesampainya di tempat parkir Sade, kami diperkenalkan dengan seorang bapak yang akan menjadi pemandu kami saat mengeksplor Desa Sade. Amak Rahman, begitulah beliau memperkenalkan diri kepada kami. Orangnya ramah, suka bercanda, pandai bercerita dan…hasil potretannya pun cakep lho! Haha..penting banget yang terakhir ini ya..
Amak Rahman menceritakan kepada kami bahwa luas dari dusun Sade itu sekarang hanyalah sekitar 2 Ha, dihuni oleh 150 KK dengan total penduduk berjumlah 700 jiwa. Kampung ini mulai ada sejak tahun 1800 M dan mulai dibuka untuk kunjungan wisata sejak Tahun 1973. Hm, sudah lama juga ya..
Pengalaman kami di Dusun Sade
Bersama Amak Rahman kami memulai jalan-jalan di Sade ini dengan terlebih dahulu mendaftar di sebuah meja beratap ilalang yang terletak setelah pintu gerbang, di sini pengunjung menulis data diri di Buku Tamu dan memberikan donasi sukarela.

Mba Wati sedang mengisi Buku Tamu di Sade
*Mengenal Adat Sasak di Sade
Sebelum berkeliling dusun, terlebih dahulu kami diajak duduk-duduk di semacam bangunan semi terbuka, di sana Amak Rahman bercerita tentang masyarakat setempat dan adat istiadatnya.

Salah satu seni budaya Sade yang sempat kami saksikan siang itu..
Masyarakat setempat bisa dikatakan merupakan sebuah keluarga besar karena berasal dari satu keturunan. Di sana berlaku perkawinan dengan sesama warga setempat / kerabat dengan pernikahan secara adat, adapun pernikahan dengan suku lain akan dikenakan ‘denda’ seekor kerbau jantan.
Amak Rahman menjelaskan mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam pernikahan adat tersebut, a.l : rebak pucuk, merariq (kawin lari), mesejati, linggih krame / sidang krame (resepsi), nyongkol (arak-arakan pengantin dari rumah pengantin pria ke rumah pengantin wanita), begawe (resepsi di rumah pengantin pria), dll.
Mahar / seserahan ajen-ajen dalam adat ini bisa berbentuk kain tenun warna-warni sejumlah 25 buah, 1 buah keris, umbaq (menyediakan 1000 kepeng, dimana 1 kepeng setara dengan Rp.10.000) dan 33 unit kain kafan. Wow, banyak juga ya maharnya..
Masyarakat di Sade mata pencahariannya adalah bertani untuk kaum pria sedangkan kaum wanita menenun. Dalam struktur sosial, masyarakat Sade dipimpin oleh Kepala Suku : Kordap Selaki. Kepala Suku ini turun temurun, demikian juga pemangku adat dan Kyai. Dalam kesehariannya digunakan Bahasa Sasak Jamak (murni, tidak ada campuran dari suku lain).

Inak Dul sedang menenun. Menenun adalah pekerjaan utama perempuan Sade. Di latar belakang adalah kain2 cantik hasil tenunannya
*Menyusuri Dusun Sade
Bersama Amak Rahman kami kemudian berjalan kaki menyusuri Dusun Sade yang tak terlalu luas itu. Bangunan-bangunan di sini sangat khas : berdinding anyaman bambu, tekan / tiang kayu dan atap dari alang-alang kering.

Bersiap menyusuri Desa Sade (Foto by Amak Rahman)
Terdapat beberapa jenis arsitektur bangunan / rumah di Sade ini, antara lain : Bale Tani / Bale Gunung Rate; Bale Bonter; Bale Lumbung; Bale Balaq dan Bale Kodong. Masing-masing mempunyai pemanfaatan yang berbeda.

Bale (rumah tradisional) di Desa Sade
Bale Tani / Bale Gunung Rate misalnya, merupakan bentuk bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal. Terdiri dari 2 ruang utama yaitu ruang luar untuk menerima tamu dan tempat tidur anggota keluarga serta ruang dalam (yang letaknya lebih tinggi) dan terdiri dari dapur dan kamar tidur anak gadis. Lantai rumah dari tanah liat yang dikeraskan/dicampur dengan kulit padi, dan dibersihkan dengan kotoran kerbau. Dipercaya hal ini akan menjauhkan penyakit dari rumah ini.

Bersama Baloq Rahman di depan Bale Kodong Desa Sade. Baloq (nenek) ini adalah salah satu sesepuh di dusun ini.
Bale Lumbung adalah bangunan yang digunakan untuk menyimpan hasil panen, sedangkan Bale Kodong adalah bangunan relatif kecil yang biasanya untuk tempat tinggal pasangan yang baru menikah. Bale Bonter adalah bangunan di tengah pemukiman yang digunakan sebagai tempat pertemuan.

Bersama mba Wati di depan Bale Lumbung (Foto by Amak Rahman)

Pose sejenak di ruang luar salah satu Bale. Pintu di belakangku menuju ke ruang dalam. (Foto by Amak Rahman)
*Melongok ke Masjid Unik di Desa Sade

Amak Rahman & Mba Wati di depan Masjid Nur Syahada
Dulu masyarakat Sade menganut kepercayaan animisme, agamanya Islam Wetu Telu, namun sekarang sudah menganut Islam sepenuhnya. Oya, terdapat sebuah masjid di Desa Sade ini yang sekarang sudah dipugar dan tampak indah. Terletak di tengah pemukiman yang terdiri dari rumah-rumah tradisional Sasak, masjid Nur Syahada yang dindingnya berhiaskan anyaman bambu dan beratapkan alang-alang kering ini tampak cantik dan harmonis dengan lingkungan sekitarnya.

Detil cantik dinding Masjid Nur Syahada

Pose sejenak di pintu masuk Masjid Nur Syahada (Foto by Amak Rahman)
*Berpose di bawah Pohon Cinta
Siang itu kami asyik berjalan-jalan di lingkungan Sade sambil mendengarkan penuturan Amak Rahman tentang segala hal yang kami temui di sana. Sesekali berhenti mengagumi kain-kain tenun maupun cinderamata khas yang dijajakan di teras-teras rumah di sana.
Lalu di suatu tempat, tiba-tiba Amak meminta kami untuk duduk berdua di bawah sebuah pohon kayu kering di persimpangan jalan-jalan setapak yang di kelilingi rumah-rumah.
“Silakan istirahat dulu di sini, sambil kita lihat apakah kalian diberkahi / tidak,” demikian kata beliau sambil senyum-senyum dan meminta HP-ku untuk memotret kami berdua.

Berpose di bawah Pohon Cinta, yang ini bukan untuk dilarikan lho…
Eh, apa maksudnya Si Bapak ini? Apakah itu tempat keramat? Apakah boleh kami duduk begitu saja di sana? Kami berdua berpandangan agak bingung.
“Ini lah yang dinamakan Pohon Cinta,” Amak Rahman kemudian menjelaskan sambil menunjuk pohon kering di belakang kami. Kami mengamati pohon kering itu, apa istimewanya selain bentuknya yang tampak artistik tegak menjulang di tengah kumpulan rumah beratap alang-alang kering yang menimbulkan suasana eksotik itu?

Pohon Cinta di Desa Sade
Sahabat, salah satu adat di sini adalah merariq yaitu proses menikah yang dimulai dengan penculikan si gadis oleh calon suaminya. Penculikan ini terencana atau disepakati oleh keduanya, semacam kawin lari begitulah. Nah, Pohon Nangka (yang sekarang sudah mati) di belakang rumah-rumah inilah yang menjadi tempat bertemu sebelum si gadis dilarikan ke keluarga/teman si lelaki. Karena menjadi saksi cinta dari banyak pasangan di desa ini, maka mereka kemudian menyebutnya sebagai Pohon Cinta. Begitulah sejarahnya, sahabat..
Sahabat Lalang Ungu, begitulah cerita perjalananku kali ini yaitu pengalaman berkunjung ke Dusun Sade Lombok. Secara keseluruhan kami sangat menikmati kunjungan ini. Suasana desa dengan bangunan-bangunan khasnya terasa mengesankan.
Meski saat berkunjung itu siang cukup terik tapi kami tetap asyik dan merasa nyaman berjalan-jalan di sana. Masyarakatnya juga tampak telah terbiasa menerima kunjungan-kunjungan wisatawan. Ada rumah / bale khusus yang disediakan untuk dikunjungi hingga ke dalam, namun privasi rumah-rumah lain tetap terjaga.
Hampir semua rumah memajang kain dan suvenir hasil kerajinan tangan mereka, namun tidak saling berebut menawarkan / menarik perhatian pengunjung untuk dibeli. Suasananya ya suasana sebuah kampung permukiman, bukan suasana pasar. Hehe.. Untuk kain-kain tenun yang cantik-cantik di sini harganya relatif terjangkau. Menurutku, lebih baik beli di Sade daripada di pedagang asongan di pantai-pantainya. Kualitasnya lebih terjamin 🙂
Sahabat, pernah berkunjung ke Sade juga? Atau sedang berencana ke sana? Yuk bagi ceritanya di kolom komen ya..
***
Catatan : mohon maaf apabila ada kesalahan dalam menuliskan istilah / informasi terkait adat budaya di sini. Apabila ada Sahabat yang lebih paham boleh memberikan koreksi bila ada yang kurang tepat ya..
June 1, 2020 at 17:30
Enaknya kalau berkunjung ke desa budaya atau tradisional memang pakai guide ya mbak. Untung deh eksplor Desa Sade pakai pemandu jadi bisa tahu sejarah dan hal-ahal menarik mengenai tempat tersebut.
Baru tau kalau masyarakatnya dari sat u keturunan gitu ya. Jadi pingin ke Lombok juga
June 1, 2020 at 20:04
Iya mba, dengan pemandu kita jadi lebih terarah dan lebih banyak.mendaoat informasi ya
June 1, 2020 at 21:02
Saya belum pernah melakukan wisata ke tempat desa2 apalagi belajar atau mengenal adat mereka. Iri deh baca postingan Mba tanti hehe seru banget kegiatannya
June 1, 2020 at 21:29
Kebetulan dapat pemandu yg asyik nih..jadi nambah banyak hal baru..hehe
June 2, 2020 at 09:13
Jadi ingat dengan kunjungan saya di Desa Sade ini beberapa tahun yang lalu… sayangnya dulu nggak ada pertunjukan budaya seperti itu, mbak.
Apa saya harus balik lagi ke sana ya buat liat secara langsung? hehehe
June 2, 2020 at 09:17
Hayuuuk..balik lagii..haha..
June 2, 2020 at 11:03
Tahu ga mbak.. aku pengen ke Lombok belum kesampaian huhu.. pengen ke Sade.. itu makasih banyak ya mbak kaos blogger pekalongan sampai sana. ;)))
June 2, 2020 at 12:28
Insya Allah,sampai sana juga nanti.. Aamiin.. Eh iya, aku sengaja tuh pake kaos kita..hehe..
June 2, 2020 at 11:27
suamiku pengen banget ke Lombok mbak 🙂 tapi belum kesampaian, semoga setelah pandemi ini bisa kesana ya
June 2, 2020 at 12:29
Insya Allah kesampaian suatu saat nanti mba. Aamiin..
June 3, 2020 at 02:29
Uwuw.. nikah beda suku bisa kena denda. Memang Lombok selalu punya cerita unik dan menarik untuk di kunjungi. Rasanya perjalanan traveling belum lengkap kalau belum ke Lombok ya mba.
June 3, 2020 at 09:44
Myngkin itu sebabnya nikahnya dg kerabat sendiri..lbh murah..hihi..
June 3, 2020 at 04:55
Pernah ke Lombok tapi ga kepikiran untuk wisata desa begini,seru juga rupanya. Next time kalo ada kesempatan moga-moga bisa wisata desa juga mbak.
June 3, 2020 at 09:43
Biasanya masuk di destinasi wisata mba..
June 3, 2020 at 05:06
Pohon cinta, penuh kisah yang melatar belakangi keelokannya.
Kak Tanti bagus-bagus banget fotonya.
Aku baru tahu kalau ada Desa Sade di Lombok. Saudaraku ada yang menikah dengan orang Lombok, tapi tinggalnya di Mataram.
Rindu main ke sana….masih sangat indah pemandangannya yaa, kak.
June 3, 2020 at 09:43
Biasanya jadi tujuan wisata nih..tenun2nya cantiik..
June 3, 2020 at 07:37
Lombok ini salah sati bucket list ku mbaa
Bahkan sering kupromoin d sini bahwa Lombok ini lebih menarik drpd tetanggany karena teman2 d sini banyak yg belum tahu lombok
Makin mupeng lihat foto2ny, esp bentuk rumahny
Indonesia emng indah
Berharap pandemi segera berlalu biar bisa jalan-jalan lagi 😀
June 3, 2020 at 09:42
Aamiin… Semoga ya mba..
June 3, 2020 at 08:42
Barokallah sudah sampai di desa Sade.
Pengnen juga main ke situ, mengenal sejarah, budaya dan istilah-istilahnya
yang paling bikin mupeng hasil souvenirnya tenun itu mba Tanti apik-apik dan tradisional banget.
June 3, 2020 at 09:41
Insya Allah nanti sampai sana juga ya Nyi
June 3, 2020 at 09:27
Duhhh…. jadi pengen kesana. langitnya cantik 🙁
June 3, 2020 at 09:41
Bikin gemes ya Ngga..
June 3, 2020 at 11:03
seru banget mbaa.. jadi banyak belajar budaya setempat yaa..
June 5, 2020 at 06:35
Betul..
June 3, 2020 at 11:14
Wah seru banget deh bisa main ke sana. Salah satu tempat yang masih kaya dengan budaya tradisional ya. Salah satu tempat yang kepengen banget aku singgahi sejak lama. Sejak baca ceritanya salah satu traveler saat Jelajah Daihatsu dulu.
June 5, 2020 at 06:33
Iya mba..sangat rekomen tuk disinggahi..
June 3, 2020 at 11:19
Lombok selalu punya kenangan ya mbak, saya belum pernah ke dusun Sasak ini mbak. Btw aku salfok sama ibu-ibu penenun, tenunannya cantik-cantik banget.
June 5, 2020 at 06:33
Klo melihat para penenun suka gemes..tampak mudah hehe..
June 3, 2020 at 11:37
Pernah baca soal Sade Rembitan ini di blognya Bunsal. Kain-kain yang kita beli waktu itu dari sini juga kayaknya ya mba. Memang bagus lho, motifnya juga khas banget.
Eksotis banget sih kisah anak gadis yang harus melalui proses diculik segala gitu hehee… penculikan tapi udah disepakati.
June 5, 2020 at 06:32
Ya betul..kain2 kita kemarin dari Sade ini
June 3, 2020 at 12:12
Sewaktu tahun 2015 ke Dusun Sade saya keliling ditemani guide yang menceritakan dengan fasih sejarah dan hal-hal menarik di dusun ini. jadi datang malah nambah ilmu.
June 5, 2020 at 06:32
Betul mba..guide nya sangat menguasai ttg Sade..
June 3, 2020 at 12:17
tempatnya kereeen ya mbaaa dan aku ngga tahan liat jejeran kain yang kereeen semua ituuuu. Mau beli semua hahaha
June 5, 2020 at 06:31
Bikin kalap di sana mba..
June 3, 2020 at 13:06
Gambar yang paling favorite menurut saya yang mba duduk di pohon cinta, kelihatan unik dan aestetik banget,ditunggu cerita jalan jalan selanjutnya ya mba
June 5, 2020 at 06:31
Hihi..si bapak tuh yg motret..
June 4, 2020 at 20:24
Unik dan apik banget bentuk rumah traditionalnya. Jadi pengin punya satu bangunan rumah model begitu buat ditempatkan di halaman rumahku
Mupeng nih aku lihat kain etnik keren-keren begitu ..
Kisaran berapa harga kain etnik disana, kak ?
June 5, 2020 at 06:28
Kemarin tuh ditawarkan mulai dr 115 Kak
June 15, 2020 at 10:14
Nah kita samaan banget mbak. Awalnya aku juga mikir desa Sade tu tempatnya antah berantah jauh masuk ke dalam hutan gitu jebulnya di samping jalan gede wkwkwk… seru emang ya beberapa budayanya termasuk yg culik menculik itu. Aku suka banget masjidnya modelnya simple tapi adem gtu ya mbak
June 15, 2020 at 10:38
Kebetulan kemarin dapat guide yg asyik banget, jadi makin seneng deh jalan2 di sana sambil.mendengar cerita2nya..
June 15, 2020 at 11:05
Wah dulu ke Sade pas hari terakhir di Lombok…nggak sempet mampir masjidnya…soalnya udah buru-buru ke Bandara dan ternyata penerbangan dimajukan mana nggak ada pemberitahuan, hampir aja ketinggalan pesawat
June 15, 2020 at 13:18
Wah..sayang sekali ya..jadi terburu-buru banget pastinya waktu itu..
June 15, 2020 at 21:54
Lombok sampai saat ini masih jadi wish list, saat ini sesuatu tentang Lombok ya kalau baca2 tentang Lombok dari blog teman, ya kadang dapat souvernir dari Lombok
June 16, 2020 at 06:10
Semoga sampai ke Lombok juga besok2 ya..
June 16, 2020 at 07:18
Aku takjub pas diceritakan tentang kawin lari dan culik itu mbak, juga rumahnya dari kotoran sapi, budaya Nusantara itu kaya dan unik yaa
June 16, 2020 at 08:56
Iya mba..penculikan yg disepakati..hehe.. Nah kotoran kerbau digunakan untuk membersihkan (ngepel) lantai itu unik juga y mba..
June 16, 2020 at 15:01
Senengnya ya udah denger cerita Amak Rahman, detil dan gak bosen juga karena pintar bercerita.
Sebuah perjalanan wisata yang bakal jadi kenangan ya Mba, mau deh jalan-jalan lagi. Semoga pandemi lekas berakhir
June 16, 2020 at 17:26
Iya mba…semoga pandemi segera berlalu ya..
June 16, 2020 at 17:09
Maharnya buanyak juga, ya.
Ehm, neneknya benar-benar awet muda, masih cantik banget. Aku jadi ingat sama buyutku.
Masjidnya, unik banget.
Pohon cinta?
Di Ambarawa adanya bukit cinta. Di pojok desaku sini ada jembatan cinta.
Ah, setiap tempat memang punya keunikannya tersendiri. Terima kasih Mbak sudah mengajakku jalan-jalan ke Lombok via tulisan.
June 16, 2020 at 17:25
Sami2, Ika..
June 16, 2020 at 17:28
Masuk ke Sade berarti bisa small grup atau individual ya Mba, nggak perlu rombongan atau bikin janjian dulu kan yaa… Krn memang activity wisata di sana sudah sustain yaa, jd bukan mengada2kan sesuatu pas ada tamu yaa
June 16, 2020 at 20:49
Iya..sepertinya begitu. Kami kemarin hanya berdua tetap didampingi guide lokal, meskibdibsaat yg sama ada rombongan dg peserta yg cukup besar juga..
June 16, 2020 at 18:48
Masya Allah masjidnya… Indah sekali. Walaupun terlihat sederhana tapi adem banget lihatnya. Desa yang masih mempertahankan kearifan lokal memang patut selalu diperhatikan
June 16, 2020 at 20:50
Iya mba..masjidnya tampak unik dan cantik, membaur di tengah pemukiman yg kental aura tradisionalnya itu
June 16, 2020 at 20:26
Kehidupan di dusun Sade ini memang udah kesehariannya ya seperti itu ya mba. Jadi enggak khusus dilakukan atraksi untuk menarik wisatawan aja. Kesannya natural gitu ya jadinya,
June 16, 2020 at 20:51
Ita dik, sepertinya begitu. Lingkungan srhari-hari ya begitu, meski tdk semua rumah bisa dimasuki. Ada yg khusus disiapkan utk itu sepertinya..
June 16, 2020 at 21:33
Cantik banget tempatnya. Lombok memang must visit place banget ya mbak. Aku senang banget ke daerah-daerah yang bisa buat belajar budaya dan seni gini. Semoga one day bisa jalan-jalan ke Lombok juga aah. Aamiin
June 16, 2020 at 22:05
Wii…komplit banget ulasannya. Makin mupeng jln2 ke desa Sade nih.
Corona ..minggatooo
June 17, 2020 at 05:15
Desa Sade semoga suatu saat aku bisa ke sana. Aamiin. Semuanya tentang kebudayaan ada di sana yo mba. Pembuatan tenun sungguh manual dan butuh ketelitian ga heran kalau tenun mahal. Keren Lombok
June 17, 2020 at 12:48
Aamiin..semoga ya Nyi.. lebih asyik.lagi.klo kita bisa bareng ke sananya..hehe..
Pingback: Dolan Lombok : Menjelang Sore di Pantai Tanjung Aan & Bukit Merese |
June 27, 2020 at 19:35
Ngeliat rumah adat lombok dan kain tenunnya mengingatkan wishlist aku di tahun 2019 untuk bisa jalan2 ke Lombok jugak.. Pengen punya kain tenun asli lombok paling nggak satu setelan, xixixi
June 28, 2020 at 06:12
Semoga segera terwujud y mba ..
Pingback: Dolan Lombok : Menikmati Siang di Gili Trawangan |
Pingback: Singgah Sejenak di Masjid Raya Hubbul Wathan Mataram |