Hai Sahabat Lalang Ungu… Setelah cerita tentang perjalanan Pekalongan-Cepu dan kunjungan ke 2 tempat wisata di Cepu, maka kali ini aku akan menuliskan pengalamanku hari terakhir di Cepu pada kunjungan tanggal 10-11 Juli 2019 kemarin.
Pagiku di Same Hotel Cepu
Suasana kamar yang nyaman dan badan yang lelah rupanya saling mempengaruhi dan menimbulkan akibat tidur yang nyenyak bagiku di malam itu. Bahkan yang biasanya kuterbangun untuk ke toilet, malam itu tidak terjadi. Tidur nyenyaaak…hingga alarm HP berbunyi pukul 4 pagi. Alhamdulillah ☺
Setelah subuhan, aku gegoleran sambil ngobrol dengan teman sekamarku, yang berujung keputusan kami untuk keluar kamar, jalan-jalan di kebun hotel sebelum sarapan. Pemicunya adalah ceritaku bahwa sore sebelumnya aku sempat berkeliling lingkungan hotel dan mendapati adanya taman -eh, menurutku lebih tepat disebut kebun- di bagian belakang hotel Same Cepu ini.
Nah itu dia penampakan sebagian taman / kebun yang ditanami bunga-bunga refugia, sayur-sayuran dan pohon-pohon buah, dengan jalur jogging track berliku-liku di dalam taman/kebun itu. Foto di atas kuambil sore harinya ya… Sayang sedang kemarau ya…kalau pas musim penghujan mungkin lebih cantik lagi kebun ini..
Maka kami pun memulai hari itu dengan berjalan-jalan di kebun belakang Hotel Same Cepu, tak lupa kami pun berfoto-ria di antara bebungaan tentunya..hehe.. Oh ya, kalau teman-teman menginap di sini dan ingin berjalan-jalan atau jogging di jalur jogging ini, harus hati-hati ya…
Perhatikan kondisi jalurnya. Jangan asal jalan bahkan lari tanpa memperhatikan kondisi jalurnya. Mudah-mudahan nantinya seluruh paving di jalur itu sudah diperbaiki sehingga jalur rata dan aman untuk berjalan apalagi berlari. Semoga hal yang terjadi padaku pagi itu, yaitu sempat terjatuh karena jalur yang tidak rata di sana, tidak terjadi lagi.
Oh ya, selain jalan kaki / jogging di taman, di Same Hotel Cepu ini teman-teman bisa mencari keringat dengan bermain tenis meja, berenang, atau meminjam sepeda untuk berkeliling. Itu yang dilakukan oleh beberapa temanku di sana kemarin.
Setelah puas jalan pagi, kami pun kembali ke kamar untuk mandi, lalu menyantap sarapan di ruang makan dan selanjutnya menuju ballroom untuk mengikuti pertemuan yang dipimpin Pak Dirjen.
Berkenalan dengan Sedulur Sikep
Selain mendapat materi sesuai tupoksiku, salah satu hal baru yang kuperoleh dari kunjunganku ke Cepu kali ini adalah kesempatan untuk ‘mengenal’ salah satu bagian masyarakat Blora yaitu Suku Samin, melalui salah satu tokohnya yaitu Mbah Pram ( Pramugi Prawiro Wijoyo), salah satu narasumber dalam pertemuan kemarin.
Masyarakat luas banyak yang menyebut keturunan Samin Surosentiko sebagai ‘Suku Samin’ namun sebenarnya hal itu salah kaprah. Samin adalah nama orang yaitu Samin Surosentiko yang menemukan dan mengajarkan ajaran ‘SIKEP‘ (yang oleh banyak orang sering disebut sebagai ‘saminisme’). Adapun keturunannya menyebut diri mereka ‘SedulurSikep‘ ( inilah yang oleh masyarakat luas sering disebut Suku Samin).
Sikep dalam bahasa Jawa bisa diartikan isyarat, namun Mbah Pram menjelaskan bahwa SIKEP di sini merupakan kependekan dari kalimat (dalam bahasa Jawa) “isine kudu rangkep“. ISI di sini maksudnya adalah Budi pekerti dan unggah-ungguh / sopan santun. Kudu rangkep artinya harus rangkap / berlapis.
Lebih lanjut Mbah Pram menjelaskan bahwa Sedulur Sikep mempunyai 5 Tujuan Hidup dan 5 Larangan Perjalanan Hidup. Kelima Tujuan Hidup Sedulur Sikep itu adalah : Demen, Becik, Rukun, Seger, Waras. Adapun kelima Larangan Perjalanan Hidup Sedulur Sikep itu adalah : Iri, Dengki, Srei, Panasten, Dahwen. Ada 3 patokan penting bagi Sedulur Sikep, yaitu : Ucap (lisan), Pertikel (pola pikir) dan Kelakuan (tindakan).
Ada anggapan / stigma negatif di masyarakat bahwa orang Samin / Sedulur Sikep itu adalah orang-orang yang lugu, suka membangkang dan bersikap ‘sak kepenake dhewe‘ / sesuka hati. Sering dianggap suka menyembunyikan informasi karena menjawab pertanyaan dengan sepotong-sepotong saja.
Misalnya saat ditanya berapa jumlah anak, mereka akan menjawab 2, yaitu Lanang (laki-laki) & Wadon (perempuan), meskipun sebenarnya jumlah anak mereka lebih dari 2. Atau saat ditanya akan pergi ke mana, mereka menjawab sesuai arah mata angin lokasi yang akan dia tuju. Misal ‘ke Barat’ sebenarnya yang dimaksudnya adalah ke pasar yang letaknya di sebelah Barat, dll.
Mbah Pram menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan dari penyembunyian informasi itu adalah sikap membangkang yang ditujukan kepada kaum penjajah. Mereka melawan penjajah secara halus yaitu dengan menolak bekerjasama dan mempersulit penjajah.
Saat ini, Sedulur Sikep tidak lagi hidup secara terasing. Mereka terbuka terhadap masyarakat di sekitarnya, dengan tetap memegang teguh nilai-nilai luhur yang diajarkan pendahulu-pendahulunya dan bersumber dari Ki Samin Surosentiko ini.
Bertani adalah mata pencaharian utama Sedulur Sikep. Meskipun masih berpegang teguh pada tradisi, mereka juga terbuka terhadap cara-cara bertani yang dikembangkan saat ini. Setelah pertemuan kemarin, peserta diajak mengunjungi pemukiman Sedulur Sikep di Dusun Blimbing Desa Sambongrejo Kec Sambong Kab Blora. Ada pertanian terpadu di sana lho… Dan tak lupa disuguhkan makan siang dengan menu khas Kampung Samin.
Sayangnya, jadwal kereta membuatku tidak dapat mengikuti kunjungan ke Dusun Blimbing itu. Sementara ini aku hanya bisa berpuas diri mendengar cerita dari teman-teman yang ke sana dan foto-foto mereka. Insya Allah, dalam kunjungan ke Cepu / Blora berikutnya, aku ingin berkunjung ke pemukiman keturunan Ki Samin Surosentiko ini.
Perjalanan Cepu-Pekalongan dengan KA Ambarawa Ekspres
Siang itu, sementara teman-teman berkunjung ke Sedulur Sikep, aku meninggalkan Same Hotel Cepu dengan menggunakan mobil hotel. Lho..kok bisa?
Ternyata, memang hotel ini memberikan fasilitas antar-jemput (seputar Cepu) bagi tamu-tamunya. Jadi, kalau saja aku tahu bahwa aku dapat menghubungi hotel untuk penjemputan di stasiun maka tak perlu aku ngojek dari stasiun ke hotel! 😊
Begitulah, melalui resepsionis aku mendapat fasilitas diantarkan -meski sendirian- ke Stasiun Cepu siang itu, bahkan sempat mampir dulu ke toko oleh-oleh lho! Serasa punya sopir pribadi..hehe..mantab dah! Terima kasih Same Hotel Cepu…
Sesampainya di Stasiun Cepu aku sempat menunggu di Musholla Stasiun Cepu (yang berada di luar peron) karena belum waktunya masuk peron, maka sekitar pukul 2 siang aku pun akhirnya masuk peron dan kemudian menumpang KA Ambarawa Ekspress menuju Semarang.
Sebelum sampai di Stasiun Poncol, tentu saja KA Ambarawa Ekspres melewati beberapa setasiun dan berhenti sejenak di beberapa setasiun di antaranya, yaitu : Randublatung, Kradenan, Ngrombo dan Tawang. Berangkat sekitar jam 3 sore dari Cepu dan sampai Semaran sekitar jam 5 sore.
Dari Stasiun Poncol kemudian aku melanjutkan perjalanan dengan menggunakan KA Kaligung menuju kotaku, Pekalongan. Oh ya, tiket KA Ambarawa Ekspres Cepu-Semarang Rp.75.000,- sedangkan KA Kaligung Semarang-Pekalongan Rp.40.000,- jadi total Cepu-Pekalongan ongkosnya Rp.115.000,- sajaaa.. 😃
Nah teman, itulah cerita terakhir dari pengalamanku berkunjung ke Cepu beberapa hari lalu. Mudah-mudahan sekelumit cerita pengalamanku ini ada manfaatnya bagi Sahabat Lalang Ungu. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca ya..
Baca juga catatan perjalananku Pekalongan-Cepu dengan kereta api dan ceritaku menikmati malam di Cepu.
Pingback: 5 Hotel Cantik Yang Paling Berkesan Untukku Selama Tahun 2019 |