Pembelajaran Secara Tatap Muka di Awal 2021, Setuju atau Tidak?

Pembelajaran Secara Tatap Muka di Awal 2021, Setuju / Tidak?  Hai, Sahabat Lalang Ungu.. Tahun sebentar lagi berganti, sudah siap menjalani tahun baru? Semoga kita semua tetap sehat dan bahagia mengawali dan menjalani tahun 2021 kelak ya.. Aamiin..

Semoga tahun baru membawa semangat baru dan kondisi baru yang lebih baik untuk kita semua.. Mungkin di antara teman-teman sudah merencanakan kegiatan-kegiatan baru di 2021, atau baru sebatas wacana saja? Seperti wacana dari pemerintah beberapa waktu lalu tentang akan dimulainya kembali pendidikan dengan sistem tatap muka di masa New Normal mulai Januari 2021. Bagaimana pendapat kalian tentang hal ini?

-foto milik Jachinta-

Setelah berbulan-bulan menjalani pembelajaran dengan sistem jarak jauh atau school from home, apakah siswa siap sekolah seperti biasa lagi? Apakah orang tua siap melepas anak-anak untuk sekolah / kuliah seperti biasa? Apakah sekolah dan guru siap membuka kembali sekolah meski pandemi belum usai?

Dalam keluarga intiku tidak ada anak / remaja yang masih dalam usia sekolah, sehingga aku tidak mempunyai pendapat khusus dalam hal ini, namun aku ingin tahu bagaimana pendapat mereka yang terlibat langsung. Maka beberapa waktu lalu aku sengaja bertanya kepada beberapa teman dan keluarga lain tentang hal ini.

“Jika ada wacana untuk memulai  kembali sekolah / kuliah dengan sistem tatap muka mulai Januari 2021, bagaimana pendapat kalian selaku siswa / orangtua / guru, setuju / tidak setuju? Dan apa alasannya?”

Itulah pertanyaan yang kulontarkan kepada mereka. Ada 10 orang yang menjawab selaku orang tua, 8 orang selaku guru dan 6 orang selaku siswa. Oya, teman maupun keluarga yang kutanya ini berdomisili di 4 kota berbeda, dengan latar belakang pekerjaan yang tidak semua sama (untuk orang tua) dan untuk kategori siswa terdiri dari 3 siswa sekolah menengah dan 3 mahasiswa. Dan berikut ini adalah rangkuman jawaban mereka.

Pendapat Siswa

Dari 6 siswa yang menjawab pertanyaanku itu, 4 di antaranya (66 %) berpendapat setuju untuk memulai kembali pembelajaran dengan sistem tatap muka, dengan penerapan protokol kesehatan pada proses pembelajaran itu.

Alasan yang mereka kemukakan antara lain : tidak semua siswa cocok dengan sistem PJJ sehingga proses belajar mengajar tidak efektif, ada teman-teman mereka yang stress akibat sistem PJJ ini, materi tidak tersampaikan dengan efektif terutama praktikum yang terkendala, UKT tidak termanfaatkan secara optimal, adanya kendala keterbatasan kuota internet maupun sinyal / jaringan internet, banyak distraksi saat belajar di rumah, merasa gabut di rumah.

Adapun siswa yang belum setuju beralasan takut tertular karena masih banyak zona merah dan juga merasa tidak bermasalah dengan sistem PJJ.

Pendapat Orang tua

Dari 10 orang yang menjawab selaku orang tua, yang berpendapat setuju dimulainya pembelajaran sistem tatap muka adalah sejumlah 5 orang (50%) di antaranya.

Alasan persetujuan ini antara lain karena menurut mereka anak kurang disiplin belajar saat PJJ dan banyak waktu terbuang, waktu dan kemampuan pendampingan oleh orang tua saat PJJ terbatas, materi pembelajaran dirasa kurang efektif disampaikan melalui PJJ, pengeluaran rumah tangga lebih besar, dan ada yang berpendapat sudah saatnya dimulai kembali tatanan yang sudah melembaga sebelumnya. Rata-rata persetujuan ini dengan menambahkan syarat dilakukannya penerapan protokol kesehatan secara ketat.

Adapun separuh lagi orang tua yang menyatakan belum / tidak setuju beralasan kondisi pandemi saat ini masih berbahaya terlihat dari kasus harian yang masih meningkat di banyak daerah, berdasarkan pengamatan mereka masih banyak masyarakat yang abai dalam penerapan protokol kesehatan atau bahkan ada yang masih tidak percaya bahwa Covid19 benar-benar nyata dan berbahaya, sehingga takut melepas anak ke luar rumah dalam kondisi begini. Penularan bisa terjadi di mana-mana, bahkan dari OTG yang ada di sekitar kita, itu salah satu alasan yang mendasari pendapat orang tua yang belum setuju. Di samping itu, vaksin saat ini belum ada secara resmi dan teruji untuk digunakan di Indonesia, begitu pun penggunaan vaksin hanya pada rentang usia tertentu, tidak termasuk anak-anak dan Lansia.

Pendapat Guru

Sebagian keluarga dan temanku berprofesi sebagai guru, ada yang guru SD, SMP, SMA hingga dosen. Kepada sebagian dari mereka kutanyakan hal yang sama seperti kepada keluarga dan teman selaku orang tua siswa atau siswa itu sendiri.

Dari 8 orang yang kutanyai, ternyata 4 orang (50%) di antara mereka setuju dan separuh lagi menyatakan tidak / belum setuju dengan akan dimulainya kembali sekolah dengan sistem pertemuan / tatap muka secara langsung.

Keempat orang berprofesi guru / dosen yang menyatakan setuju itu mengemukakan alasan bahwa kehadiran siswa saat PJJ rendah / kurang, untuk yang hadir secara virtual pun dirasakan kurang menyimak pembelajaran. Ada yang sekedar menghidupkan HP, mengisi presensi lalu blank alias tidak aktif, entah ditinggal kegiatan lain atau ditinggal tidur..hehe.. Selain itu, penyampaian materi pelajaran juga tidak bisa maksimal khususnya pada kegiatan praktikum pada beberapa mata pelajaran yang membutuhkan hal ini.

Sedangkan guru / dosen yang menyatakan belum / tidak setuju diadakannya pembelajaran secara tatap muka salah satunya memberikan alasan masih cukup tinggi kasus keterpaparan Covid19 di keluarga murid-muridnya dan pada masyarakat secara umum di wilayah mereka sehingga belum aman untuk bertemu langsung. Guru lain -yang kebetulan guru SD- berpendapat anak-anak usia SD masih sangat rawan karena belum bisa bertanggung-jawab melaksanakan protokol kesehatan secara benar.

Pendapat berikutnya dari guru yang belum setuju ini, pembelajaran tatap muka di masa pandemi sebaiknya hanya dilakukan untuk siswa-siswa yang memiliki kendala untuk PJJ, a.l siswa yang memang tidak cocok cara belajarnya dengan sistem PJJ, terkendala sarana-prasarana, dll. Terlebih bagi Perguruan Tinggi dengan jumlah mahasiswa yang jauh lebih banyak dan lebih beragam daerah asalnya, tentunya potensi tingkat penularan akan semakin tinggi apabila tidak dilakukan screening dan prokes yang ketat.

Oya, keseluruhan mereka -baik yang setuju maupun tidak setuju- menekankan pentingnya penerapan protokol kesehatan yang ketat dan pembelajaran dilakukan dengan jumlah murid terbatas antara lain dengan sistem shift.

Tayangan di TV lokal tentang Simulasi pembelajaran dengan tatap muka di sebuah SMP kota kami (Foto milik Jachinta)

Salah seorang teman memberikan contoh simulasi yang telah dilakukan di sekolah puteranya, sebuah SMP di kota kami. Kehadiran siswa dibagi secara shift berdasarkan nomor urut presensi, semua siswa yang hadir wajib mengenakan face shield dan masker, dibekali handsanitizer dan makan-minum dari rumah, saat akan masuk melakukan cuci tangan dengan sabun pada tempat-tempat cuci tangan yang telah disediakan sekolah. Salam kepada guru maupun teman-teman dilakukan dari jarak jauh, tempat duduk di kelas diatur berjarak dan jam pelajaran juga berbeda dari biasanya.

Demikianlah teman-teman, rangkuman pendapat dari beberapa teman dan keluargaku mengenai wacana akan dibukanya kembali sekolah / pembelajaran dengan sistem tatap muka pada awal Tahun 2021. Aku tidak akan menyimpulkan karena tentu saja hasil tanya-jawab ini tidak akan bisa dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan karena sifatnya sangat personal dan jumlah sampel juga sangat kecil. Menjadi gambaran kasar pendapat masyarakat saja mungkin tidak layak.

Namun, setidaknya aku jadi tahu bahwa memang ada beragam pendapat yang masing-masing didasari oleh kondisi lingkungan, sosial maupun personalnya. Ada ‘benang merah’ di sana bahwa tidak semua siswa mempunyai tipe belajar yang sama, sehingga apapun tipe pembelajaran yang akan dilakukan hendaknya memperhatikan akan hal tersebut.

Hal utama lainnya adalah sekolah a la new normal itu harus dipersiapkan sematang mungkin dan menggunakan protokol kesehatan yang ketat karena memang pandemi belum berakhir, keselamatan murid, guru, dan keluarga mereka, patut menjadi pertimbangan utama.

Apapun bentuk / sistem yang dipilih kemudian tentunya harus sepersetujuan wali murid. Meski pandemi, pendidikan anak harus tetap berjalan dan peran aktif keluarga adalah salah satu pendukung utama kesuksesannya, dan kesuksesan pendidikan anak adalah salah satu bagian dari kesuksesan parenting juga, bukan?

Nah, Sahabat Lalang Ungu, kalau pertanyaan “Pembelajaran Secara Tatap Muka di Awal 2021, Setuju / Tidak?” diajukan kepada kalian, apa pendapat kalian? Yuk, tuliskan pendapatnya di kolom komen ya.. Terima kasih… 😊

Baca juga artikel terkait : New Normal Life

104 thoughts on “Pembelajaran Secara Tatap Muka di Awal 2021, Setuju atau Tidak?”

  1. Hmm, klo aku sih memilih balik lagi ke masing-masing orang tua. Jadi sekolah mengadakan ada yang langsung tatap muka atau PJJ. Nanti anakku pun baru masuk TK, tapi ya karena anak kecil belum ada vaksin, jadi kayanya lebih milih online aja dulu hehehe.

  2. Di keluarga ku yang sedang dalam masa pendidikan ada dua orang, kuliah dan kelas 12 SMA. Kalau yang kuliah, semua online saja. Tapi yang kelas 12 kemarin sempat offline tapi balik ke online lagi. Dia di asrama soalnya. Interaksi dengan orang lebih banyak. Tapi ortu byk yg ga setuju hehe.

    Semoga kondisi cepat pulih

  3. Ah mbak ini buatku dilema
    Akhirnya mau ga mau tetep ikuti petunjuk sekolah kalau harus masuk
    Wali murid di sini menggila karena anaknya sekolah online
    Miris karena mereja jadikan anak anak sebagai alasan penghambat kerja kalau online school

  4. Sebagai seorang mahasiswa saja masih dilema, antara setuju/tidak setuju dengan kebijakan tatap muka ini. Inginnya setuju karena kangen temen-temen, bisa beraktivitas normal, dan bisa lebih paham tentang materi/pelajaran. Tapi pas baca berita salah satu sekolah favorit di daerah saya yang muridnya reaktif semua setelah tatap muka kok ya ngeri juga

  5. Kalo mau jujur, sebenarnya saya lebih memilih anak belajar online aja, Mba, soalnya saya khawatir banget anak saya ngumpul dengan teman-temannya di sekolah walau sudah diterapkan protokol kesehatan

  6. Saya sih setuju banget kalau sekolah dibuka lagi. Memang betul alaskan sebagian parents yg setuju, karena school at home bikin jadwal tidur kacau. Bangun kesiangan.

    Gak semua sekolah pembelajarannya daring via zoom. Ada yg cuma kasih PR. Jadinya anak2 super woles kalau pagi alias molorrr.

    School at home juga bikin emaknya stress berat karena sudah dapatin ketenangan pas nulis. Hehehehe.

  7. Kalau menilik dari efektif atau nggaknya pembelajaran jarak jauh, memang terasa nggak efektif. Akan lebih baik jika sistem pembelajaran kembali tatap muka.

    Namun, pertimbangan mengenai anak-anak yang mungkin kurang menyadari pentingnya protokol kesehatan juga patut diperhitungkan.

    Karena memang benar adanya penularan virus ini bisa terjadi dimana dan pada siapa saja.

    Terkadang mematuhi prokes saja terasa kurang. Kita kudu membekali diri dengan daya tahan tubuh yang kuat. Sehingga kita perlu mengonsumsi multivitamin dan minuman herbal peningkat daya tahan tubuh.

  8. Saya antara setuju dan tidak setuju sih. Tidak setujunya karena virus ini masih berkeliaran di luar. Dan tentunya ada potensi risiko anak sekolah bisa terpapar. Tapi belajar online juga sangat menyusahkan terutama masalah handphone android dan kuota. Pengeluaran malah makin banyak.

    Jadi sejak awal pandemi, saya selalu bilang bahwa ini adalah tantangan Kemdikbud Nadiem Makarim untuk bisa membuat sistem pembelajaran dan kurikulum yang penuh terobosan. Tapi ya karena basicnya gojek, seakan permasalahan mendasar pendidikan di Indonesia itu bisa diselesaikan oleh online.

    Padahal akar kesenjangannya ada di berbagai aspek seperti kemiskinan, akses lokasi dan transportasi yang berbeda, ketersediaan pengajar, dan lain-lain. Saya belum melihat terobosan baru dari Kemdikbud selain bagi-bagi kuota.

  9. sebagai sahabat lalang wungu saya belum setuju kalau pembelajaran tatap muka. Masih banyak anak yang harus belajar dan menerapkan prokes. Karena kalau sudah berkumpu dan berinteraksi anak-anak masih banyak yang lalai. Gurunya sudah divaksin tapi anaknya belum.

    1. nah itu memang salah satu pertimbangan penting ya Kang..anak2 saat berkumpul dg teman (apalagi yg masih kecil) kadangkala berkurang waspadanya..

  10. Pada akhirnya pembelajaran tatap muka ditiadakan hingga waktu yang tidak ditentukan. Menunggu pandemi segera usai. Sedangkan tidak semua anak-anak beruntung memiliki orang tua yang peduli dengan pendidikannya atau dapat mengawasi berjalannya kegiatan belajar mengajar.

    Oh yah kak, yuk kunjungi web kami, jika kakak ingin menuliskan pengalaman dan kisah-kisah menarik lainnya juga bisa, loh!

  11. Pro kontra sih ya, sejujurnya saya sebagai orangtua masih keberatan ngirim anak ke sekolah saat pandemi masih belum jelas begini. Di Makssar aendiri sih emang belum akan diterapkan, soalnya kembali jado zona merah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *