Hai Sahabat Lalang Ungu , apa kabar? Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa ya, meski mungkin sebagian teman-teman sedang disibukkan dengan urusan pendampingan anak-anak yang belajar dari rumah, karena sebagaimana kita tahu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetapkan 13 Juli 2020 kemarin sebagai awal Tahun Ajaran Baru 2020/2021.
Apakah itu berarti para siswa sudah mulai ‘sekolah normal’ seperti biasa?
Hm, kalau yang dimaksud dengan ‘sekolah normal’ adalah belajar secara tatap muka di sekolah dengan kurikulum yang sudah ditetapkan, maka berarti jawaban dari pertanyaan itu adalah tidak. Mengutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penjelasannya adalah sbb :
Sesuai dengan SKB Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama tentang Panduan Pembelajaran pada Tahun Ajaran Baru dan Tahun Akademi Baru di Masa Pandemi Covid 19, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang semula bersifat tatap muka dialihkan menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) baik secara daring maupun luring.
Kecuali bagi Daerah Zona Hijau menurut Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional, dimungkinkan memulai pembelajaran tatap muka dengan persyaratan protokol kesehatan yang ketat.
Dengan demikian, untuk sebagian besar wilayah kita belum akan menerapkan sekolah dengan pertemuan tatap muka, melainkan masih menerapkan PJJ alias belajar dari rumah, baik itu KBM di Perguruan Tinggi, SMA, SMP, SD, apalagi TK dan PAUD. Nah…dengan demikian, cerita para orang tua yang mendadak harus berperan ganda menjadi guru kreatif bagi putera-puterinya -terutama yang masih di PAUD, TK dan SD- masih berlanjut… ☺
Dua Sisi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Memangnya, ada cerita apa saja selama mendampingi anak-anak belajar dari rumah?
Hm, aku pribadi sih tidak punya cerita tentang hal ini, karena di rumah kami saat ini memang tidak ada anak-anak.. 🤣 Tapi, aku juga mendapat cukup banyak cerita tentang hebohnya PJJ selama 3 bulan kemarin dan awal tahun ajaran baru ini dari kakak, adik, keponakan, dan beberapa rekan yang mempunyai anak usia sekolah.
Secara singkat, dari berbagai cerita yang kudapat tersebut ( Dari 2 Guru, 3 orang tua, 2 mahasiswa dan 1 siswa SMA) dapat disimpulkan bahwa ada 2 sisi PJJ yaitu :
Sisi Positif
1. Kumpul Keluarga
Dengan adanya PJJ bagi anak-anak dan juga orang tua (minimal sebagian) WFH, maka waktu bersama dalam keluarga tersebut menjadi lebih besar dari saat sebelum Pandemi. Dengan demikian, interaksi antar anggota keluarga juga semakin meningkat.
Keluarga kakakku di Kota B misalnya, selama ini anak pertama dan kedua kuliah di luar kota, sehingga praktis hanya bisa kumpul keluarga secara lengkap bila anak-anak libur kuliah, atau paling cepat sebulan sekali. Nah, dengan adanya PJJ ini seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah, bisa bertemu tiap hari 24 jam full 🙂
2. Mempererat rasa kebersamaan antar anggota keluarga
Dengan lebih besarnya waktu yang dihabiskan secara bersama maka interaksi positif antar anggota keluarga akan lebih intens, dengan demikian keterikatan antar anggota keluarga juga semakin meningkat.
Apalagi bila orang tua berhasil menciptakan kegiatan bersama untuk mengusir kebosanan karena harus ‘terkurung’ di rumah sekian lama misalnya, maka hubungan antar anggota keluarga akan makin erat karena rasa senasib sepenanggungan itu..
Masih dari cerita keluarga kakakku itu, kondisi PJJ anak pertama dan keduanya ini sekaligus memberi kesempatan keduanya untuk secara langsung meringankan beban orang tua dalam melaksanakan tugas keseharian, yaitu dengan membantu usaha orang tuanya di luar saat mengerjakan tugas-tugas kuliah mereka. Alhamdulillah..
3. Progres Pendidikan Anak Terpantau Langsung oleh Orang Tua
Tentang hal ini kudapat cerita dari adik sepupuku, yang sehari-hari mendampingi kedua puterinya (SD dan TK) mengerjakan tugas-tugas dari guru mereka di rumah, ia jadi tahu secara langsung perkembangan mereka dalam menangkap materi pelajaran.
Kalau biasanya progres anak ini baru diketahui orang tua tiap tri wulan / semester / bahkan saat kenaikan kelas, maka saat ini orang tua bisa langsung tahu apakah anak mengerti / tidak dengan pelajaran yang diterimanya karena langsung terlibat dalam proses KBM di rumah ini.
4. Tidak was-was terhadap keamanan anak di masa Pandemi Covid-19
Nah, dengan sistem PJJ ini orang tua tidak was-was harus melepas anak ke luar rumah yang kita tidak tahu bagaimana kondisi kesehatan orang-orang di lingkungan luar rumah kita.
Dengan PJJ orang tua dapat memberikan contoh dan mengenalkan anak pada protokol kesehatan sekaligus memberikan pengawasan langsung pada penerapannya, hal yang tentunya relatif susah dilaksanakan saat anak-anak ada di luar rumah / di luar pengawasan orang tua.
5. Belajar hal-hal baru
Tidak hanya anak yang belajar hal-hal baru melalui PJJ ini, guru dan orang tua pun dituntut untuk itu. Guru misalnya, harus berinovasi dalam menyampaikan materi pelajaran, terutama melalui penggunaan teknologi. Kebetulan 2 kakakku di Kota S merupakan guru SMA, mereka bercerita bahwa awalnya sempat merasa kesulitan saat harus menyiapkan bahan ajar dengan cara baru. Namun dengan berjalannya waktu, berproses mempelajari hal baru sekaligus menerapkannya saat PJJ ini, Alhamdulillah kesulitan-kesulitan itu dapat teratasi.
Begitu pula dengan orang tua, tak sedikit PJJ tersendat karena orang tua tak ‘melek teknologi’ sehingga kurang bisa memfasilitasi PJJ anak. Boro-boro menguasai penggunaan Zoom, Google Class, Google meet, Zoho, Moodle, dll. Mungkin ada orang tua yang mendengar istilah itu pun baru pertama itu..hehe.. Nah, mau tidak mau orang tua dituntut belajar hal-hal baru ini untuk bisa memfasilitasi anak-anak dengan baik dalam PJJ.
Sisi Negatif
1. Waktu khusus dari orang tua
Aku yakin, selama ini orang tua juga sudah mengalokasikan waktu khusus untuk mendampingi anak belajar di rumah, misal saat mengerjakan PR atau tugas sekolah di sore / malam hari. Namun dengan PJJ ini (yang waktu belajarnya pagi-siang) tentunya membuat para orang tua harus mengatur kembali manajemen waktunya di rumah. Pagi hari yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga jadi tersita sebagian (besar) waktunya untuk mendampingi anak PJJ.
Hal ini tentunya lebih terasa bagi yang putra/putrinya masih TK / SD ya.. Untuk siswa kategori remaja yaitu setingkat SMP dan SMA tentunya sudah bisa ‘dilepas’ apalagi yang kuliah ya..hehe..
2. Anggaran Belanja Rumah Tangga membengkak
Sedikit banyak, hal ini terjadi. Pada pos pembayaran listrik misalnya. Kalau biasanya listrik lebih banyak digunakan malam hari, maka dengan adanya WFH dan SFH ini anggota keluarga aktif di rumah seharian sejak pagi hingga malam. Penggunaan alat-alat elektronik tentu saja lebih besar waktunya dan membutuhkan daya listrik yang lebih besar dan pada akhirnya berimbas pada pos pengeluaran listrik yang lebih pula.
Belum lagi pos pembelian pulsa / kuota internet. Sudah dipastikan melambung tinggi dibanding waktu sebelum PJJ ini diterapkan. Nah, bagaimana dengan sarana belajarnya?
Jika ada lebih dari 1 anak sekolah di rumah idealnya menggunakan perangkat yang berbeda dalam pelaksanaan PJJnya. Mungkin salah satu pakai HP, yang lain pakai Tablet, atau PC, atau Laptop. Itu kalau ada, bagaimana bila keluarga tak bisa menyediakan sarana itu karena satu dan lain hal?
Menurut cerita kakakku, di tempat mengajarnya (sebuah SMA Negeri di Kota S) ada kebijakan bantuan pulsa / kuota / peminjaman laptop bagi siswa dari keluarga tak mampu, khususnya saat test / ujian / PAS (Penilaian Akhir Semester). Syukurlah, meskipun tetap saja hal ini menjadi PR tersendiri bagi banyak keluarga.
Seorang sahabat Blogger sempat menceritakan sebuah solusi yang ditempuh sekolah anandanya untuk mengatasi masalah PJJ. Sekolah itu memutuskan untuk melaksanakan KBM secara berkelompok (kurang dari 10 siswa) yang berdekatan rumahnya. Kebetulan rumah keluarga mba ini terpilih menjadi tempat PJJ secara berkelompok tersebut. Dengan menggunakan bersama WiFi yang ada diharapkan anak-anak dapat melaksanakan PJJ dengan baik.
3. Orang tua harus dapat berperan sebagai Guru Kreatif bagi anak
Dalam pelaksanaan PJJ tidak semua dilaksanakan secara daring. Tergantung kepada kebijakan masing-masing sekolah rupanya. Seorang sahabat bercerita jadwal PJJ puteranya terlihat cukup santai, dibanding teman lain dari SD yang berbeda.
Ada sekolah yang secara aktif melaksanakan kelas virtual secara daring, menjelaskan materi pelajaran melalui video lalu memberikan tugas untuk dikumpulkan via whatsapp , email atau aplikasi terpilih lainnya. Namun ada pula guru yang hanya memberikan tugas-tugas, dengan kata lain murid harus aktif sendiri mempelajari materi. Nah, di sinilah peran orang tua yang harus berperan lebih sebagai guru kreatif bagi anak-anak.
Salah seorang sahabatku kebetulan mengalami kondisi PJJ yang terakhir ini, sehingga ia harus secara aktif menjelajah Dunia Maya mencari materi yang dapat membantu puteranya mengerjakan tugas-tugas dari gurunya. Adik sepupuku juga hampir sama, untuk puterinya yang masih kelas 1 SD, ia harus ‘menterjemahkan’ tugas dari guru dengan kalimat sederhana yang dimengerti puterinya dan membimbing langsung pengerjaan tugas-tugas itu dalam sebuah buku khusus sebelum dikumpulkan ke sekolah setiap 3 hari sekali.
4. Pola Belajar anak dapat terganggu
Hampir semua ‘narasumber’ yang kutanyai mengenai PJJ ini menyatakan bahwa PJJ ini bisa mengganggu pola belajar anak, apabila orang tua tidak hati-hati. Anak bisa dengan mudah terbiasa untuk santai / bermain / minimal terpecah perhatiannya pada pelajaran bila PJJ dilakukan tanpa pendampingan yang baik dari orang tua.
Itu sebabnya dirasa cukup baik kebijakan sekolah yang diterapkan saat ini yaitu dengan tetap menggunakan seragam sekolah saat KBM dilaksanakan melalui PJJ. Dengan demikian anak mempunyai batas waktu yang jelas antara saat belajar di ‘kelas’ dengan saat santai di luar jam pelajaran. Diharapkan hal ini dapat menjaga pola belajar anak.
Sahabat Lalang Ungu, demikianlah rangkuman dari beberapa pengalaman yang diceritakan kepadaku dari beberapa siswa, orang tua dan guru. Ternyata ada benang merah antara pengalaman-pengalaman ini dengan hasil evaluasi PJJ di masa Pandemi yang telah dilakukan oleh Kemendikbud : partisipasi orang tua menyebabkan efektivitas pembelajaran menjadi meningkat (Sumber web Kemendikbud). Nah, buibuuu…tetap semangat mendampingi putera-puterinya dalam PJJ yaa…
Oya, ada satu pertanyaan yang kutanyakan ke semua narasumberku kemarin : bila boleh memilih, apakah pembelajaran tatap muka atau PJJ yang akan dipilih? Nah jawaban dari pertanyaan ini ternyata sama : pilih belajar sistem tatap muka. ☺
Bagaimana dengan pendapat kalian? yuk bagi opini kalian di kolom komen ya.. Terima Kasih…
Artikel terkait : Tentang New Normal Life dan Tentang Keluarga
Pingback: Pembelajaran Secara Tatap Muka di Awal 2021, Setuju atau Tidak? |