Hai Sahabat Lalang Ungu, apa kabar? Semoga semua sehat dan bahagia selalu di hari ke-8 Syawal 1439 H ini ya.. Oya, mumpung masih hangat nih beritanya..kali ini aku akan menulis tentang Java Balloon Festival Pekalongan 2018 yang diharapkan sebagai solusi untuk melestarikan sebuah tradisi.
Apa itu Java Balloon Festival Pekalongan 2018, dan tradisi apa yang ingin dilestarikan?
Pelepasan Balon udara Syawalan di Pekalongan
Nah, pertama akan kuceritakan terlebih dahulu tentang beberapa tradisi yang dilaksanakan masyarakat Kota Pekalongan dalam menyambut / memeriahkan Syawalan. Pemotongan lopis raksasa dan pembuatan serta pelepasan balon udara merupakan dua kegiatan yang erat kaitannya dengan perayaan Syawalan di Kota Pekalongan.
Pada hari ke-7 di Bulan Syawal yang merupakan puncak acara Syawalan di Kota Pekalongan, sejak dini hari sudah terdengar gelegar petasan-petasan besar dan di langit akan terlihat banyak noktah-noktah beterbangan yang satu persatu meledak di udara dengan bunyi keras. Ya, noktah-noktah itu sebenarnya adalah balon udara besar yang diterbangkan disertai petasan besar. Terlalu tinggi untuk dinikmati keindahannya namun suara gelegarnya saat meledak di udara tetap terdengar. Bersahut-sahutan seolah dalam suasana perang saja.
Ramai dan meriah memang, namun sekaligus membuat was-was. Bagaimana tidak? Balon besar itu diterbangkan lepas begitu saja dengan tambahan mercon/petasan besar-besar, bagaimana bila meledak sebelum benar-benar tinggi / menjatuhi rumah / menyangkut di tiang listrik? Ini bukan khayalan atau ketakutan tak beralasan, sudah ada peristiwa-peristiwa kecelakaan seperti itu yang benar-benar terjadi dan diberitakan di banyak media, namun sebagian masyarakat tetap nekad melakukan hal itu dengan mengatasnamakan tradisi. 🙁
Kekhawatiran lain adalah apabila balon besar itu naik terlalu tinggi sehingga mengganggu lalu-lintas penerbangan. Sangat berbahaya bila balon berbahan plastik / kertas itu menutup pandangan pilot atau bahkan masuk ke bagian pesawat, bukan? Untuk itu, pemerintah melalui regulasi yang ada (a.l Peraturan Menteri Perhubungan No 40 Th 2018) telah mengatur mengenai penerbangan balon udara raksasa yang ternyata tidak hanya terjadi di daerah Pekalongan saja, namun juga di beberapa daerah lainnya misalnya Wonosobo dan Ponorogo.
Nah, di sinilah polemik itu terjadi. Di satu sisi ada upaya untuk tetap mempertahankan tradisi masyarakat namun di sisi lain ada upaya untuk menjaga keamanan jiwa maupun lalu lintas penerbangan. Apakah masyarakat harus begitu saja dilarang membuat dan menerbangkan balon udara, tanpa ada solusi lain yang sama-sama menguntungkan?
Java Balloon Festival Pekalongan
Java Balloon Festival Pekalongan 2018 (JBFP2018) merupakan kegiatan baru yang dirintis oleh Pemerintah Kota Pekalongan bekerjasama dengan AirNav Indonesia, yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk tetap mempertahankan tradisi penerbangan balon udara namun dengan tidak membahayakan jiwa maupun melanggar regulasi yang ada.
Kegiatan JBFP2018 ini berbentuk lomba pembuatan balon udara dengan ukuran sesuai regulasi yaitu lebar maksimal 4m dan tinggi maksimal 7m. Motif warna-warni sesuai kreatifitas peserta. Pengasapan dilakukan secara manual. Tidak diperkenankan menggunakan atau menyertakan bahan-bahan berbahaya seperti gas ataupun mercon / petasan. Dan yang utama adalah balon harus DITAMBATKAN. Minimal menggunakan 3 tali tambatan sehingga balon mengudara maksimal 150m di atas permukaan tanah.
Sekitar sebulan sebelum pelaksanaan lomba, sosialisasi sudah dilaksanakan melalui penyebaran pamflet maupun flyer di media sosial. Ramai masyarakat membicarakannya. Biasa.., ada pro dan kontra. Apa asyiknya melihat balon udara tertambat? Mana seru balon udara tanpa suara petasan menggelegar? Begitu antara lain suara-suara masyarakat. Namun sebagian besar masyarakat juga menanti-nantikan acara baru ini.
Pada hari pelaksanaan -yaitu tanggal 21-22 Juni 2018 lalu– terjawablah sebagian besar pertanyaan itu.
Sejak dini hari masyarakat telah berduyun-duyun mendatangi Lapangan Kuripan Pekalongan Selatan yang menjadi lokasi acara. Terdapat 31 peserta lomba yang tampil dalam 2 hari tersebut. Aku berkesempatan menyaksikan acara pada hari ke-2. Dan ternyata MEMANG ASYIK!!
Menyaksikan balon-balon besar bermotif aneka rupa dan warna-warni di satu lokasi dan dalam jarak pandang kita, sungguh memanjakan mata! 😍
Pengunjung juga bisa mengamati dengan jelas aneka motif hasil kreatifitas peserta. Sebagian besar bermotifkan batik, sebagai ciri khas Pekalongan, namun masing-masing unik sehingga benar-benar meriah warna-warni dan motifnya.
Dan kami jadi mengetahui tahapan-tahapan penerbangan balon udara, yang dimulai dengan pengasapan secara manual menggunakan pembakaran di ‘mulut’ bawah balon raksasa itu. Dibutuhkan pula kerjasama yang baik dalam suatu tim ‘penerbangan’ itu : ada yang menjaga pembakaran sehingga pengasapan sempurna, ada pula yang menjaga tepian balon agar mengembang sempurna dan siap ‘mumbul‘ alias mengangkasa.
Aku sempat bertanya pada salah satu tim, yaitu Tim Sedulur dari daerah Curug Tirto, pembuatan balon mereka memakan waktu sekitar 2 hari dengan bahan 10 kodi kertas layangan dan biaya sekitar Rp. 200.000,- Wow..melihat hasil balonnya tentu aku mengacungkan dua jempol pada pemuda-pemuda kreatif ini! Oya pengasapan dilakukan sekitar 15-20 menit agar balon dapat naik dan berada di atas sekitar 15 menit pula untuk kemudian turun dan harus dilakukan pengasapan ulang. Demikian selama waktu penambatan tersebut.
Acara dimulai sejak jam 5.30 pagi dan pemandangan aneka warna balon berlatar belakang langit kemerahan benar-benar sangat cantik lho! Aku sama sekali tak menyesal harus ke luar rumah pagi-pagi hehe… Mungkin demikian pula perasaan warga yang antusias menikmati JBFP2018 ini.
Pada tanggal 22 Juni malam, diumumkan juara lomba ini yaitu balon dari Tim Sak Onone dan Tim Bahdi Hore, yang mendapat hadiah 10 juta rupiah. Selain itu ada doorprize untuk peserta yaitu 2 paket umroh, 1 sepeda motor dan 1 kulkas. Wow!! Benar-benar keren nih AirNav Indonesia!
Nah, itu ceritaku tentang JBFP2018 yang diharapkan bisa menjadi solusi pelestarian tradisi penerbangan balon udara di Kota Pekalongan, sekaligus menjadi agenda wisata baru di Kota Pekalongan pada perayaan Syawalan. Memang belum bisa hilang sepenuhnya penerbangan balon ilegal itu. Saat aku menulis ini pun masih terdengar beberapa kali dentum mercon dari balon di langit Pekalongan. Semua butuh proses dan sosialisasi yang terus menerus. Semoga tahun depan akan lebih baik. Nguri-uri tradisi tanpa melanggar regulasi, kenapa tidak? 😀
Oya, acara serupa juga dilakukan di Wonosobo dan Ponorogo. Jika penasaran dengan keseruan acara ini, yuuk.., kami tunggu kedatangan teman-teman di acara JBFP pada Syawalan tahun depan yaa..
Pingback: Festival Balon Udara Tambat : Nguri-uri Tradisi Tanpa Melanggar Regulasi |