“Mba, sudah jadi daftar?”
“Sudah kemarin. Kamu gimana, sudah daftar juga, kan?”
…
“Lhaa… Ditanya kok malah bengong..”
“Nggak jadi, mba. Aku nggak jadi ikut”
“Lho kenapa? Kemarin kamu yang semangat mengajakku, eh malah kamu nggak jadi ikut..”
“Iya maaf mba.. Nggak boleh sama orang rumah..”
“Oh gitu.. Yo wis, kalau alasannya begitu.”
“Semoga hasil test besok baik ya mba..”
“Aamiin.. Suwun ya…”
***
Percakapan itu terjadi sekitar dua pekan lalu, antara aku dan salah seorang rekan kerjaku. Bukan tentang rencana pergi bersama ke suatu tempat / acara, namun rencana untuk barengan mengikuti test yang ditawarkan.
Di masa pandemi seperti ini, mungkin kalian sudah menebak bahwa test yang dimaksud di sini adalah test kesehatan, terutama berkaitan dengan Covid19. Ya betul, dugaan kalian tidak salah.
Beberapa waktu lalu ada surat dari Pemkot ke kantor kami, mengenai anjuran untuk mengikuti test untuk mengetahui apakah terinfeksi Covid19 atau tidak. Test yang diminta adalah PCR (polimerase chain reaction) yaitu metode yang digunakan dalam pemeriksaan virus SARS Co-2 dengan cara mendeteksi DNA virus. Dari hasil uji ini diperoleh hasil apakah seseorang terinfeksi SARS Co-2 atau tidak. Test inilah yang direkomendasikan WHO untuk mendeteksi Covid19.
Apa beda Swab PCR dengan Rapid Test?
Swab adalah cara perolehan bahan / sampel dari orang yang akan ditest PCR, yaitu dengan mengusap nasofarings dan atau orofarings menggunakan alat khusus.
Untuk membedakan antara Rapid Test dan Swab PCR dapat dilihat dari 3 hal yaitu : jenis sampel yang diambil, prosedurnya dan hasilnya. Uraiannya adalah sbb:
- Berdasarkan jenis sampel yang diambil dapat dibedakan bahwa rapid test mengambil sampel darah dengan cara ditusuk ujung jarinya atau darah dari vena, sedangkan swab PCR mengambil sampel dari nasofarings dan atau orofarings.
- Berdasarkan prosedur pengambilan sampel, rapid test relatif lebih sederhana dan cepat, sementara swab PCR lebih rumit dan makan waktu.
- Adapun dari hasil test, rapid test hasilnya antara reaktif atau non reaktif, sedangkan untuk swab PCR hasilnya positif atau negatif.
Demikian perbedaan antara Rapid Test dan Swab PCR yang digunakan untuk mengetahui kondisi seseorang terkait Covid19.
Kembali ke cerita pengalamanku kemarin, yang ditawarkan ke kantor kami kemarin adalah swab PCR gratis untuk pekerja di kantor kami yang berminat. Sedikit berbeda dengan Dinas / OPD lain yang langsung berhubungan dengan masyarakat yang wajib melakukan swab test untuk semua pekerja, maka untuk kantor kami yang tupoksi-nya tidak langsung berhubungan dengan masyarakat umum test ini bukan merupakan kewajiban namun sukarela saja.
Wah gratis, banyak yang mendaftar dong?
Ternyata tidak selalu, Marimar! 😊
Awalnya memang kukira akan banyak yang ikut test ini, karena ini kesempatan untuk memastikan kondisi kesehatan kita, gratis lagi! Tapi rupanya ada banyak pertimbangan untuk mengikutinya. Ada yang terus terang bilang takut (prosesnya maupun hasilnya), ada yang merasa tidak perlu diperiksa, ada juga yang setelah berkonsultasi dengan keluarga ternyata tidak diizinkan (dengan aneka alasan).
Aku sendiri memutuskan untuk mengikuti test itu (dan didukung oleh keluargaku) karena selama pandemi ini aku tetap WFO setiap hari kerja bahkan sejak September lalu sudah mulai ada tugas dinas luar kota. Ya meskipun aku telah berusaha selalu menerapkan protokol kesehatan semaksimal kemampuanku dan kondisi saat ini Alhamdulillah sehat tanpa gejala apapun, namun tetap ada rasa was-was di hati.
Jangan-jangan aku OTG alias Orang Tanpa Gejala, yang secara fisik terlihat sehat namun tetap ada kemungkinan menjadi pembawa dan penular virus bagi orang di sekitarku. Apalagi di rumah ada ibu kami yang Lansia. Sehingga menurut kami kepastian kondisi kesehatanku ini perlu. Harapan kami hasil test negatif tentu saja, namun jika ternyata positif ada baiknya segera diketahui untuk diobati secara tuntas dan diambil tindakan agar tidak menularkan ke orang lain.
Prosedur Swab PCR Gratis Yang Kujalani
Itu pemikiranku. Rupanya tidak demikian pemikiran orang-orang lain, hehe.. Ya sudahlah, masing-masing berhak berpendapat bukan? Jadilah pada akhir masa pendaftaran kemarin hanya sekitar 10% saja dari jumlah seluruh karyawan, yang akan ikut test ini.
RS Hermina Pekalongan adalah tempat kami melakukan Swab PCR kemarin. Dari kantor kami berangkat siang itu menuju RS tetap menggunakan masker dan jaga jarak. Terus terang, ada rasa deg-degan yang kurasakan saat itu. Ya maklum saja, itu kali pertama aku akan melakukan test terkait Covid19 ini, meskipun sudah baca-baca sebelumnya tapi tetap saja masih terasa asing.
Sakit gak ya, hidung dimasuki alat panjang itu? Mulut hingga kerongkongan dimasuki alat asing, muntah gak ya? Itu antara lain pertanyaan-pertanyaan yang berputar di benakku sepanjang perjalanan menuju RS. Mungkin demikian juga perasaan teman-temanku. Tapi kami juga saling menyemangati sepanjang perjalanan itu, hehe..
Sesampai di tempat parkir RS, kami diarahkan oleh Satpam menuju ruang pendaftaran. Setelah cuci tangan sebelumnya, kami pun masuk ke ruang pendaftaran tetap dengan masker terpasang rapi. Meninggalkan KTP (asli/fotokopi) atau identitas diri lainnya ke petugas, lalu menuju kursi tunggu. Jaga jarak juga diterapkan di sini, meskipun siang itu tidak banyak yang antri, hanya kami dan seorang bapak.
Tak lama menunggu, petugas memanggil, memintaku menorehkan tanda tangan pada daftar yang telah disiapkan, memberikan KTP ku dan note bertuliskan NIK, mengarahkan ku menuju ruang test di bagian lain.
Memasuki ruangan, seorang petugas medis menyapa ramah dan mempersilakan duduk. Ada 3 orang petugas medis berpakaian APD lengkap di ruang itu, dengan 2 kursi untuk yang akan ditest.
Setelah menerima KTP dan catatan yang kuserahkan, petugas menanyakan nama lengkap dan alamatku. Rupanya sambil mencocokkan dengan ata di KTP itu. Lalu menjelaskan bahwa pengambilan sampel akan dilakukan 2 kali, pertama di hidung dan kedua di mulut.
Aku mengangguk tanda mengerti penjelasan itu, lalu petugas mempersilakanku membuka masker, duduk menyender dengan kepala agak tengadah. Alat agak panjang dengan semacam kapas di ujungnya perlahan dimasukkan ke hidungku, jauh ke dalam dan dia menghitung hingga lima sebelum menariknya kembali.
Saat alat sampai ‘di ujung dalam’ itu aku merasa sedikit sakit (semacam nyenggrok – Bhs Jawa) sehingga sempat mengaduh pelan dan terbatuk setelah alat diambil. Sempat kulihat petugas lain sigap memotong ujung kapas dan memasukkan ke tempat sampel. Setelah tenang kembali, petugas memintaku untuk membuka mulut lebar-lebar dengan lidah menjulur keluar dan mengatakan ‘aaa’ sementara ia memasukkan alat baru hingga jauh ke dalam mulut lalu segera menariknya kembali keluar dan seperti sebelumnya, petugas lain sigap memotong ujung kapas yang langsung masuk ke wadah sampel yg telah ditempeli catatan NIKku.
Selesai sudah. Petugas kemudian mempersilakanku keluar, berganti dengan antrian berikutnya. Aku keluar masih dengan sedikit rasa ‘aneh’ di dalam hidung, sedangkan bagian mulut tak terlalu terasa berbeda. Ya, biasa saja ternyata, tak merasa ingin muntah juga..
Selanjutnya kami kembali ke kantor dan melanjutkan tugas hari itu. Dari petugas tadi disampaikan hasilnya sekitar 3-5 hari, sesuai dengan pengalaman teman dari kantor lain yang sudah lebih dulu ditest, hasilnya keluar H+5.
Hari-hari setelah itu, kami tetap bertugas seperti biasa, namun mulai ada was-was tentang hasilnya. Ada kabar rombongan yang di test sebelumnya hasilnya 8 positif dari 90 orang yang di test. Duuh..bagaimana hasil test kami ya? Menunggu memang benar-benar hal yang paling tidak enak dirasa ya.. Begitu juga yang kualami. Sedikit sesak nafas langsung was-was..sedikit batuk langsung khawatir. Aduduuu..sungguh tak nyaman. Akhirnya aku pun lebih banyak berdoa dan berpasrah diri saja. Que Sera Sera..
Hari ke-5 lewat tanpa datangnya hasil test. Hari ke-6, saling bertanya sudah menerima atau belum, dan ternyata ber-6 sama semua belum menerima. Kabar dari kantor lain, ada yang sudah menerima pada hari ke-3, ada yang belum juga. Makin gelisah. Kenapa belum keluar hasilnya ya? Jangan-jangan…
Ah, aku menepis kekhawatiran. Pada hari ke-7 setelah test aku menanyakan kepada bagian kepegawaian di kantorku dan ternyata dikira hasilnya sudah langsung ke kami masing-masing. Lalu beliau berjanji akan menanyakan ke Dinkes yang mengkoordinir di tingkat Kota.
Sore hari, kabar yang ditunggu akhirnya tiba. Alhamdulillah, kami ber-6 negatif. Duh..legaaaa… Penantian selama sepekan ini berujung manis. 🙂
Lalu, bisa kendor protokol kesehatannya, dong..?
Oh tentu saja tidak! Justru tahu kami sehat, kami makin terapkan prokes ini dengan sebaik-baiknya agar kami tetap sehat dan orang-orang tersayang kami pun tetap sehat.
Nah, Sahabat Lalang Ungu, itulah pengalamanku menjalani Swab PCR beberapa waktu lalu. Adakah teman-teman yang sudah test juga? Silakan berbagi pengalaman di kolom komen ya.. Bagi yang belum test, apabila ada tawaran untuk Swab PCR gratis seperti ini, apakah kalian akan ikut test atau tidak? Yuuk..bagi ceritanya ya.. Terima kasih..
Pingback: Sebuah catatan kecil perjalanan hidupku di 2020 yang baru saja lewat.
Pingback: Pengalamanku Mendapat Vaksin Covid-19 Dosis 1